Sunday, December 02, 2007

I am off for a while

I'm very sorry that I have to close this year by stating that I will stop writing and updating my blog for indefinite length of time. This is due to some highly important personal reasons and for objectives of much higher priority that are recently increasingly demanding.

I wish you a very blessed new year and a wonderful Christmas time spent with your beloved ones.

God bless Indonesia.

Saturday, November 24, 2007

Third strike!

Beberapa hari yang lalu di Philips diadakan Intern Day buat students yang lagi internship atau tesis di Philips seluruh Belanda. Aku ikutan jadi salah satu dari 100 lebih peserta dari berbagai negara. Asik juga kok. Acaranya macam2, ada speeches dari HRD sama young employees trus kunjungan ke fasilitas produksi dan riset Philips bidang consumer products di Drachten, tempat asalnya produk2 Philips kaya Philishave, Senseo, setrika, juicer, dll. Tapi menurutku sih, intinya program ini buat menarik minat para students untuk apply ke Philips karena mereka minta kami masukin CV trus ada semacam sesi interview gitu deh waktu di bus.

Apakah aku masukin CV waktu itu? Well, terus terang aku tergoda sih, tapi setelah aku pikir2, akhirnya kali ini aku ga masukin CV ku. Aku sih merasa, kansku untuk masuk ke Philips cukup besar, karena aku sudah internship dan tesis di Philips, dan hasil internship ku kemarin bagus dan so far tesisku making progress lah. Tapi, itu dia, kok aku ga merasa damai sejahtera waktu mikir apa aku masukin CV ke Philips. Entahlah kenapa, tapi aku sih merasa kok kayanya ini bukan pimipinan Tuhan buatku. Mungkin bagi sebagian orang aku ini bodoh sekali, karena membuang2 kesempatan sementara kesempatan ga datang dua kali. Apalagi katanya ekonomi Eropa sekarang lagi booming, banyak job baru dan sekarang saatnya kalo mau kerja di Eropa, termasuk bidang teknologi. Tapi itulah, I did it again, at least for the third time this time, aku udah melepas kesempatan untuk masuk ke dunia bisnis, setelah sebelumnya aku melepas kesempatan karir menjanjikan di dua perusahaan oke di Indonesia, dengan gaji di atas rata2 waktu itu.

Am I stupid? Maybe. But I feel, there are times when it is one of the prices for following God's will. Aku ga tau sampai kapan aku sanggup berkata seperti ini. God, help me and show me your way.

Thursday, November 15, 2007

Hari gini mengabdi bagi bangsa?

Saya ini sudah 39 tahun mengabdikan diri kepada bangsa ini. Selama 29 tahun menjadi tentara yang ikut membela negara, dan 10 tahun menjadi Gubernur DKI Jakarta. Pendidikan saya juga sarjana. Masak nggak pantas mencalonkan diri jadi presiden?
- Sutiyoso, Palembang, 5 November

Aku baca kata2 Bang Yos di atas dari satu artikel di sebuah milis. Artikel itu ngebahas kenapa dia masih berani maju jadi calon presiden padahal dialah arsitek busway yang akhir2 ini bikin jalanan di Jakarta kaya 'neraka'. Waktu aku baca kata2nya itu, aku malah mikir satu pertanyaan ini: hidup seperti apakah yang layak disebut sebagai pengabdian kepada bangsa dan negara? Kalo mencermati klaim Bang Yos bahwa dia udah mengabdi hampir 40 tahun kepada bangsa, rasanya kok aku ngertinya kalo mengabdi sama negara itu ya jadi pejabat negara, pegawai negeri atau tentara lah. Lalu, dia juga ngelihatnya dari kuantitas, yaitu jumlah tahun. Karena kata2nya itu aku jadi nanya pertanyaan di atas.

Aku sendiri juga masih cari tahu apa jawaban buat pertanyaanku itu sendiri. Yang pasti sih, menurutku, menjadi pejabat negara, pegawai negeri atau tentara bukan serta merta langsung jadi hidup mengabdi bagi bangsa negara. Lha, kalo jadi pejabat negara tapi ternyata menyalahgunakan wewenang lalu korupsi, apa itu namanya mengabdi? Kalo jadi pegawai negeri, tapi malah sengaja mempersulit rakyat untuk urusan administrasi supaya dapat duit, apa itu namanya mengabdi? Kalo jadi tentara tapi malah menggunakan hak menyandang senjata buat menindas rakyat kecil, memperkaya diri, atau jadi 'tukang pukul'-nya orang2 kaya korup, apa itu namanya mengabdi? Kalo jadi pejabat negara, pegawai negeri atau tentara sampe berpuluh2 tahun pun, tapi hidupnya kaya gitu, apa itu namanya mengabdi? Lalu, siapa sih yang layak disebut sebagai abdi negara itu? Hidup seperti apa yang layak disebut mengabdi bagi bangsa itu? Emang mengabdi itu sendiri artinya apa sih?

Atau apa sebenarnya aku buang2 waktu aja hari gini masih nanya pertanyaan kaya gitu? Apakah aku bodoh nanya hal2 kaya gituan?

Any comments?

-yang lagi mencari jawaban buat pertanyaanku sendiri...

Friday, November 09, 2007

Sapa suruh datang Jakarta

Beberapa hari ini, dari portal berita dan beberapa email di milis, banyak yang mengeluhkan makin parahnya kemacetan di Jakarta. Dari yang macet 1 jam, sekarang bisa jadi 3 jam. Gila ya?! Terus terang, sejak dulu aku sempat kerja 3 bulan di Jakarta, abis itu aku ga mau lagi kerja disana. Waktu aku bilang ini ke bosku di perusahaan tempatku kerja dulu, dia bilang, "Ritz, masa baru 3 bulan kau langsung cepat kali ambil keputusan kaya gitu. Aku aja yang udah bertahun2, masih kerja di Jakarta tuh." Aku sih diam aja dengernya. Tapi aku sebenernya punya jawaban, cuma aku malas aja bilangnya, soalnya aku ngerasa dia udah ngeliat aku kaya anak kecil dan orang udik gitu. Aku mo jawab ke dia, "Lha, justru aku ga mau kaya bos. Kalo bisa ngambil keputusan yang tepat dalam 3 bulan, ngapain harus nunggu bertahun2??" Heheh, mikirnya kebalik ya.

Yah, banyak sih alasan kenapa orang akhirnya bertahan di Jakarta dan harus kerja tiap hari kaya mo pergi perang. Dari sekian banyak alasan, menurutku yang paling menyedihkan adalah kalo memang sudah ga ada pilihan lagi, udah terjebak dan udah susaaaah banget keluar dari situ. Kalo aja ada satu yang bisa diminta manusia ke Tuhan dan Tuhan kabulkan, aku sih mo minta biar perut otomatis terasa kenyang kalo dia udah mulai terasa lapar tapi kita masih punya nafsu makan. Susah memang jadi manusia, karena punya perut yang ga mau ngerti kalo udah minta diisi.

Tapi, menurutku sih bersyukurlah kalo masih bisa membuat pilihan lain dan belum terjebak. Aku sendiri bakal mikir berkali2 deh kalo diminta kerja dan tinggal di Jakarta (tergantung juga sih kerjanya apa dan tinggal dimana). Indonesia itu begitu luas, dan kalo pun mo kerja di kota, aku rasa, sejauh yang aku tahu, Medan dan Bandung masih oke tuh. Apalagi Medan, menurutku cukup strategis karena dekat Batam, Singapore dan Kuala Lumpur. Lalu gimana dengan kesempatan dan rejeki? Ah, itu mah datangnya dari Tuhan dan tergantung kita juga. Aku percaya, kalo memang seseorang punya kualitas dan keahlian yang dibutuhkan orang, pasti dia yang dicari orang (dan duit juga), bukan dia yang cari2 orang (atau duit). Kalo ada rumah makan yang masakannya lebih enak daripada cinta pertama, mau tempatnya ada di ujung gang yang susah ditempuh, kesana orang akan pergi dan cari.

Change before you have to.
Jack Welch

Sapa suruh datang Jakarta
Sandiri suka sandiri rasa
Ee do e sayang

Wednesday, November 07, 2007

I CAN DO IT!

If we knew what it was we were doing, it would not be called research, would it?
- Albert Einstein (1879 - 1955)

Copy from one, it’s plagiarism; copy from two, it’s research.
- Wilson Mizner (1876 - 1933)

Satu pelajaran berharga dari internship yang lalu adalah sebelum memulai riset, hal pertama yang aku harus lakukan adalah mengumpulkan dan mempelajari sebanyak2nya dan selengkap2nya hasil2 penelitian yang udah dilakukan orang tentang topik itu. Setelah itu, baru aku mendefinisikan ulang sampai jelas research question yang hendak kujawab dan kontribusi orisinil apa yang bisa aku hasilkan dengan penelitianku. Ini semua penting banget buat efektifitas dan efisiensi kerjaku sendiri. Kalau saja aku gagal dalam tahap ini, maka mungkin saja, dengan informasi yang ga lengkap, aku melakukan sesuatu yang semuanya sudah dilakukan orang lain sebelumnya dan hasilnya pun belum tentu lebih baik. Jadi, never reinvent the wheel, but instead, improve it.

Itulah yang persis kulakukan sepanjang hari ini dan aku telah mengumpulkan begitu banyak data dan hasil tentang topik yang akan kukerjakan dari penelitian2 orang sebelumnya. Duh, terus terang, abis aku baca2 dan pelajari sebagian, aku rada minder dikit, soalnya paper2 yang kubaca itu hampir semua penelitian doktor dari universitas2 top di USA sana, kaya Stanford, MIT, CMU, dll. Hasil2nya juga mengagumkan. Aku jadi mikir, gimana caranya aku yang sebenernya backgroundnya elektro dan bukan computer science, bisa kasi kontribusi untuk bidang ini, padahal hasil yang mereka udah capai udah segitu bagusnya? Entahlah. Oh, siapakah aku ini ya kalo aku akhirnya bisa ngasilkan sesuatu yang cukup orisinil?... I wish I could...

Ah, tapi ngapain juga aku pikirin itu ya kan. Ini kan baru hari keempat dari 9 bulan, masih panjang, meski aku juga ga boleh jadi berleha2. Output yang kuinginkan dari proses literature study ini adalah aku mampu memformulasikan research questions ku sampe jelas batasannya dan goal yang mau kucapai, termasuk kontribusi orisinil yang dapat kuhasilkan dari tesisku. More or less, sekarang itu jadi lebih jelas lah daripada assignment yang sebelumnya dikasi pembimbingku. Kembali kata2 profesor pembimbingku waktu memulai internship dulu terngiang2 di kepalaku sekarang. Katanya, "please don't start by thinking you'll change the world with what you're going to do." Iya juga sih, lebih baik start small but achievable, daripada thinking big but finally I lose my sanity, alias jadi stress trus botak, lalu aku jadi jelek deh jadinya, apalagi jadi gila... duh, kacian kan nanti orangtua, keluarga, apalagi pacarku yang lagi nunggu2 aku... kalo mereka jadi sedih dan nangis gimana dong, ... hiks, hiks, heheheh... ga ah, becanda doang kok. Hey negative thoughts, get lost!

Ayo Ritz, semangat, semangat... maju tak gentar. With God, you CAN DO it. Nothing is impossible with him. Yeah...

You can do it.
You can do it.
You can do it.
You can do it.
You can do it.
You can do it.
You can do it.
You can do it.
You can do it.
You can do it.
You can do it.
You can do it.
You can do it.
You can do it.
You can do it.
You can do it.
You can do it.
You can do it.
You can do it.
You can do it.
You can do it
....

If any of you lacks wisdom, he should ask God, who gives generously to all without finding fault, and it will be given to him. But when he asks, he must believe and not doubt, because he who doubts is like a wave of the sea, blown and tossed by the wind.
- James 1:5-6

Tuesday, November 06, 2007

Dari 'Yerusalem' ke ujung bumi

Hidup adalah urusan mempengaruhi atau dipengaruhi, menjadi lebih baik atau lebih buruk. Pilihannya setiap kali selalu salah satu dari dua itu, tak pernah ada di tengah-tengah. Karena itu, peran dalam hidup pun selalu menjadi pihak yang mempengaruhi atau yang dipengaruhi. Mana yang lebih banyak kita perankan, itu kita sendiri yang memutuskan dan memilih. Tentunya, tak ada orang yang selalu mempengaruhi tanpa dipengaruhi. Tapi, mungkin saja, ada orang yang sedikit sekali mempengaruhi, tetapi begitu sering dan mudah dipengaruhi orang lain.

Aku pernah dan akan selalu mengalami kedua peran itu. Orang bilang, leadership is about influence dan aku setuju. Tak ada yang paling membahagiakanku kalau aku dapat memberi pengaruh dalam hidup orang lain sehingga mereka menjadi lebih baik. Seperti hari ini, aku sungguh senang karena itu terjadi lagi sehingga aku melihat langsung perubahan yang baik terjadi dalam hidup beberapa orang teman. Aku sendiri ga nyangka itu terjadi, tetapi hei, apakah itu terjadi atau tidak bukankah itu bukan urusan kita? Yang penting, tetaplah hidup memberi pengaruh. Soal orang mendengar atau tidak, menerima atau menolak, seharusnya bukan menjadi penentu untuk kita dapat memberi pengaruh yang baik.

Soal pengaruh, aku belajar kalau itu harus dimulai dari aku sendiri, orang-orang yang dekat denganku, terus lama-lama penetrasinya makin jauh, apalagi menggunakan media. Yang dibutuhkan adalah waktu dan konsistensi untuk tetap memberikan pesan dan pengaruh yang sama setiap saat. Aku bayangkan, kalau usia segini aku bisa memberi pengaruh kepada orang-orang di dekatku, jika aku semakin berkembang dan melengkapi diri, maka aku yakin semakin aku tua, seharusnya semakin pula berisi dan pengaruhku pun makin kuat dan luas. Waktu dan kesetiaan, dan akhirnya, tentu saja, kuasa yang dari atas. Seperti kata-kata Seorang muda hampir dua ribu tahun yang lalu yang hidupnya cukup singkat tapi pengaruhnya begitu besar termasuk dalam hidupku saat ini, "Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi."

Hari ini di 'Yerusalem', hingga nanti tetap di 'Yerusalem' tetapi hingga ke ujung bumi...

Saturday, November 03, 2007

Oleh-oleh dari Den Haag (3): it's all about PASSION!

Sabtu malam yang lalu di Den Haag, aku berkenalan dengan seorang mahasiswa Indonesia yang juga sedang studi di Belanda. Kami ketemunya ga sengaja dan setelah itu kami cukup lama ngobrol. Teman ini masih mahasiswa tahun pertama dan sekolah di Belanda dengan biaya dari keluarga.

Aku menikmati pembicaraan dengannya dan ada dua hal menarik yang aku dapati darinya yang menurutku jarang dimiliki anak muda Indonesia seumur dia. Pertama, aku terkesan dengan jawabannya ketika aku tanya kenapa dia memilih studi di bidang yang sekarang dia tekuni. Dia bilang, "karena itu yang aku suka, karena itu PASSION-ku." Aku sempat terdiam sebentar begitu mendengar jawabannya. Abis itu aku bilang bahwa rasanya baru kali ini aku ketemu sama orang Indonesia seumur dia yang memberi jawaban seperti yang dia beri atas pertanyaan itu. Apalagi, dia menggunakan kata PASSION yang juga salah satu kata favoritku. Lalu dia cerita bahwa sebenernya orangtuanya pengen dia kuliah di bidang yang lain yang ga dia minati. Tapi, yang membedakannya dengan kebanyakan orang, dia berani menolak dan dia bersikeras memilih kuliah di bidang yang dia minati itu. Syukur saja orangtuanya tetap mendukung dia, meski dia memilih pilihan yang berbeda dengan kehendak orangtuanya.

Hal kedua yang kusuka dan aku hargai dari anak muda ini adalah alasannya yang lain setelah itu. Dia memberitahuku profesi apa yang dia inginkan untuk dia tekuni setelah lulus nanti dan itu sesuai dengan bidang ilmu yang saat ini dia telah pilih dan pelajari. Hebatnya, dia sudah memikirkan dan membuat keputusan itu sebelum dia kuliah. Bagiku, dia berarti punya visi dalam hidupnya. Dia tipe orang yang memulai dari akhir dan ketika visi itu jelas baginya, itulah yang memimpinnya dalam mengambil keputusan saat ini dengan satu tujuan: menjadikan mimpinya kenyataan! Sungguh sesuatu yang sangat jarang aku dengar dari anak Indonesia semuda dia! Luar biasa! Malam itu, aku sungguh menikmati bisa ngobrol dengan dia. Aku berharap suatu saat kami bisa bertemu lagi dan aku menantikan dia akan cerita bagaimana mimpinya sudah jadi kenyataan... Semoga!

Berapa banyak fenomena sebaliknya yang terjadi di Indonesia? Berapa banyak anak Indonesia yang masuk kuliah tanpa tahu sama sekali apa sebenarnya yang dia sukai atau apa yang sebenernya menjadi kekuatan dan potensinya yang terbesar? Berapa banyak dari mereka yang masuk kuliah tanpa tahu mereka sebenernya ingin jadi apa nanti? Berapa banyak anak Indonesia yang berani atau diberi kesempatan untuk bermimpi dan diberi hak untuk berjuang mencapai impiannya? Kalau pun mereka tahu apa bidang ilmu yang mereka sukai dan ingin mereka pelajari di kuliah atau mereka tahu pasti ingin menekuni profesi apa nanti, berapa banyak dari mereka yang terampas dan terjajah haknya karena orangtua mereka memaksa mereka kuliah bertahun2 untuk bidang ilmu yang orangtua mereka inginkan tapi justru mereka ga suka? Berapa banyak tahun2 produktif anak2 Indonesia harus terbuang hanya karena mereka terpaksa kuliah dan belajar atau bahkan menderita selama kuliah hanya karena mengikuti kehendak orangtua dan menyenangkan mereka? Berapa banyak, berapa banyak, berapa banyak??!

Fenomena seperti di atas umum terjadi di banyak keluarga Batak. Orangtua Batak yang dibesarkan di era industri dan masih konservatif umumnya hanya mengenal dan mengakui sedikit saja tipe pekerjaan sebagai profesi. Ya, kalau bukan insinyur, ya dokter, kalo ngga, ya jadi pengacara, atau ya jadi pegawai negeri. Stop, udah sampai di situ aja taunya. Pilihan profesi yang sedikit itu menurutku dilatarbelakangi keinginan untuk mencari kestabilan dalam hidup atau gimana cepat menjadi kaya. Herannya, kalo toh memang pengen cepet kaya, jarang sekali orangtua Batak yang memasukkan jadi wirausaha dalam daftar itu, bukan seperti teman2 Tionghoa. Kenapa gitu, wah aku juga tertarik pengen tahu tuh.

Daftar profesi yang begitu cetek itu jelas membatasi pilihan program studi yang mereka bolehkan untuk anak mereka pilih saat hendak kuliah. Kalo mo jadi insinyur, ya jelas kuliah teknik lah. Teknik nya pun biasanya tertentu aja, sebatas apa yang mereka tahu. Paling teknik elektro, teknik kimia, teknik mesin, atau teknik sipil. Dengan begitu, bidang sains seperti matematika, fisika, kimia, biologi dll jelas di luar hitungan. Trus, kalo mo jadi dokter, ya jelas harus masuk fakultas kedokteran dong. Kalo mo jadi pengacara, jalan satu2nya ya masuk fakultas hukum. Nah, kalo si anak akhirnya kuliah di jurusan2 selain itu, ya udah lah, nanti jadi pegawai negeri aja... Menyedihkan banget kan? Poor souls!

Aku pengen nulis lebih banyak tentang pandanganku gimana sebenarnya harusnya orangtua bersikap, tapi aku memutuskan ga akan tulis karena aku belum jadi orangtua hehehe. Tapi, aku bisa menjadikan keputusan dan pilihan si anak muda di atas sebagai teladan bagi sekian banyak anak muda Indonesia yang sebenernya masih mengalami 'penjajahan' dan 'penindasan' di dalam rumah dan keluarga mereka, di tengah2 bangsa yang katanya sudah merdeka...

-yang masih ragu apa Indonesia sendiri sebenernya sudah sepenuhnya merdeka...

Friday, November 02, 2007

Let the battle begin!

Setelah memikirkan matang2 dari beberapa opsi yang ada dengan segala implikasinya, akhirnya aku memilih tawaran graduation project yang menantang dari Philips Research Europe Eindhoven di Video Processing Group, High Tech Campus Eindhoven. Kemarin aku mulai dan sejauh ini profesorku di TUE udah bersedia jadi pembimbing. Setelah 'break' satu bulan selama Oktober setelah menyelesaikan long internship dengan hasil melebihi target, maka sekarang aku sangat siap untuk mulai tesis. I can't wait and I'm very excited. Kata orang, permulaan yang baik itu udah setengah jalan dan aku yakin itu.

Jadi apa sebenernya topik yang akan kukerjakan? Well, aku ga bisa ceritakan detil karena proyeknya milik Philips. Singkatnya, topiknya berhubungan dengan teknologi masa depan di bidang video processing untuk kompresi. Kata pembimbingku, dari publikasi yang ada, satu group di dunia ini yang melakukan hal yang mirip dengan itu adalah Fraunhofer Heinrich-Hertz Institut di Jerman. Dia udah kontak dengan mereka dan pembimbingku bilang ke aku kalau aku mampu memberi major contribution untuk proyek ini, Philips dan Fraunhofer HHI akan memasukkannya dalam joint proposal mereka untuk standarisasi H.265 !! Wow, waktu aku mendengarnya, aku bener2 excited banget dan membuatku lupa untuk sementara tentang susahnya proyeknya yang akan kukerjakan. Tapi ga papa lah, minimal semangat dulu sebelum bertempur.

Yup, to me, I see it as my new and biggest battle. So, let the battle begin because I'm more than ready to fight till the last drop of my blood. O God, please abide with me. I can do nothing without you...

Thursday, November 01, 2007

Oleh-oleh dari Den Haag (2): tipe orang muda yang dibutuhkan Indonesia

Di Den Haag aku juga akhirnya ketemu dan ngobrol sama seorang teman yang baru mulai studi master di Belanda. Wah, aku senang sekali bisa ketemu dia dan aku menikmati pembicaraan sama dia. Aku merasa kawan ini dewasa orangnya, pemikirannya maju, idealis, dan kupikir juga berintegritas dan masih punya hati nurani, kelihatan dari apa yang dia katakan. Sayang aku ga bisa share apa aja yang kami bicarakan, soalnya banyak yang sensitif dan confidential.

Dia menguasai bidang yang aku buta, tapi sebenernya aku sih tertarik mempelajari disiplin ilmu yang satu itu, apalagi karena memang ingin kembali berkarya di Indonesia. Kompleksitas keadaan di Indonesia kayanya membutuhkan orang2 muda untuk belajar lebih banyak daripada bidang ilmunya aja. Misalnya, orang2 seperti aku yang latar belakangnya ilmu teknik, kalo mo berkiprah lebih banyak di Indonesia, perlu juga belajar lebih banyak dari teman2 tentang ilmu2 sosial, seperti pendidikan, politik, ekonomi sama ilmu komunikasi.

Satu yang aku salut dari dia adalah pilihannya untuk tekun dan setia selama bertahun2 mengabdi dan memperjuangkan nasib banyak orang yang tertindas di Indonesia, meski jelas perkerjaan seperti yang dia lakoni ga menjanjikan karir atau uang banyak, apalagi cepat kaya, kalo tetap jujur. Dia bahkan cerita kalo sebenernya undang2 di Indonesia ga mencakup pekerjaan seperti dia punya. Itu sebabnya aku senang dan bersyukur banget orang2 muda seperti dia bisa lanjut master. Aku berharap, studi lanjut akan makin memperlengkapi dan menajamkan dia dalam karyanya di Indonesia nanti, biar makin berpengaruh dan berisi.

Menurutku, berkah paling besar bagi suatu bangsa adalah kalo dia punya semakin banyak orang muda yang punya visi, berhati bersih dan berani, tapi didukung sama kapasitas besar dan berpendidikan tinggi. Inilah tipe orang muda yang dibutuhkan Indonesia kalo ingin bangkit. Tapi sebaliknya, kesempatan studi lanjut di luar negeri bisa jadi bumerang buat suatu bangsa kalo orang2 yang dikirim buat belajar ternyata sebenernya berhati busuk, apalagi kalo mereka mau dipakai jadi alat sama bangsa asing buat memeras bangsa sendiri untuk kepentingan pemilik modal. Tidak ada yang paling berbahaya dan merusak sebuah bangsa daripada orang yang brilian otaknya, tapi berhati jahat. Semoga kami ga termasuk di antaranya, sampai kapan pun.

Maju terus kawan!
Indonesia membutuhkanmu!
Indonesia membutuhkan kita!

We shall overcome
We shall overcome
we shall overcome someday
O deep in my heart
I do believe
We shall overcome someday

Wednesday, October 31, 2007

Oleh-oleh dari Den Haag (1): kabar dari medan perang

Selama aku menikmati pembinaan selama aku sekolah dan kuliah dulu, aku memiliki satu metafora yang aku suka dan aku pakai hingga sekarang tentang pembinaan rohani seperti itu, istilahnya PSK (Persekutuan Siswa Kristen) atau PMK (Persekutuan Mahasiswa Kristen), dan dunia alumni Kristen. Aku melihat tempat2 pembinaan itu seperti akademi militer dan dunia alumni itu seperti medan pertempuran. Di akademi militer itu siswa dan mahasiswa dibina agar siap bertempur di medan perang alumni setelah lulus, meski sendirian. Mereka dibina agar memiliki prinsip2 dan visi hidup serta dilengkapi dengan berbagai skill agar mampu bersaksi sebagai seorang pemimpin Kristen yang efektif di mana pun Tuhan memimpin langkahnya pergi, terutama saat hanya ia sendiri yang Kristen di tempatnya bekerja. Jika disana sudah ada pelayanan, maka ia akan memberi diri untuk mengembangkannya, tapi jika disana belum ada pelayanan sama sekali, seluruh skill yang dia pelajari di akademi akan menolongnya untuk memulai dari nol.

Aku sudah memiliki metafora itu sejak aku masih dibina waktu kuliah dulu. Waktu itu, karena aku sendiri belum pernah mengalami gimana dunia alumni itu, kadang2 aku ga ngerti bagaimana aplikasi dari semua yang diajarkan dan dilatih selama aku dibina itu. Kadang aku berpikir, buat apa kami diajarin supaya punya disiplin doa, saat teduh, ikut kelompok kecil, dilatih PA dan memimpin PA, dan semuanya yang kadang butuh banyak waktu dan tenaga, padahal waktu itu juga kami harus belajar menyelesaikan kuliah yang berat dengan baik. Karena itulah, menurutku, satu yang paling menggembirakan, menyegarkan dan melengkapi buatku selama dibina adalah kisah2 perjuangan dan kemenangan dari alumni akademi militer yang telah bertahun2 berjuang di medan tempur alumni. Itu efeknya lebih daripada 'sekadar' khotbah. Sayangnya, dari semua yang 'diluluskan dan diutus' oleh akademi tempatku dibina, rasanya jumlah mereka yang tidak hanya mampu bertahan tapi juga menyerang dan berhasil meraih kemenangan2 di medan tempur itu tidak banyak. Namun aku bersyukur karena aku bertemu dan berbincang2 cukup lama dengan dua orang di antara mereka yang sedikit itu selama kunjunganku di Den Haag.

Aku udah dengar kiprah abang dan kakak ini waktu aku masih dibina di Bandung dulu. Tapi baru minggu lalu aku bertemu dengan mereka langsung. Aku senang sekali bertemu dengan mereka dan dari saat pertama aku disambut di depan pintu, aku tidak merasa adanya beda usia dan angkatan yang cukup jauh antara kami. Selama dua hari dua malam itu kami banyak sharing, terutama dari abang yang kayanya memang senang bercerita. Aku pun manfaatkan kesempatan itu untuk lebih banyak mendengar dan menyerap prinsip2 berharga supaya aku pun nanti bisa seperti mereka, apalagi jika suatu saat Tuhan memimpinku untuk menikah dan membangun keluarga.

Aku ga akan ceritakan semuanya, tapi aku akan bagikan prinsip2 berharga apa aja yang kupelajari dari hidup abang dan kakak ini selama perbincangan kami.

1. Ada dua keputusan maha penting dan sangat krusial yang sering menentukan menang kalahnya alumni di medan perang: MEMILIH PEKERJAAN / KARIR dan MEMILIH TEMAN HIDUP. Abang itu kerja di sebuah perusahaan multinasional asing dengan fasilitas dan reward finansial yang pasti jadi dambaan banyak alumni terutama di Indonesia. Dalam percakapanku dengan abang itu, akhirnya aku tahu bagaimana pergumulannya dengan Tuhan untuk memilih pekerjaan itu . Yang pasti, aku akhirnya tahu bahwa motivasi abang itu paling pertama bukan uang, tetapi bagaimana Tuhan dapat membawanya ke tempat2 dimana dia dapat memberitakan Injil dan melayani. Dan memang Tuhan membawanya ke tempat2 yang jauh, terpencil dan sulit, dan disana memang abang itu dipakai Tuhan dengan waktu, tenaga dan uang untuk melayani-Nya. Aku juga akhirnya tahu kalau abang itu ga hanya cari uang untuk diri dan keluarga sendiri, tetapi lebih dari itu awalnya untuk mendukung pelayanan yang jelas tetap butuh dukungan dana.

Terus terang, dulu awalnya aku sempat punya pikiran negatif sama rekan2 alumni yang pengen masuk ke perusahaan multinasional yang aku tahu menawarkan reward yang menggiurkan secara finansial dan karir. Tapi sekarang, aku yakin kalau di posisi2 itu pun Allah dapat menggunakan anak2nya untuk kemuliaan-Nya, SELAMA MEMANG TUHAN MEMIMPIN DIA KE SANA, contohnya ya seperti abang ini. Nah, yang selalu jadi pertanyaan penting adalah, apakah MOTIVASI dan TUJUAN UTAMA di dalam lubuk hati terdalam waktu memilih jenis pekerjaan dan tempat bekerja itu? Jika motivasi dan tujuan pertama dan utama HANYA untuk UANG, UANG dan UANG, maka sangat disayangkan jika keputusan itu masih dibuat oleh mereka yang sudah pernah menikmati pembinaan, apalagi terlibat aktif.

Kenapa bisa terjadi demikian? Entahlah, aku pun ga punya jawaban pasti. Aktif jadi pengurus atau jadi ketua sekalipun, aktif di banyak kepanitian, ikut atau bahkan mimpin kelompok kecil, KTB atau apapun itu, ikut atau bahkan kasih training ini itu, ikut retret atau kamp sana sini berkali2, semua itu tidak menjamin siapapun akhirnya tidak memilih keputusan yang keliru di saat ujian pertama: di pagi saat ia WISUDA! Apa yang muncul dan menguasai hati kita pada pagi hari kita wisuda sering kali menunjukkan diri kita yang sebenarnya, meski selama dibina selama mahasiswa, ia tersimpan rapi dan rapat di lubuk hati kita yang terdalam. Bagiku, memilih keputusan yang tepat semuanya adalah karya Roh Kudus yang mampu mengubah hati, selama kita mau membiarkan-Nya berkarya penuh dan seluas2nya dalam hati dan itu dapat terjadi dan dimulai hanya oleh satu kali mendengar khotbah, atau sekali membaca dan mendengar Firman, atau dalam sebuah percakapan. Tapi selama hati kita yang terdalam tak mau kita serahkan kepada pemerintahan dan kedaulatan penuh Yesus Kristus sebagai raja, maka semua aktifitas dan kegiatan yang menyita banyak waktu, tenaga dan uang selama dibina di siswa dan mahasiswa tidak akan mengubah siapa yang sebenarnya berkuasa di pusat hati kita: DIRI KITA SENDIRI dengan segala keinginannya.

2. Kunci kemenangan di medan tempur alumni: persekutuan pribadi dan keluarga yang berkualitas setiap hari dalam doa dan firman, memilih teman hidup yang tepat dan saling mendukung sesuai pimpinan Tuhan, hati yang berkobar2 memberitakan Injil dan memberi diri untuk tetap terlibat melayani di mana pun Tuhan memimpin, dan akhirnya ketaatan penuh kepada Tuhan dan kekudusan hidup khususnya dalam hal2 kecil dan yang kata dunia 'abu-abu'. No compromise, no problem, no sin.

Kesempatan untuk disegarkan secara rohani di Belanda ini rasanya lebih sedikit daripada di Indonesia, apalagi di kota2 besar seperti Jakarta dan Bandung. Tetapi, perbincangan kami selama beberapa hari itu sungguh menyegarkanku untuk mengikuti teladannya dan terus bertempur, tidak hanya bertahan, tapi juga menyerang dan menyatakan terang. Ibarat seorang letnan yang baru lulus dari akademi dikuatkan bukan oleh teori2 yang udah diperoleh di ruang2 kelas tapi oleh perbincangan penuh inspirasi selama satu malam dengan jenderal binaan akademi (yang sama juga), yang sudah kaya dengan berbagai pengalaman, luka2 bekas bertempur di sana sini yang sudah kering dan, tentu saja, kisah2 kemenangan di medan perang.

Semoga Tuhan menolong, menguatkan dan memimpin setiap kita dimana pun Tuhan tempatkan kita. Segala kemuliaan hanya bagi Tuhan yang telah memberi kita keselamatan, arti dan tujuan hidup yang sejati!

Tuesday, October 30, 2007

Oleh-oleh dari Den Haag

Weekend yang lalu, mulai dari Jumat malam sampe Minggu sore, aku berada di Den Haag. Sebenernya tujuan utamanya sih ya buat menghadiri satu event pada hari Sabtu, cuma acaranya sendiri sih menurutku biasa2 aja. Aku justru begitu diperkaya bukan dari acara itu, tapi dari perbincangan2 yang aku alami dan nikmati dengan sejumlah teman selama dua hari dua malam itu. Itulah oleh2 dan berkat besar yang menyegarkanku dari kunjunganku ke Den Haag itu.

Aku menikmati pertemuan dan perbincangan dengan enam orang (semuanya orang Indonesia) dan aku akan coba tuliskan apa yang udah kupelajari dari setiap mereka. Kayanya aku akan bagi jadi lima seri dalam beberapa blog ku ke depan, berdasarkan pembicaraan dengan keenam orang itu. Jadi, siapa aja mereka?
1. Abang dan kakak ini adalah pasangan suami istri dengan dua putri yang baru aja tiba di Belanda dari tugas sekian lama di negara lain. Aku nginap di apartemen mereka selama dua malam itu dan menikmati makanan yang enak heheh.
2. Seorang teman Indonesia yang sedang studi S2 di Belanda. Sebelumnya aku hanya kontak sama dia lewat milis dan SMS.
3. Seorang teman Indonesia yang sedang studi S1 di Belanda juga. Aku baru ketemu dan kenal sama dia pas acara di Den Haag itu.
4. Teman yang dulu kerja bareng aku di Indonesia dan sekarang sedang memulai studi S2 di Belanda. Senang banget bisa ketemuan lagi heheheh.
5. Seorang hamba Tuhan yang telah melayani Tuhan selama 20 tahun lebih di Eropa. Aku ketemu dan ngobrol sama beliau selama perjalanan di kereta.

Ok, itu dulu buat hari ini. Nanti lah aku lanjutin, moga2 ga lupa.

- yang jadi merasa tambah 'tajam' setelah di-'tajam'-kan sama teman2ku itu... Thanks guys!

In a relationship!

Setelah sekian lama jadi single, akhirnya, meminjam istilahnya Friendster, statusku berubah juga jadi 'in a relationship' heheheh. Kapan itu berubahnya ga penting, ga perlu dipublikasikan, yang penting udah berubah ajah heheh. Terus terang, aku excited banget tapi aku juga sadar bahwa ini awal dari sebuah perjalanan yang ga mudah dan kami (aku dan dia) harus siap dengan segala yang siap menanti di depan kami. Bagiku, yang terpenting adalah bagaimana memulai dan menjalaninya dengan cara yang Allah kehendaki.

Kalau aku diminta kasi simbol untuk hubungan berpacaran (dan menikah), maka aku suka simbol segitiga. Segitiga menggambarkan tiga pihak yang harus ada dalam hubungan itu, dalam hal ini, aku, pacarku, dan Tuhan. Sudut segitiga yang mewakili Tuhan harus ada di atas sebab kami ingin Dialah yang memimpin dan memberkati hubungan kami. Hanya ketika kami masing2 semakin dekat kepada Tuhan maka kami akan semakin dekat satu sama lain.

Sebenernya aku pengen nulis banyak, tapi setelah kupikir2, aku ga jadi nulis. Aku pengen kami mengalaminya dulu dan bertumbuh di dalam semua itu, daripada aku nulis tapi kami sendiri ga menjalaninya. Kami, aku dan dia, udah memutus tali yang mengikat kapal kami dan kami udah mulai berlayar. Kami tak tahu apa yang akan muncul di lautan di depan kami, sementara pantai yang udah kami tinggalkan pelan2 mulai hilang dari pandangan. Tapi kami bersyukur karena kami telah mengundang Tuhan menjadi nahkoda dan pemimpin kami. Selama Dia memimpin kami dan kami terus mau belajar taat kepada-Nya dan saling mengerti satu sama lain, aku yakin kami akan mampu menghadapi dan melalui apapun yang menghadang kami. Semoga!

Therefore everyone who hears these words of mine and puts them into practice is like a wise man who built his house on the rock. The rain came down, the streams rose, and the winds blew and beat against that house; yet it did not fall, because it had its foundation on the rock.
Jesus Christ, Matthew 7:24-25

Wednesday, October 24, 2007

One hour, one day, the whole life

Setelah umur tua segini, akhirnya baru kemarin aku berkenalan sama yang namanya fitness center. Maklumlah, dulu belum bisa soalnya dulu fitness prioritas ke sekian, lagian dulu ga ada duit buat fitness. Kalo pun ada duit, ya lebih bagus dipake buat makan heheheh. But now things have changed and I think I'm ready to try another new exciting thing in life.

Aku nikmati kok tadi sekian lama berolahraga dengan mencoba berbagai macam alat fitness. Aku merasa segar tapi juga pegal dan capek. Tapi aku ingin coba lagi ah, lagian aku udah bikin kartunya buat jatah setahun, jadi kalo ga dipake sayang kan? Trus pas ada teman yang berbaik hati ngajarin, wah makin mantap lah kan. Thanks buddy! Minggu depan lah kita fitness lagi.

Seperti biasa, aku suka melihat sesuatu dari perspektif berbeda, trus menarik pelajaran dari situ. Jadi apa aja yang kupelajari hari ini selain gimana membentuk otot2 ku? Ada beberapa sih, cuma aku mo share satu aja. Selama latihan tadi, aku sadar kalo orang cenderung lebih suka melihat hasil tapi ga pengen melihat proses untuk mencapai hasil itu. Menurutku fitness itu bagus buat ngejaga fisik biar (kelihatan) oke. Siapa sih cowo yang ga mau badannya atletis dengan perut six pack? Aku juga pengen lah. Tapi baru di ruangan fitness tadi lah aku tau apa yang bikin banyak orang akhirnya ga mencapai apa yang mereka inginkan itu. Usahanya itu man, beh, butuh ketekunan, niat, kerja keras dan tentu aja, duit hehe... Apalagi waktu aku coba sendiri apa yang cowo2 atletis di ruangan gym tadi udah lakukan sekian lama sampe body mereka bagus like the 300 Spartans gitu, beh aku kembali sadar apa arti NO PAIN, NO GAIN. Selama ga mau berlelah2, tekun dan niat buat exercise, punya body kaya Hercules mah tinggal mimpi.

I think we can learn much more from the process rather than the result. Melihat hasil akhir itu bagus buat membuat kita punya mimpi, punya cita2 sampe ke langit. Having a realistic but challenging dream is a good start soalnya banyak orang yang bermimpi aja ga berani. Nah, cuma itu ga cukup. Setelah bermimpi terbang sampe ke langit, lalu lihat juga prosesnya. Melihat proses yang menjadikan hasil seketika itu juga akan membawa kita yang lagi di langit kembali ke bumi. Gedebummmm!! Gitulah mungkin suaranya pas kita jatuh kembali ke bumi ketika sadar bahwa ga ada yang gampang buat mencapai sesuatu yang baik. Iya lah, semua butuh usaha, wong itu udah hukum alam. Kalo ga percaya, coba deh pelajari Hukum Newton di fisika SMA kelas 1 hehehe...

So, if we listen to a very good singer, watch her singing live on stage and then see how she practice at her house for hours. Kalo kagum sama permainan piano pianis hebat, sekali2 lihat juga gimana dia latihan berjam2 tiap hari. Kalo salut lihat temen pinter, coba lihat gimana caranya dia belajar. Pengen jadi entrepreneur sukses dan milyuner kaya Chris Gardner, mari juga lihat perjuangannya dengan menonton film The Pursuit of Happyness (I really recommend this one). This is a long long list if we want to add more. This what makes me love biographies and inspiring movies based on true stories.

Well, what do I learn today in a nutshell?
If we want to dream, spend one hour to watch these successful people perform on their stages.
If we want to see how badly we dream, spend a day to see how they practice.
Then if we want to be successful like them,
spend our whole life doing what they have been doing.
Finally, if we want to be more successful than them,
spend our whole life doing what they have been doing, but better every time.

The question is, are we dreaming the right thing?

Tuesday, October 23, 2007

My favorite song: Faithful One

Ini lirik dari satu lagu yang lagi aku suka banget dan menguatkan aku, apalagi di saat2 menentukan ini. Melodinya pas dan asik, kata2nya sederhana, tapi maknanya dalam, ... tipe lagu aku hehe... Enjoy!

Faithful One
by Brian Doerksen

Faithful one, so unchanging
Ageless one, you're my rock of peace
Lord of all, I depend on you
I call out to you, again and again
I call out to you, again and again

You are my rock in times of trouble
You lift me up when I fall down
All through the storm
your love is the anchor
My hope is in you alone

Monday, October 22, 2007

Vacant urgent positions, anywhere, anytime!!!

Hari Minggu kemarin, di acara ulang tahunnya teman gereja, aku terlibat pembicaraan yang menarik dengan dua orang temen. Satu orang nyeletuk kalo usia bertambah bikin orang makin tua dan yang membedakan orang tua dan orang muda adalah pengalaman. Kata2 temenku itu lantas bikin aku ingat sama apa yang pernah diajarin seseorang guru tua dulu sama aku, sekitar tiga tahun lalu. Beliau bilang kira2 gini (dengan interpretasiku), "Jangan langsung silau sama orang yang (bilang dirinya) berpengalaman, karena pengalaman dia bisa aja salah. Coba lihat itu supir angkot di Medan, mereka memang berpengalaman nyetir mobil, tapi pengalaman mereka nyetir angkot itu jelas pengalaman yang salah." Trus aku lalu timpali kata2 temenku itu dengan mengutip ulang apa yang udah diajarkan guru tua itu. Temenku itu lalu mikir2 bentar trus dia lalu ngangguk2 bilang setuju.

Aku juga setuju sama kata2 guru tuaku itu. Sebenernya bahkan setelah beliau bilang itu ke aku, dalam hati aku menjawab gini, "kalo gitu Pak, berarti pengalaman Bapak juga bisa salah dong, meski Bapak udah profesor doktor lulusan Amrik..." Temenku satu lagi memberi insight yang menarik dalam perbincangan kami, untuk menjawab pertanyaan bagaimana kita menilai benar / salahnya sebuah pengalaman? Setidaknya ada tiga tolok ukur yang bisa dipakai:

1. Kalau pengalaman itu tidak sesuai dengan peraturan dan standar umum / global yang berlaku, maka jelas pengalaman itu salah, meskipun pengalaman itu telah dipelajari berpuluh tahun. Contohnya, ya supir angkot di Medan itu kalo nyetir seperti itu di Belanda, pasti cepat atau lambat bakal ditangkap polisi.

2. Kalau belum ada peraturan dan standar umum / global yang dapat dijadikan tolok ukur (terutama kalo sedang menghadapi satu persoalan yang sama sekali baru), maka pengalaman menjadi salah jika ia tidak dapat diaplikasikan secara tepat untuk menjawab persoalan yang ada sesuai KONTEKS saat itu. Contohnya, seorang doktor ekonomi didikan Amrik ga bisa langsung pake teori2 dan best-practices ekonomi di Amrik bulat2 di Indonesia, tanpa memperhatikan kondisi di Indonesia secara hati2 dan komprehensif.

3. Kalo standar ato peraturan yang bisa jadi tolok ukur belum ada trus kita juga belum tahu detil kondisi lapangan, maka pengalaman harus diuji dan tunduk kepada akal sehat atau common sense. Pengalaman bisa melengkapi, tapi menurutku, akal sehat (dan kadang2 intuisi atau firasat, altough not recommended) harus jadi tuan.

Lesson apa yang bisa ditarik dari sini bisa ditujukan buat orang yang merasa masih muda dan kurang pengalaman dan mereka yang merasa udah tua dan banyak pengalaman. Buat yang masih muda, apa yang kita pelajari tentang pengalaman ini jadi dasar kuat untuk ga pernah minder atau langsung merasa inferior sama mereka yang ngaku udah tua, berpengalaman dan udah banyak makan asam garam kehidupan. Ingat, menghormati / mendengarkan mereka dan tetap kritis atas apa yang mereka katakan / ajarkan adalah dua hal yang berbeda! Never be intimidated by any claims of long experience without analyzing it quite thoroughly.

Nah, bagi mereka yang merasa udah tua dan ngaku berpengalaman, this is a wake up call for you to keep yourself humble to be a lifelong learner. Pengalaman Anda belum tentu benar atau tepat untuk dipakai di kondisi yang berbeda dengan kondisi dimana dulu Anda menerima pengalaman itu. Jadi jangan langsung terlalu cepat Anda merasa bangga dan superior dengan pengalaman Anda yang banyak itu atau berpikir Anda dapat dengan mudah 'menaklukkan' siapapun yang lebih muda dari Anda dengan berkata, "Nak, aku ini udah melakukannya selama berpuluh2 tahun...", apalagi sama yang nulis blog ini dan kedua teman bicaranya itu heheheh... We're always ready to listen to you, but it doesn't mean we instantly agree with you.

Vacant urgent positions anywhere, anytime: humble learners with growing experience of doing the right things right.

Friday, October 19, 2007

A tribute to excellent teachers

Beberapa hari yang lalu aku ketemu dosenku yang ngajarin academic english skills. Aku ga nyangka kalo ternyata beliau masih ingat namaku, padahal aku ngambil kuliah itu tahun lalu, jadi pasti beliau udah ngajar banyak student baru setelah itu. Setelah chat sebentar, aku ngucapi terimakasih ke beliau karena dedikasinya membawakan mata kuliah itu dan apa yang kupelajari itu emang udah membantu banget buatku nulis laporan internship sehingga dapat nilai lebih baik dari target. Memang sih ikut kuliah beliau itu demanding, soalnya banyak tugas trus ujiannya ga gampang (emang ada gituh ujian yang gampang di TUE? hehehe...) tapi aku senang karena aku juga selesai dengan baik, lebih baik daripada anak Belanda rata2 di kelasku soalnya waktu itu cuma aku sendiri yang bukan Belanda.

Guru-guru yang berdedikasi memang telah memberiku pengaruh yang ga kecil dalam hidupku. Mulai dari TK ampe kuliah sekarang ini, ada beberapa guru (termasuk dosen) yang aku bener2 hormati karena dedikasinya dalam mengajar dan menolongku untuk mengerti. Sayangnya, selama aku kuliah di Indonesia jumlahnya ga banyak, sementara hampir semua dosenku yang ngajar di TUE ini semuanya committed banget buat ngajar dan nolong mahasiswa dalam belajar. What a pity! But anyway, I'd like to dedicate this blog as my tribute to excellent Indonesian teachers that have influenced my life so far.

Aku mulai dari SMA sampe pas di ITB aja, soalnya kalo SMP ke bawah udah pada lupa euy. Pas di SMP, aku suka banget sama pelajaran sejarah di kelas 2 (kalo ga salah) karena bapak guru yang ngajar sejarah waktu itu asik banget ngajarnya, kaya bercerita tapi sambil ngelatih aku menganalisis sejarah dan belajar dari sejarah. Trus aku juga suka biologi di kelas 2 karena ibu guru yang ngajar asik, apalagi pas praktikum, wah aku nanti2kan banget. Sebenernya ada lagi sih, cuma itu aja dulu yang bisa kuingat.

Aku berterimakasih sama bapak ibu guru di bawah (yang bisa kuingat sekarang) yang udah ngajar aku dengan baik selama di SMA. Sorry banget kalo aku lupa namanya, tapi yang pasti aku masih ingat face-nya.
1. Pak Ompusunggu, guru matematik di kelas 3. Wah, bapak ini guru matematik favoritku. Pertama aja sih kelihatannya sangar, tapi sebenernya hatinya baik dan senang membantu siswa. Aku jadi makin suka matematik karena bapak yang ngajar. Sayang ya Pak kita ga banyak persiapan buat olimpiade matematika dulu... gimana ga kalah :(
2. Bu Lilis, guru matematik di kelas 1. Ibu ini aku suka cara ngajarnya trus manis lagi hihihi... Aku masih ingat ibu ini sabar ngeladeni pertanyaanku waktu aku nanya soal probabilitas. Seru deh.
3. Pak guru fisika di kelas 2. Juga kelihatan sangar sih awalnya, tapi bapak itu baik kok. Ngajarnya oke, apalagi kalo nulis di papan, wah tulisannya rapi coy. Sayang, kalo ga salah kudengar udah meninggal. Abis beliau kuat banget ngerokok, kaya kereta api aja...
4. Bu guru bahasa Indonesia di kelas 2. Wah bu, kayanya ibu deh yang paling paten ngajar bahasa Indonesia. Aku suka banget pas ibu yang masuk, trus ibu lucu ngajarnya, seger.
5. Bu guru akuntansi di kelas 1. Ibu ini selain cantik, ngajarnya juga bagus, meski aku tetep aja susah bikin debet kreditku balance... mungkin aku memang ga pas jadi akuntan bu heheh...
6. Bu Pandiangan, guru kimia. Ibu ini cool abis, tegas tapi kimia jadi menarik kalo ibu yang ngajar. Aku masih ingat ibu ngejewer aku pas upacara bendera. Gimana lah ga tidur bu, abis ngebosenin sih heheh... Tapi aku yakin ibu sayang kok sama aku kan.

Kayanya itu dulu buat guru SMA. Nah sekarang terima kasih banget buat dosen2 di bawah yang udah ngajar aku dengan baik waktu di ITB. Aku daftarin sesuai urutan yang muncul di kepalaku.
1. Pak Hamonangan Situmorang, dosen pembimbing TA. Makasih pak untuk diskusi dan ngobrol yang menyenangkan dengan bapak. Jarang ada dosen kaya bapak yang mo sediain waktu dengan mahasiswa.
2. Dr. Suhartono Tjondronegoro, dosen Digital Signal Processing. Bapak sangat berdedikasi kalo ngajar dan buat ngebimbing mahasiswa. Beliau ini pasti persiapan kalo ngajar, trus senang melayani pertanyaan mahasiswa. Makasih juga pak buat soal2 ujiannya yang susah, mirip kaya soal ujian di TUE hehe...
3. Pak Wirana Dananjaja yang ngajar optik. Aku suka cara ngajar bapak yang runtut, jelas dan to the point. Bapak juga jarang absen kalo ngajar, trus senang melayani mahasiswa kalo ada pertanyaan.
4. Dr. Sri Redjeki, dosen kalkulus dan matematika teknik. Ibu ngajarnya dedicated, lugas, cuma aku aja yang otaknya mungkin belum nyampe buat ngerti kalkulus waktu itu hehe...
5. Dr. Sudirham yang ngajar rangkaian listrik. Aku suka cara ngajar bapak yang bikin aku gampang ngerti rangkaian listrik yang kadang2 nyebelin.
6. Dr. Suwarno, dosen elektromagnetik I. Dari beliau ini aku jadi ngerti sedikit lebih baik apa yang ada di pikiran si Maxwell. Soalnya dapet A sih hehe...

Buat bapak ibu guru semua, makasih banyak ya atas semua yang udah bapak ibu lakukan. I really appreciate it.

-yang juga ngerasain jadi guru dan kalo ada mantan student yang berterima kasih samaku... it's invaluable, something that money can't buy...

Tuesday, October 16, 2007

My second 'UMPTN' marathon

Hari Minggu yang lalu ada gawean besar di Eindhoven. Ribuan orang berlari2 keliling ikutan Eindhoven Marathon dan sebagian dari mereka (terutama yang profesional) melewati jalan di rumahku, jadi persis di depan kamarku hehe. Kudengar hadiahnya dalam bentuk uang dan lumayan lah, puluhan ribu euro gitu. Gara2 marathon, lalu lintas hari itu jadi agak ribet soalnya sebagian jalan di pusat kota ga bisa diterobos. Meski begitu, aku menikmati juga lah melihat segitu banyak orang lari dengan antusiasnya.

Waktu aku bersama banyak orang lain menonton dan kasih semangat buat para peserta maraton, aku jadi kepikiran kalo sebenernya aku juga sedang lari maraton dalam hidupku. Menurutku, life is also a marathon due to its length. Hidup bukan seperti sprint 100 meter yang mengutamakan kecepatan. Karena hidup ini bagiku seperti maraton, jadi yang dibutuhkan adalah attitude yang persis ditunjukkan sama para pelari maraton yang kutonton itu, terutama yang profesional yang hampir semua berkulit hitam, kurus dan mungkin khusus datang dari Afrika sana.

Mereka ketika berlari begitu fokus, pandangannya mengarah ke depan, bukan ke samping apalagi ke belakang. Aku perhatikan mereka lari dengan kecepatan konstan, bukan secepat lari sprint, tapi yang penting stabil sebab jarak yang harus mereka tempuh bermil2 jauhnya. Di sini, konsentrasi, stamina, endurance, persistence, determination menjadi kunci untuk menyelesaikan perlombaan dan menembus garis finish. Karena pemenang cuma ada beberapa orang dari sekian ribu peserta, jadi aku pikir kayanya sih goal utama mereka bukan untuk mendapatkan hadiah, tapi menyelesaikan lomba sampai jarak nol lebih baik dari catatan waktu mereka sebelumnya kupikir udah jadi prestasi tersendiri buat mereka. Sebab mereka pasti udah berlatih keras demikian rupa untuk mengikuti maraton ini. Apalagi buat yang profesional, mungkin semua aspek hidup mereka, seperti diet, istirahat, mental, dll disiapkan buat berlari dan mencapai tujuan akhir dan satu2nya: garis finish.

Kalo menjalani hidup seperti seorang pelari maraton, berarti semua attitude itu pun berlaku dan mutlak perlu. Ini berarti hidup harus punya tujuan akhir yang jelas dan pastinya sih itu masih jauh nun di sana dan ga gampang. Karena itu jauh, sulit tapi berharga buat kita, maka sama seperti para pelari itu, fokus, daya tahan, ketekunan, tekad menjadi vital. Semua aspek hidup pun diatur sedemikian untuk mengabdi kepada pencapaian tujuan itu. Aku ga tahu apa tujuan hidupmu, tapi kalo tujuan itu belum mampu untuk mengobarkan semua sikap itu untuk mencapainya, mungkin kita belum punya tujuan sama sekali atau tujuan kita itu perlu didefinisikan ulang.

Satu tahun ke depan ini bener2 seperti maraton untukku. Aku sadar aku perlu ingatkan diriku tiap hari kalo aku ini seorang pelari maraton dan aku sedang berlomba untuk mencapai tujuan yang udah kutetapkan. Cuma kali ini, lawanku cuma ada dua: diriku sendiri dan waktu. Kalo aku ga bisa sampai garis finish sebelum waktu habis, maka jelas aku kalah. Di ruangan tempat aku menulis blog ini, juga banyak student yang sedang sibuk dengan laptop atau buku mereka, entah apa yang mereka kerjakan. Tapi mereka bukan lawanku berlomba dalam lomba yang kujalani, sebab mereka punya lomba mereka sendiri. Jadi, kasarnya, mereka sama sekali bukan urusanku dan aku ga perlu pusingin mereka. Tapi meski begitu, aku bisa jadi penonton dalam lomba mereka dan aku bisa memberi semangat, cheerleading, menawarkan sebotol air atau mungkin spons untuk melap keringat yang membasahi tubuh mereka yang berlari...

Aku jadi ingat satu tahun yang mirip seperti satu tahun yang sedang kujalani ini. Persis sepuluh tahun yang lalu, aku memulai lari maraton selama setahun dengan satu tujuan pasti: lulus UMPTN dan merebut satu kursi di PTN pilihanku. I still remember clearly those hard days and nights when I stood staying up very late to the dusk preparing myself for the exam. I was so determined and focussed to my goal that I didn't really care about my health, sampe2 temenku pernah bilang kalo waktu itu aku kuruuus banget. Akhirnya aku memang jatuh sakit, tapi syukurlah setelah aku menyelesaikan lomba dengan hasil manis.

Today, ten years later, I find myself running again for my second 'UMPTN' marathon. I know I'm ten years older than before. Minggu lalu temanku bilang kalo dia lihat aku lebih kurus. Aku pun tahu itu sebab cermin di kamarku ga mungkin berbohong. Tapi kalau dulu aku bisa, orang lain bisa, dan aku punya Tuhan, rasanya tak ada alasan bagiku untuk menyerah dan berhenti berlari. I will run in nothing else but His power. He has been my greatest cheerleader through all people who love, pray, encourage and support me along the track, shouting "Come on Ritz, you can do the next mile!"...

Monday, October 15, 2007

It is right to know your right

Akhirnya aku kembali lagi nge-blog. Satu minggu ini memang aku lebih banyak di rumah dan beristirahat habis internship. Yah, menenangkan diri dulu lah, tapi minggu ini I'm back on track, keeping myself busy hehehe.

Satu hal yang kupelajari selama di Eropa ini adalah aku semakin menyadari apa aja hak-hakku dan mengklaim hak itu sampai mendapatkannya jika memang perlu. Aku ga terlalu menyadari hal ini sebelumnya bahkan sering ga tahu kalo ternyata aku punya hak lebih banyak dari yang aku tahu. Contohnya, beberapa hari yang lalu, di tempat kerja, aku dikasih tahu sama teman kalo mulai dua bulan yang lalu bosku minta aku dan teman2 di 'divisi'-ku untuk mengerjakan apa yang dulu biasanya dikerjakan sama orang2 dari 'divisi' lain. Trus, karena aku merasa itu hakku sebagai employee untuk tau apa alasannya, aku tanya balik kenapa keputusan itu dibikin. Dia coba kasih alasan, tapi akhirnya dia bilang akan minta si bos jelasin langsung ke aku.

Dia pergi dan ga sampe lima menit bosku datang. He told me that my colleagues and I will do that because he said so. Ya, dia bilang satu alasan lain sih tapi tetap aja sih kurang pas menurutku. Dia lalu bilang, kenapa aku nanya kenapa, kan itu bukan pekerjaan besar atau apa mungkin aku keberatan. Tidak, aku jawab, ini bukan masalah kerjaan kecil ato ga, ato bukan masalah aku ga mau kerjain, cuma aku hanya ingin tahu aja alasannya apa. Menurutku itu hakku sebagai employee (yang ini aku ga bilang ke dia sih). Abis itu dia langsung diam dan cabut pergi. Kalau saja dia ga kasih alasan apapun (cukup because I say so), kayanya aku ga akan tinggal diam. Aku bakal akan tetap nanya, karena aku tau itu hakku and therefore I know it is right to know and claim my right, especially in the right time for the right reason in the right manner.

Beberapa bulan yang lalu aku ngalami hal mirip. Batere laptopku rusak dan berdasarkan isi kontrak dengan TUE, aku merasa berhak klaim dapat batere baru dari TUE. Aku datang ke bagian yang ngurusin laptop tapi mereka bilang garansi batere cuma 6 bulan dan karena udah lewat jadi mereka ga bisa ganti batere baru dan aku lebih beli baru. Beh, beli baru harganya 100 euro lebih trus enak aja itu orang di front desk jawab gitu. Aku bilang aku akan kembali lagi bawa kontraknya. Ga sampe sejam, aku balik lagi ke orang yang sama dengan kontrak dan aku tunjukin ga ada itu batas waktu 6 bulan buat batere. Bahkan di sana tertulis garansi sampe studi selesai including hardware dan ga ada tulisan kalo batere di-exclude. Itu orang lalu bicara ke atasannya lalu tetap aja bilang bahwa mereka ga bisa beri aku batere baru.

Hahaha, aku ketawa dengar jawabannya. Oke lah, kau pikir semudah itu kau taklukkan aku, ha? Ga tahu dia aku ini siapa, ga tau dia kalo aku ini orang Batak dari Medan yang ga gampang kalah sama gertak level segitu. Justru aku yang bakal gertak balik hehe. Abis itu aku langsung pergi complain ke International Office dan mereka melayani aku dengan baik. Aku juga langsung kirim email jelasin sedetilnya masalahku ke authority di TUE tentang masalah ini. Hasilnya? Beberapa hari berikutnya aku dapat email dari orang di bagian urusan laptop itu kalo aku bisa datang ke kantor mereka dan mereka akan ganti batere laptopku dengan yang baru. Hehehehe, kali itu aku bisa tertawa senang karena akhirnya aku menang, apalagi waktu aku balik ke bagian itu dan ketemu lagi sama orang front desk yang sama. Oh, betapa kurasakan aura kemenangan sebab pasti dia masih ingat aku hahaha. Coba kalo waktu itu nyaliku kecil, ato aku malas ngurus2, atau aku ga berani dengan gertak segitu aja, beh, aku bakal keluar uang 100 euro lebih buat membeli sesuatu yang sebenernya aku berhak dapatin gratis. Siapa yang bodoh, lha jelas aku lah kan?...

The lesson is, again, know exactly what your rights are. If you know you're right, never let anyone silence you. Show them that you're right. You'll never know the result if you stop trying.

Sunday, October 07, 2007

Paul and Timothy of Blues

Renungan yang dibawain di gereja pagi tadi berkesan banget samaku. Diambil dari pesan Paulus kepada Timotius, inti message yang kutangkap adalah terutama pesan kepada mereka yang lebih 'tua' untuk tidak segan memberikan encouragement, arahan, bimbingan dan semacamnya kepada mereka yang lebih 'muda'. Dalam hal ini, bagiku yang jelas membedakan seorang yang lebih 'tua' dari seorang 'muda' adalah pengalamannya. Ada satu lagi sih sebenernya message yang penting dari renungan pagi ini, tapi mungkin aku akan share lain kali aja.

Peristiwa yang bener2 menarik buatku terjadi waktu coffee time setelah ibadah selesai. Dimulai dengan jabatan tangan dan say hello, aku mulai percakapan dengan seorang jemaat senior (orang Belanda) di gereja yang dengannya aku belum pernah ngobrol. Setelah bicara2, eh ternyata aku baru tahu kalo beliau ini seorang guru gitar dengan spesialisasi Blues. Aku yang memang tertarik dan pengen belajar teknik gitar yang satu ini bener2 tertarik sama ceritanya. Kebetulan di gereja tadi ada gitar yang bisa kami pakai, akhirnya hampir 1.5 jam kami duduk hadap2an sambil ngobrol tentang gitar Blues sambil langsung praktek dan demo dengan itu gitar. Wah, bener2 deh beliau itu jago banget main gitar Blues-nya. Top banget deh pokoknya, sampe selama dia jelasin aku teorinya sambil praktek langsung, aku sulit banget melepaskan mataku dari menikmati kelincahan jari2nya menari di atas fret gitar dan memetik kelima senarnya. Aku excited banget karena emang udah dari dulu pengen belajar gimana cara bisa main gitar Blues kaya beliau, cuma belum bisa karena belum ketemu orang yang mau dan bisa ngajarin. Selama menit2 itu, aku persis seperti anak kecil yang kegirangan karena boleh makan permen atau es krim kesukaannya sepuasnya hehehe.

Ga cukup hanya di situ, aku juga belajar banyak dari sharing beliau tentang gimana memanfaatkan musik (dalam hal ini Blues) untuk menciptakan kesempatan2 dimana orang jadi tertarik untuk datang dan terbuka untuk percakapan yang bisa diarahkan untuk menceritakan Injil. Aku salut sama beliau yang udah mendedikasikan karunia bermain musik yang dia punya hanya untuk Tuhan. Sebenernya sih aku pengen dengar share beliau lebih banyak, cuma kami harus berpisah karena aku harus pergi. Tapi beliau udah berjanji minggu depan akan memberiku bahan belajar teknik gitar Blues untuk aku pake buat latihan. Udah gitu, ntar aku bisa tanya2 ke beliau tentang skill yang aku pelajari tiap kali ketemu di gereja. Wow, rasanya beruntung banget bisa belajar sesuatu yang kita pengen banget pelajari langsung ke guru yang bener2 master dalam bidang itu, udah gitu free of charge lagi hehe. What a lucky guy I am!

Lha, trus apa hubungannya ini sama renungan tadi? Aku melihat pembicaraan kami tadi sebagai aplikasi langsung dari renungan tadi. Bapak tadi itu ibarat Paulus dan aku Timotius. But this time, he and I are 'Paul' and 'Timothy' of Blues...

- yang lagi jatuh cinta sama Blues heheheh...

Thursday, October 04, 2007

What if you are one of those only twenty people in the world?

Besok adalah hari terakhir internship ku di Philips Research Europe Eindhoven. Tak terasa, tiga bulan penuh aku udah lewati di tempat ini. To be honest, having an experience working in a world class corporate research lab seperti Philips is a dream come true. Waktu aku apply ke TUE dua tahun lalu, aku udah browsing2 juga tentang High Tech Campus dan Philips Research, dreaming how lucky I am if I can spend part of my study there. Siapa nyangka, yang dulu cuma mimpi, eh sekarang jadi kenyataan? So, at least I can learn something again today: NEVER LET YOUR MIND BE AFRAID TO DREAM THINGS YOUR BODY (AND YOUR GOD) CAN DO.

Jadi, apa kesanku sejauh ini? Aku bersyukur bisa melihat dan mengalami gimana keseharian bekerja di lab riset kelas dunia. Aku belajar bahwa riset adalah tipe pekerjaan yang butuh kesabaran karena kadang butuh waktu lama, bahkan bertahun2 untuk melihat dan menikmati hasilnya. Seperti topik yang kukerjakan ini, orang2 di group ku udah kembangin mulai tahun 2004! Jadi, tepat lah kalo orang2 yang kerja di riset harus berani dan gesit melihat masalah, kreatif membuat solusi dan inovasi, dan bermimpi tentang masa depan dimana banyak hal bisa dibuat lebih baik daripada sekarang. Aku beruntung bisa kerja dengan orang2 pintar karena banyak yang udah doktor di groupku. Senang bisa berdiskusi sama mereka dan belajar banyak dari mereka.

Sebenernya sih, meski besok officially hari terakhirku buat internship, aku masih akan datang lagi buat revisi dan perbaikan laporanku, maklum supervisorku orang2 sibuk. Selain itu aku juga diminta buat kasih presentasi tentang hasil internship ku di Philips dimana supervisorku akan undang orang2 yang tertarik untuk hadir. Wow, it's really cool yet thrilling to present something scientific in front of people with strong academic and professional background.

Selain itu, aku sebenernya juga udah ditawarin topik untuk graduation project (tesis master) lengkap dengan kontrak kerjanya, tinggal teken doang. Meski tertarik, aku sih masih mikir2 dulu, yah sekalian ambil waktu buat break dulu lah sebelum mulai tesis. Topik yang mereka tawarkan ya supaya aku membuat model dan sistem yang udah mereka bikin sejak 2004 itu lebih baik, in some ways (sorry, it's confidential). Sejauh ini sih, dari publikasi yang ada tentang topik ini, cuma ada satu group lain di dunia ini selain group ku di Philips yang mengerjakan hal yang sama, kalo ga salah di Apple Computers di Amrik sono. Tentu dong, dari publikasinya, hasil group kami lebih bagus dari hasil pihak lain itu hehehe. Let's say hanya ada dua puluh orang di dunia ini yang meneliti dan mengembangkan teknologi itu, terus terang aku bangga banget bisa jadi salah satu dari dua puluh orang itu. Jadi kalo aku ambil tawaran topik tesis di Philips, then I'll be working on a very interesting research on a very cutting-edge technology that may exist in the market three years to come! Apalagi kalo hasil risetku nanti bener2 mereka pake jadi bagian teknologi mereka dan jadi produk juga, sama seperti hasil internship ku sekarang yang juga bakal mereka pakai. Cool banget kan?

Ya sih, cool sih emang cool, cuma aku tahu pasti ini bener2 ga mudah buatku. Tapi, ya begitulah, seperti kata mamaku, kalo cuma mo cari yang gampang2 doang, ga mau capek, ga mau berjuang, ya jadi orang mati aja lah kan. Lagian, ga ada yang mudah dalam memulai sesuatu yang baru. Aku masih ingat, dulu waktu aku pertama kali masuk SD, rada takut juga awalnya sampe harus diantar mama. Tapi ga lama aku jadi senang juga sekolah, jadi besoknya aku pergi sendiri. Gitu juga waktu aku masuk kuliah, muncul pikiran apa aku bisa lulus dengan baik ga ya. Eh ternyata bisa juga tuh, meski harus berlelah2 hehehe. Gitu juga tiga bulan yang lalu waktu aku mulai internship dan dikasi tahu apa yang harus kukerjain, aku sempat kuatir dikit juga kalo2 itu susah banget dan aku ga bisa selesaikan. Ternyata sekarang kekuatiranku ga terbukti tuh. Well, all the experience of 'before' and 'after' teach me that when climbing a big mountain, it may not look as big as when we see it for the first time. Even when we successfully climb and stand on its peak, we are higher than the very mountain, right? Sebab semua rasa lelah dan penat mendaki gunung perjuangan akan sirna saat berhasil mencapai puncaknya, sambil berdiri menikmati segarnya desiran angin dan indahnya matahari terbenam... Yah, semoga lah semua berjalan lancar, lagi2 hanya dengan pertolongan-Nya.

Wednesday, October 03, 2007

On movie: Babel (2006)

Sebagai perayaan udah nyelesain laporan, tadi malam aku nonton film Babel. Dah lama siy pengen nonton film ini, soalnya penasaran juga, apalagi dari judulnya. Filmnya bagus, inspiring, trus rada nyeni kayanya. Yang menarik dari film ini, dia menyajikan sekian cerita terpisah tentang para pelaku yang terjadi di beberapa tempat berbeda, but somehow someway mereka punya hubungan satu sama lain, meski ga langsung. Cool.

Dari film ini aku kembali belajar that NO MAN IS AN ISLAND. Kalo hidup kita sampe mati dikait2an ama hidup orang2 yang ada di sekitar kita, langsung ato ga langsung, wuih kayanya jaringannya bakal lebih rumit dari jaringan Internet dunia kali heheheh. Istilah lainnya yang berkaitan, seperti biasa orang bilang, DUNIA INI SEKECIL DAUN KELOR, meski aku sendiri belum pernah liat itu daun kelor gimana, cuma pastinya kecil kali ye. Yup, dunia ini kecil. Pernah ketemu orang yang baru kenal dan setelah ngobrol2 ternyata orang itu punya hubungan ga langsung ama kita? Aku pernah alami, lumayan sering. Misalnya, baru beberapa minggu lalu aku tahu kalo teman kelompok kecilku di gereja ternyata punya adik yang satu angkatan samaku waktu kuliah dulu dan aku cukup tahu lah adiknya itu. See, it's really a small world.

Biar kreatif dikit, tiap kita bisa bikin cerita film Babel versi kita sendiri. Contohnya, aku bisa ciptakan 5 karakter dan filmku ini akan cerita tentang sepenggal kisah hidup kelima orang ini pada satu rentang waktu tertentu dan kelimanya punya hubungan, langsung ato ga langsung, cuma kali ini aku pengen bikin hubungannya cyclic, kaya lingkaran. Sebut aja kelimanya namanya A, B, C, D, dan E. A itu sebutlah aku sendiri. B itu misalnya salah satu temen kosku sekarang. Si C itu pacarnya si B, sebutlah dia tinggal di negara lain. Nah, si D itu temen kuliahnya si C yang ternyata diam2 suka ama si C. Biar gampang, kubikin aja si E itu kakaknya si D. Nah, biar hubungannya siklik, gimana hubungannya E sama A, alias aku? Rupanya, si E itu mantan kolega di tempat kerjaku dulu, salah satu 'friend' di Friendster ku trus akhir2 ini lagi rajin baca blogku ini heheheh (halah, bisa aja kau bah). Bisa aja kan? Ya dong. Lha who knows gitu loh? So, that's an example of my own Babel-like story, hehehe... Lokasi syuting nya filmku itu dimana dong? Si A ama B kan di Eindhoven Belanda, trus C ama D, let's say di Sydney, Aussie, lalu E di Jakarta. Mantap kan, tiga negara, lima cerita, satu siklus!

Aku suka ibaratkan hidup kita itu kaya benang, mirip silinder. Nah, kalo ingat blog ku tentang lingkaran kepedulian dan pengaruh (click here), kedua lingkaran ini jadi penampang benang silinder hidup kita. Makin besar lingkarannya (terserah yang mana), makin gede benang hidup kita. Nah, kalo tiap orang hidupnya digambarkan kaya gitu, waktu dua orang bertemu itu ibarat kedua benang hidup mereka beririsan (cie, matematiknya keluar nih hehe). Jadi jelas dong makin besar penampang benang seseorang, makin besar kemungkinan semakin banyak benang2 hidup orang lain yang 'beririsan' dengan benang hidup orang itu pada waktu singkat. Misalnya, secara kasar, aku berhubungan ga langsung (banget) sama SBY soalnya aku bisa baca berita tentang dia dari internet. That's why writing blog is so attractive to me, hwehe... coz it is intersecting my life's thread to so many others which I'll never know belong to whom...

Yang menarik dan penting buatku, what happens after the meeting? Apa yang terjadi sama tiap orang itu setelah mereka bertemu, baik langsung ato ngga? Sejauh mana dan gimana hidup kita bisa kasi pengaruh sama setiap orang yang Tuhan ijinkan 'bersinggungan' dan 'bertemu' dengan hidup kita? Tentunya sih kita pengen kasi pengaruh baik dong ya kan? Jadi, dengan benang hidup siapa aja benang hidupmu sudah bertemu dan beririsan hari ini? Trus, apa dampaknya hidupmu buat hidup orang itu? Atau sebaliknya, apa pengaruh hidup orang itu ke dirimu dari pertemuan itu, meski ga langsung?

Truly, everyday each and every one of us produces his or her own new 'Babel' movie. Amazing, isn't it?

-yang abis nonton masih bingung, kok judulnya Babel sih? Jaka Sembung emang goblok, ga nyambung golok... !@#$%^&*

Tuesday, October 02, 2007

On movie: Alpha Dog (2006)

Kepala pusing abis ngerjain laporan kayanya sinyal kuat buatku untuk nulis blog. Terinspirasi dari movie review seseorang, kali ini aku akan perkenalkan satu tipe content baru blog ku: On movie. Jadi, hari ini tambah satu variasinya kan, biar kaga bosan juga. Btw, thanks ya dek buat inspirasinya heheh.

Tadinya sih aku mo nulis movie review, cuma aku ganti jadi on movie karena aku lebih tertarik belajar dari kisah film nya daripada ngomentari filmnya itu sendiri. Lagian kalo tentang soal2 teknis film aku ini ga pede, masih anak TK , maksudnya tahu dikit banget, udah dikit gitu mungkin salah lagi kan. Jadi soal2 teknis mah tanya yang ahli ato mbah Google aja dah. Oya, sebenernya aku dah pernah nulis 2 blog tentang film, satu tentang film Gie (click here) dan Forrest Gump (click here), cuma dah lama banget. Ok, let's get started!

Aku nonton film Alpha Dog beberapa hari yang lalu. Satu frasa yang muncul di pikiranku abis nonton itu: a movie about a bunch of stupid people. Aku sampe bingung, ini orang2 apa udah ga punya otak sampe mengambil keputusan yang nonsense kaya gitu. Ah, aneh lah mereka, sebagian lagi gila kalo kubilang. Tipe orang yang mikir setelah bertindak, bukannya sebelum. Yang jadi pertanyaan, kenapa mereka ini aneh dan gila begitu ya? Kalo dibilang ga punya otak, ga mungkin. Menurutku, dari ceritanya, masalahnya bukan ga punya otak ato kaga, tapi apa dan siapa yang mengisi / mempengaruhi otaknya.

Yang paling kelihatan dari film ini, otak banyak mereka rusak gara2 dua hal ini nih:
1. drugs (khususnya ganja)
2. teman yang sama2 rusak

Soal yang pertama, aku dulu pernah dikasi tahu kalo ecstasy sama ganja punya efek beda. XTC bikin mati, ganja ga bikin mati, cuma bikin gila. Beh, mo pilih yang mana tuh? Nah, di film itu, sebenernya ganja tuh salah satu aktor utama, saking seringnya dia muncul. Jadi, kalo mau tau gimana jadinya orang kalo hobi ganja, tontonlah film ini. A bunch of people mastered by weeds...

Dari yang kedua, aku belajar sesuatu tentang teman. Di film itu, anak2 mudanya kelihatan kompak dan setia kawan, cuma kompak dan setia kawan yang keblinger. Dalam pertemanan mereka, menurutku mereka kehilangan identitas dan prinsip individu karena mereka sudah mengasosiasikan diri mereka sama temen2. Apa yang teman2 lakukan, ya lakukan juga lah. Temen ngisap ganja, ya ikut ngisap juga. Temen masuk jurang, ikut juga masuk jurang. Temen bunuh orang, ayo ikut bunuh orang. Parah. Kenapa orang bisa gitu? Aku ga tahu pasti, cuma kalo kubilang, itu akibat orang menempatkan arti dan nilai dirinya dari teman2nya. Baginya, teman2nya lah yang membuat hidupnya berarti dan bernilai, sehingga kalo ga ikut teman, rasanya salah. Kasihan sih sebenernya, tapi begitulah kenyataanya, di luar sana ternyata banyak orang yang menyedihkan seperti itu. Prinsipku sih, kalo lo mau rusak, rusak aja sendiri, jangan ngajak2 orang lain, apalagi gue. Tapi kalo lo maju dan makin baik, jangan disimpan sendiri, share ama yang lain biar ikutan maju, apalagi gue jangan lupa lo ajak. Singkatnya, itulah temen yang baik. Kalo ada yang ngaku temen tapi ngajakin bikin hidup lo rusak, bilang aja ke itu orang: GO TO HELL! Lebih baik ga punya temen daripada punya temen buruk. Kalo dia ga bisa dibilangin lagi, 'kibaskanlah debu dari kasutmu' dan tinggalkan dia. In this case, a healty dose of individualism and egoism can save you from disasters.

Sebenernya banyak lagi sih yang bisa ditulis dari film ini. Cuma aku mo tulis satu aja yang terakhir. Bersyukurlah kalo masih punya orangtua, papa mama yang masih menyayangi kita meski kadang mereka agak susah ngerti kita atau bahkan kadang menyebalkan. Kalo kita ngaku udah besar dan bukan anak kecil lagi, ya udah saatnya tunjukin ke orang tua kalo kita bisa bicarakan masalah2 yang ada dengan baik, dengan argumentasi dan akal sehat. Itu tanda orang dewasa, bukan malah jadi kaya si Zack yang lari dari rumah untuk mencari kebebasan. Ya, dia memang menemukan kebebasan, tapi dalam kebebasan itu ironisnya dia malah ingin pulang ke rumah. Sayangnya, dia ga akan pernah bisa pulang ke rumah, hanya karena salah pilih teman...

Yep, exactly a bunch of stupid and crazy assholes...

- yang lagi pengen banget pulang ke rumah nun jauh di sana, kalo bisa... uuhh, ya udah lah, pulang ke rumah yang dekat ajah... nasi gorengku, aku pulang...

Sunday, September 30, 2007

A time for the beauty of waiting

Siapa orang di dunia ini yang suka menunggu lebih lama untuk sesuatu yang dia bener2 butuh ato pengen dapetin secepatnya? Aku rasa ga ada. Kalo ada, aku pengen banget ketemu sama itu orang dan aku pengen foto bareng sama dia, saking jarangnya orang kaya gitu. Lihat aja kalo orang yang kita tunggu misalnya telat 10 menit, pasti kita udah rasa ga enak atau bahkan udah mulai menggerutu. Apalagi kalo orang Belanda, beh, mungkin dia udah pulang kali meski si orang itu telatnya cuma 10 ato 15 menit doang. Tapi suka ga suka, menunggu kadang2 harus kita alami dalam hidup.

Aku juga ga suka menunggu dan kalo keterlaluan, aku ga mau dan ga bisa menunggu terlalu lama. Tapi kali ini aku kembali harus menunggu dan aku sudah berjanji untuk menunggu. Jadi, sesuai janjiku, aku memang akan menunggu hingga waktunya tiba, meski pada awalnya ga mudah buatku, yah setidaknya terasa dari kepalaku yang sempat pusing dan badanku yang lemas untuk sesaat hehehe. Tapi saat ini aku udah kembali kuat, justru karena aku kembali diingatkan oleh beberapa blogku yang kutulis sebelumnya. Again, they show themselves to me as faithful advisors! Thanks guys! Aku akan kembali tulis what they told me about the beauty of waiting.

Aku diingatkan bahwa menunggu kerap kali adalah bagian dari perjuangan untuk meraih sesuatu. Bahkan aku bisa bilang, orang yang ga siap menunggu sebaiknya ga usah berjuang. Playing football is not about kicking the ball once we get it. It is about knowing and waiting for the right time to kick. Kalau memang sesuatu itu berharga untuk diperjuangkan dan dinanti, maka rasanya memberi sejumput waktu lagi untuk menunggu sama sekali bukanlah tindakan bodoh, apalagi kalau memang menunggu adalah syarat yang memang diminta untuk itu. It leaves me with no other better choices! Even it is the most logical option to choose, then. Aku harus akui, sebenernya ada pilihan yang lain sih kalo aku mau. Pilihan2 lain ini biasanya datang dengan suara nyaring mereka dalam hatiku yang mengatakan betapa bodohnya aku. Ah, bukan kali ini aja suara2 nyaring itu datang menggangguku, tapi selalu ketika aku menetapkan hatiku untuk membayar harganya dengan bersedia menunggu lebih lama, suara2 itu segera lenyap entah kemana, sebab aku tahu dan yakin apa yang sedang kulakukan.

Alasan lainnya yang membuat aku tak punya pilihan lain selain menunggu adalah kalau aku memang berada di posisi sebagai pihak yang meminta dan mengetuk agar pintu dibuka. Aku pernah tulis kalo meminta menuntut kerendahan hati dan mengetuk butuh sikap ga putus asa. Aku nulis juga kalo berada di kedua posisi ini berarti aku menghormati sepenuhnya hak dari pihak yang kepadanya aku minta dan orang yang berada di dalam rumah untuk memutuskan memberiku dan membukakan pintu atau tidak. Dia pun punya hak penuh untuk menyatakan kapan akan memberi jawabannya, ya atau tidak, untuk memberi apa yang kuminta atau membukakan pintu untukku. Jika waktu untuk jawaban itu belum tiba dan aku harus menunggu, maka bagiku, ini berarti menunggu adalah bentuk penghormatan dan penghargaanku untuk orang itu. Kupikir ga ada seorangpun yang setuju bahwa segala bentuk pemaksaan seperti merampas atau menjebol pintu adalah satu bentuk penghormatan dan penghargaan kan? Tapi aku juga sebenernya bisa aja memutuskan untuk berhenti meminta atau berhenti mengetuk, kalo aku mau. But this time I won’t quit and I have agreed to wait until the promised time because I think it’s worth all the sacrifices. Bukankah hidup ini sering kali bukan masalah bisa ato ga bisa, tapi mau atau ga mau?

Yang justru jadi pertanyaan menarik buatku adalah bagaimana menunggu seperti ini akan membentuk diriku? Aku tahu jawabnya, meski aku juga tahu pasti selalu ga mudah untuk melaluinya. Ini bukan pertama kalinya aku menunggu dalam hidupku untuk sesuatu yang bener2 aku harapkan dan karena itulah aku bisa jawab pertanyaan itu. Menunggu mengajarkan sesuatu yang ga bisa diajarkan oleh kesempatan2 lain dalam hidup. Menunggu ibarat seorang guru tua yang mengingatkanku dengan suara lantang bahwa aku ini manusia terbatas, that I’m neither the almighty nor the omnipotent. It teaches me that there’s no such thing as the Aladdin lamp or genie in a bottle. Menunggu juga mengajarkanku untuk bersabar dan menahan diri. Menunggu juga mengajarku untuk memelihara harapan dan keyakinan bahwa semua akan indah dan manis pada waktu-Nya. It is hope and faith that keep us alive, right? Saat menunggu juga menjadi saat terbaik untuk berdoa dan menundukkan diri. Finally, menunggu adalah kesempatan baik untukku mengenal diriku, dirinya dan diri-Nya lebih baik. So, with all these benefits wrapped up in a package called waiting, it is not a bad package after all, isn’t it?

--

A Time for Everything

There is a time for everything,
and a season for every activity under heaven:

a time to be born and a time to die,
a time to plant and a time to uproot,
a time to kill and a time to heal,
a time to tear down and a time to build,
a time to weep and a time to laugh,
a time to mourn and a time to dance,
a time to scatter stones and a time to gather them,
a time to embrace and a time to refrain,
a time to search and a time to give up,
a time to keep and a time to throw away,
a time to tear and a time to mend,
a time to be silent and a time to speak,
a time to love and a time to hate,
a time for war and a time for peace.

He has made everything beautiful in its time.

Ecclesiastes 3;1-8, 11 (NIV)

Friday, September 28, 2007

He makes all things beautiful in his time

Satu sampe dua minggu ke depan akan menjadi begitu menentukan buatku untuk menentukan topik tesis yang akan kukerjakan selama paling lama 9 bulan mulai Oktober depan. Dari durasinya saja, aku tahu tesis adalah fase paling penting untuk studiku. Saat ini aku telah mendapatkan sekitar lima topik yang ditawarkan oleh profesorku di universitas dan pembimbingku di Philips Research. Terus terang, ga mudah menentukan mana yang akan kupilih dari kelima ini. Yang aku tau pasti, aku harus cermat dan bijak dalam memilih karena kalo sampe salah pilih sementara sebagian waktu udah berlalu, rasanya terlalu bodoh kalo aku harus berhenti dan mulai mengerjakan topik baru.

Saat2 seperti ini lah yang kata orang disebut sebagai kairos, a decisive moment, a milestone in life. Meski ga mudah, selama ini ada beberapa guideline yang biasa membantuku buat menentukan keputusan.

1. Lagi2, aku harus menetapkan apa tujuan akhirku di masa depan dan ketika itu udah jelas sejelas2nya, maka itulah yang menentukan di saat ini mana yang harus kupilih dan mana yang harus kutinggalkan, meski kelihatannya bagus. Kepada segala yang tidak mengabdi kepada pencapaian tujuan, seberapa pun menariknya itu, I have one thing to say: get out of my life! Well, fortunately I know exactly what I want to do after graduating, if God allows me. Cuma sorry, aku ga bisa tulis di sini. That's not for public domain :)

2. Kalo tujuan udah jelas, maka yang kubutuhkan adalah sebanyak2nya fakta dan informasi tentang pilihan2 yang ada. Dalam membuat keputusan, semakin banyak dan lengkap fakta yang kita punya, kita akan makin punya dasar kuat untuk membuat keputusan yang terbaik.

3. Because doing thesis is an exhaustively lonely job and time consuming, I must be very passionate about the work I'm doing. Setelah aku dapat info cukup, tinggal aku saja yang bertanya ke diriku sendiri mana yang bener2 aku paling suka dari kelimanya yang akan membuatku punya persistence untuk menyelesaikan hingga tuntas.

4. Good and competent friends are the next place to go to. Mereka bisa kasi advice yang menolong, apalagi kalo pernah berada di posisi yang sama seperti aku sekarang. Tapi tetap saja, it's me who should make the decision. Don't worry, I've been training myself to make my own decisions, and never having them made by others.

5. Last but not least, lutut yang ditekuk, tangan yang terlipat, kepala yang tertunduk dan hati yang mau jujur, peka mendengar dan setia untuk taat dalam doa kepada-Nya harus jadi dasar dan framework dalam seluruh dan setiap proses pengambilan keputusan, kalo emang ngaku Kristen. Steps 1-4 above are mainly in the domain of the mind and sense, but this last step is all about faith. Dengan damai sejahtera dari-Nya, itu lebih dari cukup untuk yakin apa keputusan yang harus diambil dan kapan untuk melangkah.

Ok Ritz, selamat menikmati lagi masa2 pembentukan bersama-Nya... Dengarlah sayup2 lagu sederhana yang sudah diajarkan ke kau sejak kecil...

In his time, in his time
He makes all things beautiful in his time
Lord please show me everyday
as you're teaching me your way
that you do just what you say
in Your time...

Thursday, September 27, 2007

The Mighty Foolproof Heart Scanner

The heart is deceitful above all things and beyond cure. Who can understand it?

"I the LORD search the heart and examine the mind, to reward a man according to his conduct, according to what his deeds deserve."

Jeremiah 17:9-10 (NIV)

Kemarin sore salah satu alasan aku pulang cepat selain karena kepalaku udah pusing banget, aku harus beli beras ke toko Cina yang tutup jam 6. Biasalah, aku belum bisa jadi kaya orang Eropa yang kuat 'hidup hanya dari roti saja.' Aku masih harus hidup dari beras hehehe. Ada satu yang menarik waktu aku beli beras di toko Cina itu. Setelah aku kasih selembar uang 5 euro ke kasir, dia periksa uang kertas itu dengan melewatkannya ke sebuah mesin scanner, yah mesin buat ngecek keaslian uang. Kali pertama, itu mesin menolak uangku itu dan lampu merah yang nyala. Aku ga terlalu terkejut, yah mungkin karena belum dirapiin aja tu uang.

Bener, si kasir trus ngerapiin uangku itu sampe lurus trus dia scan lagi. Cuma kali ini mesinnya nolak juga. Beh, kok bisa ya, pikirku. Dia rapiin lagi, lalu scan lagi, eh masih nolak juga tu mesin. Itu terjadi sampe beberapa kali, kayanya lebih 10 kali. Dia sampe mulai nanya apa aku punya uang kertas lain. Aku bilang aku ga punya, lagian aku saat itu lagi care sama uangku itu dan sama diriku yang merasa kena tipu dapet uang palsu. Penasaran aja sih, kok bisa terjadinya di Eropa, trus uangnya cuma LIMA euro lagi. Kalo di Indonesia, ok lah mungkin bisa terjadi, trus kalo mo malsuin uang, kenapa 5 euro pun di palsuin? Aneh deh, aku pikir tadinya ini cuma terjadi di sinetron Indonesia, ternyata ga juga heheh.

Belum cukup perjuangan si kasir, dia kasih ke temannya buat dicoba ke scanner yang lain. Tetap juga mesinnya nolak. Waduh, parah nih. Waktu aku dah mo ngambil dompetku buat ambil kartu debit, eh tiba2 pas si kasir scan lagi (mungkin untuk terakhir kalinya dengan cadangan kesabaran udah mo habis), mesin scannernya akhirnya terima dan lampu hijau nyala. Hah, leganya aku waktu itu. Lumayan lagi 5 euro, bisa buat nelpon berjam2 ke Indonesia hehe...

Ayat di atas itu bagian dari bacaanku kemarin dan karena itu aku jadi ingat kejadian ini. Kalo dibandingin, ternyata bukan hanya uang aja yang bisa palsu. Kalo kata ayat di atas, hati manusia juga bisa palsu dan jahat, bahkan katanya di atas segalanya. Ayat 9 tuh dalam konteks cerita di atas, pertanyaan siapa yang bisa tau dan nge-'scan' hati manusia. Kalo nge-'scan' uang palsu, udah ada mesinnya. Tapi kalo nge-'scan' hati, wah ada ga ya? Ada sih, mesin pendeteksi kebohongan, kaya di film2 itu. Cuma, yah namanya mesin atau komputer (baca: yang sebenernya benda paling bodoh di dunia ini), tetap aja bisa error kaya mesin scanner di toko Cina itu atau diakal2in sama yang namanya manusia pintar tapi jahat. Jadi apa yang bisa dong?

Syukurlah, ayat 10 berisi jawaban jelas dan tuntas untuk pertanyaan itu. Yang jawab ya Tuhan sendiri ternyata. Ya, hanya Dia yang bisa memeriksa hati dan menyelidiki pikiran manusia sepenuhnya, tanpa bisa dibohongi. Semua terbuka di depan mata-Nya tanpa ada yang bisa disembunyiin. Kalo kubilang, ya logis sih, kan Tuhan yang mencipta tiap manusia luar dalam, so He is the most competent expert on human beings. Dia ga mungkin salah atau diakal2in, kaya mesin scanner uang itu. Cuma kadang sih kita aja yang sok jago, mikir bisa ngakal2in Dia, tapi akhirnya tetap ketahuan juga. Kaya berita tentang satu pejabat negara baru2 ini yang terkenal punya track record bersih selama 30 tahun, eh akhirnya kedapatan terima suap. Belum tau sih, apa bener apa ga, kan masih diselidiki. Moga2 ga bener. Tapi kalo bener, wah ngeri juga ya. Apa kata istrinya, anak2nya, keluarganya, tetangganya, orang2 sekantor, orang2 sekampungnya...? Ternyata, reputasi yang udah dibangun susah payah selama 30 tahun bisa runtuh berkeping2 hanya dalam waktu 30 menit. Mungkin aja, who knows, hari itu dia lupa minta The Mighty Foolproof Heart Scanner buat nge-'scan' hatinya...

- yang berharap 30 tahun lagi, kalo masih bernafas, ga malu membaca blog ku yang kutulis hari ini

Wednesday, September 26, 2007

Kalo ga mau capek, mati aja lah...

Sore ini aku bener2 capek. Wuih, ini kepala rasanya mo pecah, nyut2 mulu dari tadi. Karena ga tahan lagi berlama2 di kantor, ya udah lah aku pulang aja, daripada di sana ga bisa ngapa2in lagi karena otak dah loyo. Ga tau napa, tapi sekarang udah baikan lah.

Hehe.. soal capek, jadi ingat tiap kali aku dulu ngeluh kalo Mama suruh aku ngerjain ini itu dan aku malas, Mama ku bilang, kalo jadi orang hidup memang harus capek. Kalo ga mau capek, ya mati aja. Katanya lagi, kalo ga mau kerja, ntar ga boleh makan. Ya, daripada aku ga dibolehin Mama makan, ya aku kerjain juga lah. Tapi emang sih, kalo jadi orang itu ga gampang, harus capek. Apalagi sebagai laki2, kan harus kerja lebih keras soalnya bumi udah dikutuk Tuhan karena salahnya ompung Adam hehe...

Jadi, masalahnya bukan capek ato ngga, tapi apa kita hepi ato kagak. Lagi2, kalo ku bikin jadi kuadran, ada empat tipe orang di dunia ini:

1. Orang yang capek, tapi hepi. Nah, saat ini aku termasuk yang ini nih. Hepi, soalnya internship dah mo kelar, percobaan sukses, research questions semua terjawab beres, laporan hampir beres... Kategori ini kodrat manusia lah ya heheh... Ga papa men capek, asal gembira.

2. Orangnya capek, cuma ga hepi, ga tentram, ga tenang. Wah, ini paling berat nih. Tergantung juga sih, capeknya capek fisik ato capek pikiran. Trus ga hepinya kenapa. Macam2 penyebabnya kan orang ga hepi.

3. Orannya ga capek, seger, trus hepi lagi. Ha, ini kategori paling mantap. Kalo aku abis ini makan, nonton film bagus lalu tidur dan bangun lagi, aku yakin bakal pindah ke kategori ini. Cihuyyy...

4. Orangnya ga capek, cuma ga hepi. Nah, kalo ini, sebenernya mungkin fisiknya aja yang ga capek, tapi bisa aja pikiran ama hatinya lelah juga. Abis, kalo ga gembira kan berarti pikiran ama hati ga tenang, ada aja yang dipikirin. Agak rancu bedain kelas ini ama kelas 2 di atas.

Ya udah lah ya, sampe di sini aja dulu. Sekarang saatnya nonton dulu hehe... biar pindah ke kategori 3 coy.

Btw, kalo lo masuk kategori mana sekarang?

Monday, September 24, 2007

ASK (Ask Seek Knock)

Ask and it will be given to you; seek and you will find; knock and the door will be opened to you. For everyone who asks receives; he who seeks finds; and to him who knocks, the door will be opened.
Matthew 7:7-8

Bagian Alkitab di atas tidak asing bagiku cuma aku menjadikannya bahan renunganku beberapa hari ini karena sesuai dengan kebutuhanku akhir2 ini. Baru2 ini aku mendapat pengertian baru yang sebelumnya aku ga pernah lihat. Kalau diperhatikan, bagian ini tentu berbicara tentang doa, sama seperti ayat 9-11 setelahnya. Bedanya, dua ayat di atas berbicara tentang tiga sikap yang kita harus miliki ketika berdoa atau mencari kehendak dan pimpinan Allah (bagian manusia), sementara ayat 9-11 berbicara tentang janji dan jaminan Allah (bagian Allah).

Tiga sikap itu digambarkan dari tiga kata ini: ASK, SEEK, KNOCK. Aku singkat ketiganya jadi ASK, sebuah recursive acronym kaya GNU atau PHP hehe... Jadi, ini ketiga sikap yang aku dapat itu:

1. ASK berbicara tentang KERENDAHAN HATI. Orang yang meminta sesuatu dari orang lain pasti harus punya kerendahan hati untuk menyadari bahwa dia perlu sesuatu yang tidak dapat dia penuhi atau lakukan sendiri sehingga ia harus memintanya dari orang itu. Kerendahan hati ini lahir dari mengenal siapa diri dan siapa orang yang kepadanya dia meminta. Dia tahu dirinya tidak punya atau tidak mampu, dan sebaliknya dia pun tahu orang itu punya dan mampu. Karena itu, kalau meminta sesuatu, biasanya tangan kita di bawah dan bukan di atas kan?

2. SEEK mewakili sikap MAU BERUSAHA KERAS. Siapa yang pernah kehilangan sesuatu yang sangat berharga, misalnya kita lupa naruh dompet dimana, lalu mencari2? Gimana kita mencari dompet kita yang hilang itu? Kalau ia berharga, pasti kita akan mencari semampu kita sampe dapat. Waktu akan berlalu begitu cepat sembari kita mencari sebab pikiran kita akan terpusat ke satu tujuan: menemukan dompet itu secepatnya yang kita bisa. Kalau perlu, kita akan lakukan segala cara, termasuk menanya ke orang2 di sekitar apa liat itu dompet dan mungkin meminta bantuan mereka untuk ikut mencari. Lagi2, sejauh mana usaha kita mencari mencerminkan seberapa berharga yang kita cari itu. Gitu juga sebaliknya, kalo kita bilang apa yang kita cari itu berharga, seharusnya itu terlihat dari usaha kita kan?

3. KNOCK menggambarkan sikap TEKUN dan TAK PUTUS ASA. Orang bilang, PUSH atau Pray Until Someting Happens. Siapa yang pernah mengetuk pintu tapi cuma mengetuk satu kali aja? Rasanya ga ada kan? Kalo emang ngebet banget pengen pintu dibuka, pasti kita ngetuknya berkali2, trus ga capek, kalo perlu sampe teriak2, mana tau orang yang di dalam lagi tidur.

Ada bedanya dikit ketiga sikap ini. Kalo diperhatiin, di sikap pertama dan ketiga, keputusan apakah yang kita minta akan diberi atau tidak (dan kapan, jika akan diberi) sepenuhnya ada di pihak orang yang kepadanya kita meminta. Begitu juga hanya orang yang ada di dalam rumah lah yang punya hak penuh untuk mau membuka pintu (dan kapan kalau ya) atau tidak. Sementara, hal mencari itu sepenuhnya bergantung ke kita. Biasanya kan kalau kita ga berusaha mencari, gimana mungkin dapat? Maksudnya perbedaan ini, mungkin begitulah caranya Allah dan kita bekerja sama: Allah berdaulat penuh untuk memberi / membuka pintu atau tidak dan menentukan saatnya untuk itu, sementara bagian kita manusia, yah itu tadi, merendahkan diri untuk bersedia meminta, berusaha keras mencari, dan tekun mengetuk pintu kemurahan-Nya. Tapi, ayat 8 sebenernya juga mengandung janji ilahi, bahwa ketiga sikap kita itu tidak akan sia2 sebab Dia pasti akan memberi, memimpin kita menemukan, dan membukakan pintu buat kita, meski belum tentu sesuai dengan keinginan kita.

Ok, segitu dulu buat hari ini en moga2 berguna. Kalo susah ngingetnya, ingat aja ASK tadi ya. Happy ASKing!

Friday, September 21, 2007

A cloud of faithful advisors

Satu dampak yang aku rasakan dari mencoba setia nulis blog tiap hari (kalo bisa) adalah secara ga sadar aku udah menjadikan blog2 yang kutulis itu ibarat para penasihat pribadiku yang ga malu2 muncul di depanku dan berbicara balik kepadaku tiap kali aku hidup tidak seperti apa yang kutulis di sana. Sama seperti tadi malam, aku disadarkan aku udah melakukan sesuatu yang salah. I knew it is not a right thing to do but I tried to rationalize it. Saat itulah mereka, my own blogs that I wrote with my own hands, mereka seperti berdiri begitu besar mengelilingiku bak raksasa dan aku menjadi seperti begitu kecil, terpojok di tengah2 mereka. Mereka ga segan2 bilang ke aku bahwa aku salah, aku ga jujur dan mereka pengen membawaku pulang kembali menjadi diriku waktu aku menulis dan menciptakan mereka. Kalau kupikir2 sih, bukan kah aku ini sebenernya tuan atas mereka dan mereka itu hamba2ku? Maksudnya, aku berkuasa penuh dengan sekali klik menghapus blog mana pun yang kumau, bahkan seluruh blog yang kutulis bisa ku-delete seketika, kalau aku mau. Tapi betapa berterima kasih nya aku sama mereka karena ternyata mereka adalah hamba2 yang setia mengingatkan tuannya kalau tersesat. Ya, tadi malam mereka berhasil membawaku pulang... me, a lowly master who's so lucky to be surrounded by a cloud of faithful advisors, ... anywhere, anytime.

Thursday, September 20, 2007

Conan, pasti kita jalan-jalan lagi…

Tadi siang aku ke kampus lagi ada urusan dan aku pake kesempatan ini buat menikmati pameran foto2 jurnalistik yang menang World Press Photo tahun lalu. Foto2nya bagus2 loh. Yah mungkin secara teknik fotografi sih ga terlalu, tapi tiap foto kalo diperhatikan seolah2 berbicara dan menyampaikan pesan samaku. Aku suka dan tertarik banget sama foto jurnalistik kaya gini, soalnya foto gitu mampu berbicara lebih banyak dan kadang lebih keras daripada tulisan. Yang lebih powerful lagi kalo foto sama cerita digabungin, wuih mantep dah (istilahnya di deviantart.com, conceptual gitu).

Karena aku tertarik fotografi begituanlah yang bikin aku beli si Conan, kamera SLR Canon ku yang sayangnya udah lama kulupakan. Dulu sih masih semangat, cuma gimana lah Conan, aku sibuk jadi sorry lah ya kalau kau udah terlalu lama teronggok di box anti debumu dan aku pun sampe lupa kapan kita terakhir jalan bareng dan bermain2 mengabadikan dunia ini. Tapi lihat2 foto2 di pameran tadi seolah membangunkan aku dari tidurku dan melihat kembali keindahan dan kekuatan seni yang satu ini. Makanya hari ini aku jadi ingat kau lagi Conan. Sebelum nulis ini, aku keluarkan dia dari box nya dan kusapa lagi dia. Pas kucoba2 motret lagi sama si Conan, aku senang karena dia baik2 aja, trus seakan2 dia bilang ke aku, “Ritz, aku udah bosan banget nih nunggu dalam box terus. Ga ada yang bisa kukerjain di dalam box ni. Aku pengen banget lihat dan melukis dunia lagi dengan cahayaku…” Ok, ok, Conan, nanti kita cari waktu yaa, pasti kita jalan2 lagi. But sorry, sekarang kau harus balik lagi ke box ya… soalnya kalo ngga, nanti kau gampang jamuran sayang, dan kalo kau jamuran, wah aku yang pusing jadinya. Kalo jamurmu ga ilang2, bisa2 malah kujual kau hehe.. canda.

Jadi, tunggu aja lah ya blogku suatu saat isinya oleh2 aku main2 sama Conan (foto2 dan cerita kami)… we'll see.

Oya, biar gampang ngerti gimana maksudnya conceptual photography atau foto jurnalistik gitu, ini aku kasih satu contoh yang bener2 aku suka from this great guy. I really love it! Banyak lagi karyanya yang lain yang bagiku bener2 dahsyat, baik fotonya ama ceritanya. Just click here for more. Simple but powerful, isn’t it? Enjoy!

The Things I've Seen

by Gilad



Son, I want you to listen to me.
I have something important to say

Yes dad

No son, really listen.
Come, sit next to me.

Ok dad

I’m not young like you, but I was once.

I know dad. If this is about the…

No son It’s not. You promised to listen.

Sorry dad…

Well, can you see I’m aging?
I’m not the same as I was before.

You look great for your age

Yes?
How old am I?

You are 10?

No son, I’m over 100 years old.

Like I said dad, you look great for your age.

In my life I have seen a lot of things.
I’ve seen a rainbow after a storm.
I’ve seen clouds that took a swim in the ocean.
I’ve seen divers find treasures only to die of sunburn.
I’ve seen captains risk their lives to save a whale and others risk a whale to save their lives.
My son, I’ve seen a lot.
Every wrinkle, every stain of rust, every hole in my crumbling body is something I’ve seen and learned.

I know dad… can I go now?

Son, you promised me you listen, will you keep your promise?

Yes dad.

Well, after all I’ve seen there is one thing I know.

What’s that dad?

I’ve learned I know nothing.
I can’t explain, and I can’t predict anything.
Life is a big storm, and we must assume we can drown in any minute.

I don’t understand.
If I know nothing, how do I know that?

Now son,
Now I know you were listening.

I think it’s my time to go.


Source:
http://gilad.deviantart.com/art/The-things-I-ve-seen-11162681