Sunday, February 15, 2009

Sebuah perjalanan baru sejauh ribuan mil telah dimulai

Beberapa hari yang lalu aku posting salah satu blog ku akhir-akhir ini ke beberapa milis dan aku mendapat beberapa tanggapan. Semuanya mengatakan tulisanku bagus dan isinya bermanfaat bagi mereka. Ada satu tanggapan yang menurutku benar-benar bikinku berpikir serius, bahkan sampai bertanya-tanya apakah Tuhan ingin menyampaikan sesuatu buatku secara jelas dalam hal ini. Satu tanggapan yang kumaksud berasal dari seorang intelektual Kristen di Indonesia yang produktif menulis di media nasional dan dari segi integritas sejauh ini lurus-lurus aja. Aku senang membaca tulisan beliau dan dari isinya aku bisa kenal beliau sebagai seorang yang pro-rakyat dan pro-kebenaran, dan tidak takut-takut kalau bicara. Nah, beliau tidak hanya bilang bahwa tulisanku itu bagus, tapi juga selanjutnya bertanya, apa ada rencana dijadikan buku? Wow, seorang seperti beliau bilang tulisanku bagus aja udah satu kehormatan, apalagi kalau beliau bilang tulisanku itu cukup potensial untuk dijadikan buku! Wah, aku benar-benar senang waktu itu. Tapi bukan hanya rasa senang yang memenuhi hatiku, tetapi juga sikap bertanya-tanya apa arti semua ini.

Bukan kali ini saja ada orang bilang bahwa menurut mereka aku punya talenta untuk menulis, bahkan menulis artikel di media nasional, bahkan menulis buku, termasuk fiksi. Sebelumnya sudah ada sekian orang yang bilang begitu ke aku, bahkan menantikan bukuku keluar hehehe. Terus terang, sebenernya aku pun dalam hati merasa ada suara itu, bahwa aku sebenarnya punya talenta menulis seperti yang mereka bilang. Selain itu, aku sadar banget betapa efektifnya media seperti surat kabar dan buku meski fiksi, untuk memberikan pengaruh kepada begitu banyak orang secara massal, serentak, dan dalam waktu lama, bahkan setelah penulisnya mati. Karena itu aku sebenernya pengen banget bisa jadi penulis yang produktif dan efektif seperti beliau, kalau perlu juga nulis buku, baik non-fiksi atau fiksi.

Cuma memang sampai sekarang aku masih kurang percaya diri untuk mencoba menulis secara serius. Alasannya, yah karena aku tahu menghasilkan sebuah tulisan yang bagus itu butuh banyak waktu dan tenaga, sementara aku sendiri punya banyak pekerjaan sekarang. Memang sebagai akademisi aku pasti harus aktif menulis, dalam hal ini, sesuai dengan bidang risetku. Tapi menulis untuk isu-isu sosial atau bahkan cerita fiksi benar-benar lain dengan menulis ilmiah untuk bidang teknik. Alasan lainnya, ya kalau aku mau menulis artikel di media nasional Indonesia, itu berarti aku akan banyak menulis untuk bidang-bidang non-teknik atau sosial sesuai dengan isu-isu aktual di Tanah Air. Nah, aku belum merasa yakin apa aku punya kemampuan dan kompetensi untuk menghasilkan tulisan yang baik dalam bidang non-teknik. Bagiku menulis untuk konsumsi publik di media resmi nasional itu tanggung jawabnya besar banget. Tentu beda lah dengan menulis di blog pribadi kan? Aku ga pengen menulis sesuatu yang ternyata salah dan akhirnya bisa menyesatkan pembaca. Itu sih beberapa alasan kenapa sampai sekarang aku belum menulis serius.

Tetapi, dalam kondisi-kondisi seperti ini, dimana aku diminta atau ditantang untuk mencoba sesuatu atau talenta yang baru, ada beberapa hal yang selalu menguatkanku untuk mencoba dan berusaha. Satu adalah pengalamanku selama ini dalam kondisi-kondisi semacam ini. Dulu waktu kecil aku ga yakin aku ini punya talenta sebanyak sekarang. Aku orangnya introvert, pendiam dan rada penakut. Tapi aku selalu menemukan bahwa Tuhan memberiku talenta dan kemampuan yang tak pernah aku duga setelah orang menawarkan atau menantangku untuk mencoba sesuatu yang baru, dan aku menerimanya! Yah, aku menerimanya biasanya setelah sejumlah orang berusaha membujukku atau karena kondisi memaksa jadi terpaksa aku lakukan, misalnya karena sesuatu itu harus dilakukan dan tak ada orang yang mau atau bisa melakukannya.

Aku bisa kasih beberapa contoh. Dulu aku paling takut main drama, benar-benar paling takut. Eh siapa yang tahu kalau aku udah pernah tiga kali main drama waktu sekolah minggu dan beberapa kali waktu kamp. Beberapa di antaranya aku jadi aktor utama. Di drama terakhir yang kumainkan tahun lalu, aku malah jadi sumber ide dramanya dan sekaligus sutradara. Dan setelah aku dan teman-teman sekamarku selesai mementaskan drama kami yang mampu mengocok perut penonton karena lucunya, orang-orang bilang drama kami termasuk yang terbagus di acara keakraban malam ini, dan juga ada pesan bagus yang disampaikan melaluinya.

Contoh lain, aku dulu salut banget lihat teman yang pintar main gitar. Aku pengen banget bisa main gitar cuma aku ga yakin bisa karena kata orang susah. Trus waktu SMP kelas 3 guru musik mengharuskan semua cowok di kelas mencoba belajar latihan gitar. Aku masih ingat pulang dari rumah Paman naik sepeda motor bersama Bapak dengan memeluk gitar yang kupinjam dari Paman untuk latihan di rumah. Lalu mulailah aku berlatih sendiri di rumah dengan buku-buku panduan yang kubeli begitu murah di toko buku bekas di Medan. Hampir tiga jam aku berlatih di rumah tiap hari, sampai jari kiriku berdarah karena langsung berlatih pakai gitar Yamaha dengan senar logam. Sampai akhirnya sekarang aku biasa jadi gitaris untuk mengiringi kebaktian atau ibadah, bahkan waktu di Eindhoven dulu jadi gitaris di worship team gereja. Awalnya adalah, setelah beberapa lama aku latihan main gitar, aku ikut ibadah dimana acara sudah mau mulai cuma si gitaris belum datang. Setelah si gitaris ditunggu-tunggu ga datang juga akhirnya MC bilang mulai aja tanpa musik. Lalu waktu itu dalam hatiku ada suara dan dorongan yang kuat untuk aku tanya ke MC nya apa boleh aku coba main gitar mengiringi ibadah, kalau tak keberatan. Wah, aku masih ingat momen-momen menegangkan itu, pertempuran antara dorongan dari dalam itu melawan rasa tak percaya diri. Akhirnya dorongan itu menang, dan itulah pertama kalinya aku menunjukkan permainan gitarku kepada dunia.

Aku bisa ceritakan contoh-contoh lainnya yang serupa itu dimana aku menemukan talenta yang ternyata Tuhan beri padaku setelah aku mencobanya dan tekun berusaha. Dulu aku takut bernyanyi, eh sekarang udah pernah jadi singers, anggota paduan suara dan anggota vokal grup. Bahkan ada temanku yang bilang, ngajak aku bikin band dimana aku jadi vokalis hahaha. Dulu satu ketakutanku yang terbesar adalah bicara di depan umum. Lah sekarang aku udah pengalaman jadi MC, bahkan di depan audiens ratusan orang se-ITB pun pernah. Aku malah jadi dosen dua tahun lebih, yang pasti harus ngajar di depan mahasiswa. Bahkan aku yakin sekarang bahwa mengajar adalah salah satu passion-ku yang terbesar! Dulu aku ga bisa sama sekali desain grafis. Eh sekarang aku udah beberapa kali mendesain brosur, kartu, buletin, dll, dan kata orang sih bagus. Dulu aku ga kebayang apa aku akan pernah bisa mencipta lagu. Sekarang aku udah menciptakan beberapa lagu, dan ketika aku nyanyikan orang juga bilang laguku bagus. Dulu aku ga yakin apa aku bisa fotografi. Sekarang sudah beberapa teman yang bilang kalau aku sebenernya punya sense fotografi, setelah mereka melihat hasil fotoku yang menurutku ga seberapa itu.

Kalau aku mau cerita yang kecil-kecil lagi, aku bisa lanjutkan kalimat 'Dulu... Sekarang...' ini. Yang menarik buatku adalah, hampir semuanya itu dimana aku mencoba sesuatu yang baru dan akhirnya menemukan bahwa aku punya talenta dalam hal itu, dalam hampir semuanya itu aku mencoba dan berusaha tekun diawali bukan karena alasan dan tujuan egois, tapi karena kondisi yang mengharuskan aku untuk mencoba, untuk kebaikan orang lain dan untuk melayani Tuhan. Bahkan aku mau berdoa secara khusus kepada Tuhan bahwa kalau Dia bersedia memberikanku kemampuan atau talenta dalam satu bidang, aku berjanji aku akan menggunakannya untuk melayani Tuhan. Satu contoh yang seperti itu adalah waktu aku mulai belajar gitar sendiri. Persis seperti itulah doaku pada Tuhan, bahwa kalau Dia memampukanku bermain gitar, aku berjanji aku akan bermain gitar untuk melayani-Nya.

Apa yang kupelajari dari semua ini? Setidaknya ada tiga:
  1. Aku kembali diingatkan pada prinsipku dan kepercayaanku sendiri bahwa setiap orang sebenarnya diberikan kemampuan oleh Tuhan untuk mampu menjadi lebih baik. Prinsip ini sangat penting bahkan mutlak dimiliki terutama oleh mereka yang berprofesi sebagai guru, dosen, bahkan termasuk orangtua. Kalau seorang guru mengajar siswanya tapi tak percaya siswanya itu punya kemampuan dari Tuhan untuk menjadi lebih baik, dalam hal ini makin pintar, lantas untuk apa dia mengajar bukan? Masalahnya setidaknya ada tiga, sehingga orang tak kunjung jadi lebih baik: (1) apakah kita MAU menggunakan kemampuan itu untuk lebih baik, (2) kita malu atau tidak percaya diri untuk mencoba, dan (3) kita mungkin sekali tak tahu atau tak sadar bahwa kita punya kemampuan ini. Jadi kalau begitu, peran guru, dosen dan orangtua adalah untuk mendorong dan memotivasi, atau menyadarkan dan menginformasikan anak, siswa atau siapa aja sehingga ketiga masalah tadi bisa diatasi.
  2. Aku belajar bahwa jika Tuhan hendak memakai kita dan kita pun dengan niat murni ingin Tuhan pakai untuk jadi berkat bagi orang lain, maka bagi Tuhan adalah urusan sangat remeh untuk memberikan kita segala kemampuan dan talenta yang kita butuhkan sehingga kita bisa dipakai-Nya untuk kemulian-Nya. Kalau orang yang tak kenal Tuhan saja, demi alasan-alasan egois, misalnya untuk cari uang dan ketenaran, mau berusaha keras, tekun bahkan dengan biaya mahal untuk menjadi penyanyi atau penulis novel, misalnya, lalu mereka sukses dan berhasil, makan seharusnya pasti lebih lagi dong dengan anak-anak Tuhan yang Tuhan ingin pakai dan mereka pun punya hati bersih untuk melayani Tuhan, bukan?
  3. Aku juga kembali diingatkan dengan prinsipku yang sering aku bilang ke orang lain juga untuk motivasi, yaitu sering kali dalam hidup ini, jika kita tidak berani mencoba dan terus mencoba melakukan sesuatu yang baru, kita tak akan pernah tahu hasilnya. Kalau seseorang tak bisa berenang tapi ingin bisa berenang, ia tak akan pernah tahu apakah dia bisa berenang atau tidak selama ia tidak mau terjun ke kolam.
Setidaknya ketiga hal tadi lah yang menguatkanku untuk menjawab pertanyaan dan tantangan untuk mulai mencoba menulis serius, untuk media dan/atau menulis buku, khususnya fiksi. Sebenarnya ada satu lagi yang selalu menguatkanku juga saat hendak mencoba hal-hal baru, yaitu pertanyaan retoris ini: kalau orang-orang lain saja yang manusia biasa sepertiku juga melakukannya dan mereka berhasil dengan baik, masakan aku ga bisa? Yang penting kujawab adalah, apakah yang menjadi alasan dan tujuanku kali ini? Apakah dalam hatiku aku ingin menulis supaya Tuhan memakaiku menjadi alat-Nya untuk memberkati banyak orang? Ataukah justru alasan dan tujuan egois lainnya, seperti mencari uang dan ketenaran semata, yang sebenarnya ada jauh di dalam lubuk hatiku? Sepertinya sampai disini saja dulu aku menulis, selebihnya tinggal urusanku dengan Tuhan dan diriku sendiri. Aku hanya meminta, kalau tak keberatan, tolonglah doakan aku supaya memang hanya cinta kepada Allah dan sesama lah yang menjadi alasan dan tujuan utamaku.

Sebuah perjalanan baru sejauh ribuan mil sesungguhnya telah dimulai, hari ini.