Monday, November 27, 2006

Setelah ujian2 yang melelahkan dan menegangkan itu

Minggu kemarin dan hari ini adalah saat2 yang berat dan melelahkan buatku. Setelah melalui semua ujian itu, aku benar2 kecewa sama diriku sendiri karena sepertinya semua hasilnya tidak mencapai targetku, meski sebagian nilai belum keluar. Aku bahkan sempat down setelah aku keluar dari ruangan ujian karena ujian di sini bener2 gila. Aku merasa capek sekali setiap kali habis ujian. Ujian tulis di sini cirinya adalah durasi tiga jam tapi soalnya banyak sekali, termasuk dengan anak2 soalnya. Satu ujianku, ada 11 nomor soal dan total 30 lebih soal! Open book memang, tapi soal open book justru jauh lebih susah.

Akhirnya aku siap saja lah dengan segala nilai yang akan kuperoleh. Toh itu semua hasil pekerjaanku sehingga tak perlu aku bersungut-sungut. Kalo ada orang yang harus disalahkan, orang itu adalah aku sendiri. Aku menganggap dua blok (tiga bulan) pertama ini adalah perkenalan dan shock therapy bagiku. Sekarang aku sudah rasakan gimana dahsyatnya ujian di sini, jadi tidak boleh ada perkenalan lagi. Aku sudah cukup shock kok.

Apa yang kupelajari dari ujian2ku ini?

1. Rasanya Tuhan melakukan lagi sama seperti yang Dia lakukan dulu waktu aku masuk ITB. Aku yakin Dia tahu masih ada kesombongan dalam hatiku dan melalui semua ini Dia ingin menghancurkan kebanggaanku lumat2 sampai aku bener2 rendah hati dan mengandalkan Dia sepenuhnya. Ya Tuhan, terimakasih buat pelajaran yang keras ini. Aku jadi ingat Roma 8:28 yang sangat menghiburku bahwa Allah pasti turut bekerja melalui semua ini untuk kebaikanku kalau aku memang mengasihi Dia. Apa sih yang aku masih banggakan? Bukankah semua yang telah dan dapat kulakukan itu juga karena Tuhan?

2. Aku sadar bahwa aku harus lebih sungguh2 lagi belajar untuk MENGERTI. Ya, ini pelajaran berharga yang kudapat: tujuanku belajar adalah MENGERTI, bukan tahu atau menghapal. Aku akan perbaiki cara belajarku, fokus dan konsentrasi , ketekunan dan hikmat untuk belajar. Aku sadar betapa berharganya waktuku betapa banyak waktuku terbuang sebelumnya hanya karena aku merasa sudah bisa.

3. Satu pelajaran yang sangat jelas bagiku adalah aku masih kurang berserah dan mengandalkan Tuhan dalam doa serta menjaga kekudusan hidup. Ini berhubungan erat dengan no. 1 di atas. Ya, aku harus ingat Ora et Labora.

4. Aku belajar untuk fokus kepada tujuan dan belajar menaruh tanggung jawab hidupku di atas pundakku sendiri. Aku belajar untuk tidak sekali2 lagi menyalahkan orang lain, lingkungan sekitarku kecuali diri sendiri. Fokus, tekun dan setia. Ini bukan sprint. Ini lari marathon.

Itulah empat pelajaran utama yang kudapat dengan keras lewat minggu ujian kali ini. Sekarang aku memasuki blok baru dan blok ini jelas lebih berat. Sekarang aku berserah ya Tuhan, hanya Tuhan-lah sumber kekuatan dan hikmatku. Ajarilah aku Tuhan untuk semakin rendah hati dengan aku semakin menyadari aku tak mampu melakukan apapun tanpa Engkau. Kuserahkan Tuhan segala cita2 dan harapanku yang memenuhi kepalaku itu kepada-Mu. Kehendak-Mulah yang terjadi dan pimpinlah aku dalam kehendak-Mu. Tuhan, pegang tanganku dan jaga hatiku. Tolong aku untuk setia menyelesaikan apa yang sudah kumulai dalam rencana-Mu hingga akhir dengan sebaik yang kudapat lakukan.

Ayo Ritz, bangkit, bangkit bersama Yesus... Kau pasti bisa bersama Dia. Jika Dia yang membawamu ke sini, maka Dia pula yang harus membawamu sampai ke garis finish.

Wednesday, November 15, 2006

Masa tinggal teken aja ga mau?

Menjelang musim dingin ini, salah satu nasihat yang aku terima adalah jangan lupa banyak minum air. Di Belanda ini, air dari kran bisa langsung diminum. Sebuah kebiasaan yang ga bisa/boleh kulakukan di Indonesia nanti. Karena aku jarang banget keringat, maka Anda pasti tahu gimana air yang kuminum itu keluar dari tubuhku :) Aku baru pulang habis belajar di perpus dan selama itu, aku ada ke kamar mandi buat buang air kecil sampe 3 kali. Yah, risiko memang, jumlah yang dikeluarkan berbanding lurus dengan jumlah yang masuk. Yang paling susah adalah kalo lagi sepi (sesak pipis) luar biasa pas habis perjalanan cukup jauh naik sepeda. Wah, aku sampe lari ke kamar supaya bisa segera merasakan salah satu kelegaan besar dalam hidup. Mungkin ini bisa menjelaskan mengapa di rumah orang Belanda yang udah pernah kukunjungi, toilet selalu ruangan pertama yang kita jumpai setelah masuk rumah.

Yang mau kutulis sekarang bukan hanya itu. Satu yang kuperhatikan selama aku ke toilet di Belanda ini adalah kenapa orang di sini (laki-laki maksudku) sering sekali tidak flush itu toilet setelah mereka pipis. Flush itu maksudnya tinggal teken itu tombol biar air keluar membersihkan dia punya cairan. Padahal toilet di sini jauh lebih baik daripada kebanyakan toilet di Indonesia yang masih pake gayung buat nyiram. Masa tinggal teken aja ga mau sih? Selama dua kali aku ke toilet di perpus tadi, aku teken semua tombol toilet buat nyiram yang masih kuning (hii). Tapi kali ketiga, aku masih lihat juga ada yang kuning. Kali itu aku ga sudi flush lagi. Emang gua datang ke sini jauh2 buat nyiram kencing loe-loe pade heh? Siram sendirilah! Ini universitas, tau gak!

Dari yang merasa bersalah kalo ga nyiram punya sendiri...

PS: "teken" itu maksudnya "tekan". Supaya paham, please baca "teken" sebagai orang Jawa, dan bukan orang Batak ye :)

Melihat makna di balik benda: BUKU

Hari Minggu yang lalu, dalam cell group dengan teman2 gereja, kami bikin satu permainan sebagai icebreaker. Tugasnya adalah memilih satu benda dari ruang tamu apartemen tempat kami berada yang menggambarkan sesuatu tentang diri kita. Waktu kami semua (ada sembilan orang) sudah memilih dan masing2 menceritakan mengapa mereka memilih benda itu, aku terpana karena tersadar betapa banyaknya makna di balik benda2 mati yang ada di sekitar kita, jika kita mau mengambil sedikit waktu untuk merenung sambil melihat diri kita. Aku jadi bersemangat untuk melakukannya lagi dengan benda2 lain dalam hidupku dan mungkin aku akan menuliskan refleksiku di blog-ku ini.

OK, aku akan mulai dengan barang yang kupilih waktu itu. Aku memilih sebuah buku. Inilah yang kubagikan ke teman2ku waktu itu dan aku ingin bagikan kepada Anda juga. Aku pilih itu karena aku suka membaca apa saja yang baik dan menarik. Tapi selain itu, buku juga menggambarkan aku dan manusia. Manusia itu ibarat buku. Kita bisa melihat sampul luarnya tapi tidak bisa tahu isi dalamnya sepenuhnya. Tak mungkin kita tahu dan mengerti apa isi buku itu kecuali kalau buku itu memberanikan diri untuk membuka dirinya. Buku itu akan dapat mempengaruhi orang lain hanya ketika orang lain dapat mengenal isinya. Artinya, sulit rasanya membayangkan bagaimana seseorang dapat menjadi berkat bagi orang lain kalau ia tidak membuka dirinya untuk dikenal orang lain.

Sebuah buku dengan sampul kumuh dan halaman yang lecek bisa saja lebih bernilai daripada sebuah buku dengan sampul mahabagus dan kertas dengan kualitas terbaik. Sebuah Alkitab yang lecek karena sering dibaca jauh lebih bernilai daripada buku Da Vinci Code dengan edisi lux hardcover yang memuakkan itu. Bagiku nilai buku ditentukan dari isinya, bukan dari sampul dan kualitas kertas. Apakah Anda mau membeli buku dengan sampul mewah dan isinya kertas mahal tapi kosong melompong?

Tapi membuka diri seperti buku juga punya risiko. Bagiku, manusia ibarat buku yang ketika terbuka, maka pembacanya dapat menulis di lembaran2 halamannya, men-stabilo, menggarisbawahi, menghapus, atau bahkan merobeknya. Yah, membuka diri adalah langkah untuk menjadikan diri punya pengaruh bagi orang lain, bisa baik, bisa juga tidak. Tapi membuka diri berarti orang dapat mempengaruhi kita juga, bisa baik, bisa juga tidak. Sekarang, tergantung kita mau membuka diri untuk pembaca dan penulis yang mana...

Mungkin saja, buku yang halamannya lecek dan sampulnya tidak bagus lagi karena memang dia sering dibuka dan dibaca orang. Apa artinya itu dengan hidup seperti buku ensiklopedi cantik yang mulus tapi hanya dipajang di rak? Nilai hidup lahir dari perjuangan yang dijalani. Hidup tanpa perjuangan bukanlah hidup.

Satu pembaca dan penulis yang seharusnya terus jadi pembaca dan penulis utama dan pertama dalam buku hidup manusia adalah Allah, sang pencipta manusia itu sendiri. Apakah kita memberikan kedaulatan penuh kepada Allah untuk membuka dan membaca setiap lembaran hidup yang kita jalani, termasuk yang tersembunyi dan paling memalukan? Apakah kita menyerahkan kepada-Nya kekuasaan tertinggi untuk menulis kehendak-Nya dalam lembaran hidup kita yang baru? Apakah kita membiarkan lengan-Nya yang kuat dengan leluasa dan penuh kasih menghapus dan merobek lembaran kelam dalam buku hidup kita?

Menakjubkan bukan makna di balik benda mati yang biasa kita lihat ketika kita mencoba melihat sisi diri kita di dalamnya? Jika dari benda mati saja kita bisa melihat diri kita, apalagi kalau dari sesama manusia di sekitar kita, sesama teman seperjalanan mengarungi hidup. Terlebih lagi, dari diri Allah, sang pencipta diriku dan dirimu.

Mari melihat lebih tajam, berpikir lebih jernih. Sampai jumpa di refleksi dari benda mati lainnya. Sekarang sudah jam 12 malam. Saatnya aku menutup lembaran halaman hari ini. Besok aku punya lembaran baru yang kosong dan harus ditulis...

Tuesday, November 14, 2006

ICTheek

Ada dua tempat yang bakal punya kesan kuat dalam hidupku setidaknya selama 2 tahun ke depan (moga2). Tempat itu adalah ICTheek dan perpustakaan pusat TUE. Di kedua tempat inilah, khususnya ICTheek, jejak2 kakiku akan banyak tinggal, bersama dengan jidatku yang berkerut karena mikir, aliran bit2 melalui udaranya yang menghubungkanku dengan Internet dan ledakan tawa ketika aku dan temanku bercanda setelah suntuk belajar bersama.

Btw, gimana sih ICTheek itu? Kalo mo kenalan, coba klik di sini. Coba lagi klik di gambarnya, Anda akan lihat ICTheek real time lewat streaming webcam. Mungkin saja aku lagi ada di sana hehe.

Persistence (lagi)

Tadi siang aku pulang dari ruang belajar ICTheek sama seorang teman anak Belanda di Elektro. Dia mahasiswa program Ingeniur yang lama, 5 tahun dan sudah mencakup bachelor dan master. (Sekarang program ini udah ngga ada dan diganti dengan sistem Anglo Saxon, yaitu bachelor 3 tahun dan master 2 tahun).

Selama perjalanan, kami ngobrol tentang kuliah. Satu hal yang mengejutkanku adalah tingginya angka orang yang gagal di Elektro TUE. Bayangkan, dia bilang di angkatannya waktu tahun pertama yang masuk ada 100 orang. Setelah masuk tahun kedua yang tinggal ada 50 orang! 50%-nya gugur. Trus setelah sekarang udah hampir 6 tahun dia kuliah, tinggal sekitar 25 orang yang bertahan, termasuk dia. Wow! Dan satu lagi, dia bilang rasanya ga pernah ada yang selesai tepat 5 tahun. Paling cepat paling 5.5 tahun dan rata2 selesai 6.5 tahun. Ini sekarang tahun keenam dia kuliah.

Mendengar itu aku bilang ke dia, "You are the lucky one still finding yourself here." Trus dia jawab, "I'm not lucky. What it takes to be here and finish successfully is PERSISTENCE." Jawabku, "You have mentioned the most important key to success in nearly everything." Bagiku, percakapan ini mengingatkan aku untuk tidak patah semangat dan terus berjuang, seperti temanku itu. Butuh keberanian besar untuk memulai. Tapi butuh ketekunan besar untuk menyelesaikan dengan baik.

6 hari lagi ujian pertamaku... 6, 5, 4, 3, 2, 1...

Thursday, November 09, 2006

Apakah Anda Anggota DPR Yth yang jalan2 ke luar negeri sambil studi banding pake uang negara?

Tanggapan gua nih buat loe2 pade yang ada di judul....

SHAME ON YOU!!!
SUCKS!
GEBLEK!
GA TAU MALU
AN***G
LIAR, LIAR! (in English)
MUNAFIK
PATHETIC!
... dmbl

Mau kau orang Batak kek, Kristen kek, sama aja, wong kau juga MANUSIA. Malah harusnya makin malu kau...

Ah, sekarang sedikit lebih lega rasanya... Hidup blogger sejagat!

Sunday, November 05, 2006

Buku dan orang (lagi)

Kita bisa kenal orang dari apa buku yang dia suka baca. Karena itu, kita bisa kenal suatu masyarakat dari pola perilaku mereka di toko buku. Nah, dari sini, menurutku masyarakat Indonesia dan Belanda itu beda. Kalo aku ke toko buku di Indonesia seperti Gramedia, bagian yang paling padat selalu bagian komik dan novel. Wah, bahkan orang sampe tahan baca di sana berjam2. Tapi waktu di book fair kemarin, kepadatan di bagian fiksi dan non-fiksi itu sama aja.

Jadi apa yang bisa kusimpulkan di sini? Orang Indonesia kayaknya lebih suka bacaan ringan dan komik daripada orang Belanda. Orang Indonesia lebih kurang minatnya untuk baca buku2 non-fiksi apalagi yang topiknya berat daripada orang Belanda. Apa ini artinya orang Indonesia secara umum kurang berpendidikan daripada orang Belanda, aku pikir ga salah.

Tapi ada satu hal yang bikinku sedih. Satu buku yang ingin aku cari di book fair kemarin adalah Alkitab NIV yang kecil. Tapi setelah aku cari2, tak ada satupun Alkitab di sana. Sementara kitab suci agama lain ada dan cukup mudah ditemukan. Bukan hanya Alkitab. Buku2 Kristen pun sangat jarang. Kalo ada, paling keselip. Tapi coba buku agama lain, New Age, okultisme, evolusi, filsafat, astrologi, shamanisme, tarot, dll, wah melimpah. Bukan hanya melimpah, orang yang baca dan beli buku2 itu juga banyak. Ini membuatku lebih mengenal seperti apa masyarakat Belanda sebenarnya. Sedih ya...

Kesanku ini makin kuat waktu aku bercakap2 sebentar dengan pegawai di book fair itu waktu aku masukin buku2ku ke tas. Pas aku tunjukin buku Beginning Life yang menjelaskan (dengan gambar2 bagus) proses terjadinya manusia sampai lahir, aku bilang aku beli ini karena aku tertarik. I said, '"There must be something or someone who governs all these amazing processes." Trus tahu orang itu jawab apa? Dia bilang, "Oh, I don't believe that. I think tthey are all electrical and chemical process." Nah, betul kan? Lihat betapa orang dibentuk oleh apa yang dibacanya dan masyarakat dimana dia tinggal. Kalo orang ga baca dan percaya Alkitab dan malah baca dan percaya The Origin of Species, yah wajar dia ngomong gitu. Sedihnya, aku yakin orang itu mewakili masyarakat Belanda yang makin jauh dari Tuhan ini.

Yang terdahulu akan jadi terkemudian, yang terkemudian jadi terdahulu.

Buku dan orang

Minggu ini dari tanggal 1 - 5 Nov ada book fair di Eindhoven. Adanya sekali setahun dan bukunya murah2 banget. Bukunya banyak sekali dan tempatnya seperti hangar pesawat! Meski gitu, ga semua buku di toko ada di sana. Aku pergi kesana dua kali, Jumat dan Sabtu dan ketika aku tiba di sana, aku seperti anak kecil yang kegirangan karena baru masuk Disneyland. Yang bikin anak itu makin girang adalah dia punya uang untuk main apa aja. Ya, aku bisa beli buku apapun yang kumau di situ.

Tiap kali aku kesana, aku habiskan 2 jam lebih buat liat2 buku mana yang mau kubeli. Jumat, karena aku belum makan malam, aku agak terburu2 jadi ga sempat explore semuanya. Aku hanya beli 5 buku, total 33 euro. Aku sampe rumah jam 9.30 malam. Sabtu kemarin, aku pergi lagi dan kali ini aku udah makan siang, jadi punya energi cukup. Aku akhirnya pulang ke rumah dengan membawa 15 buku! Total 81 euro.

Menghabiskan uang untuk buku memang bukan hal aneh buatku. Aku memang lagi pengen beli di sini karena memang buku2nya bagus (isi dan bentuknya, masih baru) dan MURAH banget dibandingin kalo aku beli di Indonesia/internet. Selain itu setelah aku ke perpus TUE, aku ga menemukan banyak buku yang menarik buatku. Lagipula, kan beda minjam sama beli hehehe.

Aku merasa kita bisa mengenal seseorang dari apa dia suka baca buku dan kalo ya, buku apa yang dia suka baca. Buku adalah satu hal yang dapat sangat mempengaruhi seseorang dan pengaruh itu akan tampak dari kata2, pikiran dan perbuatannya. Aku memang suka baca, baca buku apa aja yang bagus. Aku pikir ini dimulai karena papa punya perpustakaan kecil di rumah, di ruang keluarga dan sebagian lagi di gudang hehehe. Aku belajar bahwa punya perpustakaan keluarga itu dampaknya besar bagi anak. Suatu saat aku akan bikin perpustakaan di rumahku, buat anak2ku dan teman2 mereka... Memiliki dan membaca buku bagus pasti investasi yang menguntungkan.

Jadi, apa aja buku yang kubeli? Ini dia bacaanku buat setahun ini, sampe book fair tahun depan.

1. Oxford English Minidictionary
2. Oxford Minithesaurus
3. Kirk Cameron & Ray Comfort, The School of Biblical Evangelism
4. Udo Gashoff, Let Me Finish
5. Partha Bose, Alexander The Great's Art o f Strategy
6. Robert Kaplan & Ellen Kaplan, The Art of the Infinite: The Pleasures of Mathematics
7. Dewdney, Beyond Reason: 8 great problems that reveal the limits of science
8. Colin Beard & John Wilson, Experiential Learning
9. Clarke, Dawson & Bredehoft, How Much is Enough?
10. Kaplan, Learning Power
11. David Allyn, I Can't Believe I Just Did That
12. Carl von Clausewitz, On War
13. Stephen Covey, The 8th Habit
14. Stephen Covey, The 7 Habits of Highly Effective People
15. Simon Singh, Big Bang
16. Scott Flansburg, Math Magic: How to master everday math problems
17. Rosabeth Moss Kanter, Confidence
18. Noel Tichy, The Cycle of Leadership
19. Jostein Gardner, Sophie's World
20. Dominic O'Brien, Learn to Remember
21. Len Fisher, How to Dunk a Doughnut?
22. Introducing Psychology: Thinking and Knowing
23. TIME, Great Inventions
24. Geraldine Flanagan, Beginning Life

Wah, sekarang kok jadi 24 yah? Salah hitung...

Friday, November 03, 2006

Refleksi dari alam: relatif dan absolut

Menjelang musim dingin ini, aku perhatikan hal baru yang belum pernah kulihat di Indonesia. Selain suhu makin dingin (sekarang bisa 5 derajat Celcius kalo malam), hari makin cepat gelap. Seperti sekarang aku mengetik di lab ini, waktu masih jam 6.15 tapi di luar udah kayak jam 9 malam gelapnya. Saat waktu tidak bisa ditentukan dari fenomena matahari terbenam dan terbit, saat itulah aku menyadari betapa pentingnya punya jam tangan atau penunjuk waktu lain yang bisa menolong kita melihat sekarang jam berapa. Pernah aku asik kerja di kampus dan terkejut waktu lihat hari tiba2 udah gelap. Eh, pas aku lihat jam dinding, ternyata masih jam 6.

Apa yang kupelajari dari sini? Aku belajar betapa berbahayanya kalau sistem nilai kita itu relatif. Betapa berbahayanya kalau dalam hidup kita ga punya standar kebenaran yang stasioner dan tetap yang dapat dijadikan titik referensi untuk menilai segala sesuatu. Betapa bahayanya ketika hidup kita hanya mengikuti apa kata orang, apa kata zaman, apa yang lagi trend, tanpa pernah mempertanyakannya. Seperti kata G. K. Chesterton, orang yang tidak percaya Allah bukan menjadi orang yang tidak percaya apa2. They will end up believing anything!

Menegangkan

Hari ini adalah hari ke-17 sebelum ujian. Waktu terasa berlalu begitu cepat dan rasanya aku seperti dikejar2 waktu. Akhir blok B ini aku ada EMPAT ujian yang semuanya kuliah teknik dan ada matematikanya. Belum lagi masih ada tugas2 yang harus dikerjakan dan dikumpul dalam dua minggu ini. Wuih, berat... Semoga aku bisa mempersiapkan diri dengan baik.

Nilai 10?

Kemarin aku sama teman lihat nilai satu orang teman dari Indonesia. Dia udah lewati ujian blok A dan dia nunjukin nilainya ke kami. Nilainya 10! Perfect! Aku senang dan bangga punya teman yang bisa dapat nilai ujian 10 di Belanda. Great. Aku sendiri ga pernah mikir bakal dapat nilai setinggi itu. Bagiku yang penting adalah melakukan yang terbaik yang aku bisa. Lagipula, di sini, nilai orang lain tidak ada hubungannya dengan nilaiku karena di sini pake grading system yang absolut, bukan pake statistik. Universitas bukan kayak SMA yang tiap orang ada ranking-nya.

Jadi, think about yourselves and be glad when your friends get good marks. Yet, don't tell your marks to anyone either. Ga ada gunanya. Kalo nilainya jelek dan orang tahu, mereka malah bisa ngejek dan tahu siapa kita. Kalo nilai kita bagus dan kita kasih tahu orang lain, bahayanya sama kita sendiri, yaitu kesombongan. Ini lebih bahaya. So, just keep marks only for yourself.

Kesalahan bodoh

Sore ini aku dan temanku menerima hasil tugas kami yang sudah dinilai dosen. Kali ini nilai kami kurang baik dibandingkan tugas pertama sebelumnya. Setelah kami periksa, ternyata kami membuat dua kesalahan bodoh yang seharusnya tidak terjadi. Kami teledor dan gara2 itu nilai kami berkurang. Sial. Tapi kami sepakat untuk melupakannya. Sepuluh tahun lagi, kalau aku ketemu lagi sama temanku dari Vietnam ini, mungkin kami akan tertawa2 kalau mengingat kejadian ini. Mungkin juga jadi cerita lucu buat anak2ku hahaha.