Monday, October 22, 2007

Vacant urgent positions, anywhere, anytime!!!

Hari Minggu kemarin, di acara ulang tahunnya teman gereja, aku terlibat pembicaraan yang menarik dengan dua orang temen. Satu orang nyeletuk kalo usia bertambah bikin orang makin tua dan yang membedakan orang tua dan orang muda adalah pengalaman. Kata2 temenku itu lantas bikin aku ingat sama apa yang pernah diajarin seseorang guru tua dulu sama aku, sekitar tiga tahun lalu. Beliau bilang kira2 gini (dengan interpretasiku), "Jangan langsung silau sama orang yang (bilang dirinya) berpengalaman, karena pengalaman dia bisa aja salah. Coba lihat itu supir angkot di Medan, mereka memang berpengalaman nyetir mobil, tapi pengalaman mereka nyetir angkot itu jelas pengalaman yang salah." Trus aku lalu timpali kata2 temenku itu dengan mengutip ulang apa yang udah diajarkan guru tua itu. Temenku itu lalu mikir2 bentar trus dia lalu ngangguk2 bilang setuju.

Aku juga setuju sama kata2 guru tuaku itu. Sebenernya bahkan setelah beliau bilang itu ke aku, dalam hati aku menjawab gini, "kalo gitu Pak, berarti pengalaman Bapak juga bisa salah dong, meski Bapak udah profesor doktor lulusan Amrik..." Temenku satu lagi memberi insight yang menarik dalam perbincangan kami, untuk menjawab pertanyaan bagaimana kita menilai benar / salahnya sebuah pengalaman? Setidaknya ada tiga tolok ukur yang bisa dipakai:

1. Kalau pengalaman itu tidak sesuai dengan peraturan dan standar umum / global yang berlaku, maka jelas pengalaman itu salah, meskipun pengalaman itu telah dipelajari berpuluh tahun. Contohnya, ya supir angkot di Medan itu kalo nyetir seperti itu di Belanda, pasti cepat atau lambat bakal ditangkap polisi.

2. Kalau belum ada peraturan dan standar umum / global yang dapat dijadikan tolok ukur (terutama kalo sedang menghadapi satu persoalan yang sama sekali baru), maka pengalaman menjadi salah jika ia tidak dapat diaplikasikan secara tepat untuk menjawab persoalan yang ada sesuai KONTEKS saat itu. Contohnya, seorang doktor ekonomi didikan Amrik ga bisa langsung pake teori2 dan best-practices ekonomi di Amrik bulat2 di Indonesia, tanpa memperhatikan kondisi di Indonesia secara hati2 dan komprehensif.

3. Kalo standar ato peraturan yang bisa jadi tolok ukur belum ada trus kita juga belum tahu detil kondisi lapangan, maka pengalaman harus diuji dan tunduk kepada akal sehat atau common sense. Pengalaman bisa melengkapi, tapi menurutku, akal sehat (dan kadang2 intuisi atau firasat, altough not recommended) harus jadi tuan.

Lesson apa yang bisa ditarik dari sini bisa ditujukan buat orang yang merasa masih muda dan kurang pengalaman dan mereka yang merasa udah tua dan banyak pengalaman. Buat yang masih muda, apa yang kita pelajari tentang pengalaman ini jadi dasar kuat untuk ga pernah minder atau langsung merasa inferior sama mereka yang ngaku udah tua, berpengalaman dan udah banyak makan asam garam kehidupan. Ingat, menghormati / mendengarkan mereka dan tetap kritis atas apa yang mereka katakan / ajarkan adalah dua hal yang berbeda! Never be intimidated by any claims of long experience without analyzing it quite thoroughly.

Nah, bagi mereka yang merasa udah tua dan ngaku berpengalaman, this is a wake up call for you to keep yourself humble to be a lifelong learner. Pengalaman Anda belum tentu benar atau tepat untuk dipakai di kondisi yang berbeda dengan kondisi dimana dulu Anda menerima pengalaman itu. Jadi jangan langsung terlalu cepat Anda merasa bangga dan superior dengan pengalaman Anda yang banyak itu atau berpikir Anda dapat dengan mudah 'menaklukkan' siapapun yang lebih muda dari Anda dengan berkata, "Nak, aku ini udah melakukannya selama berpuluh2 tahun...", apalagi sama yang nulis blog ini dan kedua teman bicaranya itu heheheh... We're always ready to listen to you, but it doesn't mean we instantly agree with you.

Vacant urgent positions anywhere, anytime: humble learners with growing experience of doing the right things right.

No comments: