Saturday, November 24, 2007

Third strike!

Beberapa hari yang lalu di Philips diadakan Intern Day buat students yang lagi internship atau tesis di Philips seluruh Belanda. Aku ikutan jadi salah satu dari 100 lebih peserta dari berbagai negara. Asik juga kok. Acaranya macam2, ada speeches dari HRD sama young employees trus kunjungan ke fasilitas produksi dan riset Philips bidang consumer products di Drachten, tempat asalnya produk2 Philips kaya Philishave, Senseo, setrika, juicer, dll. Tapi menurutku sih, intinya program ini buat menarik minat para students untuk apply ke Philips karena mereka minta kami masukin CV trus ada semacam sesi interview gitu deh waktu di bus.

Apakah aku masukin CV waktu itu? Well, terus terang aku tergoda sih, tapi setelah aku pikir2, akhirnya kali ini aku ga masukin CV ku. Aku sih merasa, kansku untuk masuk ke Philips cukup besar, karena aku sudah internship dan tesis di Philips, dan hasil internship ku kemarin bagus dan so far tesisku making progress lah. Tapi, itu dia, kok aku ga merasa damai sejahtera waktu mikir apa aku masukin CV ke Philips. Entahlah kenapa, tapi aku sih merasa kok kayanya ini bukan pimipinan Tuhan buatku. Mungkin bagi sebagian orang aku ini bodoh sekali, karena membuang2 kesempatan sementara kesempatan ga datang dua kali. Apalagi katanya ekonomi Eropa sekarang lagi booming, banyak job baru dan sekarang saatnya kalo mau kerja di Eropa, termasuk bidang teknologi. Tapi itulah, I did it again, at least for the third time this time, aku udah melepas kesempatan untuk masuk ke dunia bisnis, setelah sebelumnya aku melepas kesempatan karir menjanjikan di dua perusahaan oke di Indonesia, dengan gaji di atas rata2 waktu itu.

Am I stupid? Maybe. But I feel, there are times when it is one of the prices for following God's will. Aku ga tau sampai kapan aku sanggup berkata seperti ini. God, help me and show me your way.

Thursday, November 15, 2007

Hari gini mengabdi bagi bangsa?

Saya ini sudah 39 tahun mengabdikan diri kepada bangsa ini. Selama 29 tahun menjadi tentara yang ikut membela negara, dan 10 tahun menjadi Gubernur DKI Jakarta. Pendidikan saya juga sarjana. Masak nggak pantas mencalonkan diri jadi presiden?
- Sutiyoso, Palembang, 5 November

Aku baca kata2 Bang Yos di atas dari satu artikel di sebuah milis. Artikel itu ngebahas kenapa dia masih berani maju jadi calon presiden padahal dialah arsitek busway yang akhir2 ini bikin jalanan di Jakarta kaya 'neraka'. Waktu aku baca kata2nya itu, aku malah mikir satu pertanyaan ini: hidup seperti apakah yang layak disebut sebagai pengabdian kepada bangsa dan negara? Kalo mencermati klaim Bang Yos bahwa dia udah mengabdi hampir 40 tahun kepada bangsa, rasanya kok aku ngertinya kalo mengabdi sama negara itu ya jadi pejabat negara, pegawai negeri atau tentara lah. Lalu, dia juga ngelihatnya dari kuantitas, yaitu jumlah tahun. Karena kata2nya itu aku jadi nanya pertanyaan di atas.

Aku sendiri juga masih cari tahu apa jawaban buat pertanyaanku itu sendiri. Yang pasti sih, menurutku, menjadi pejabat negara, pegawai negeri atau tentara bukan serta merta langsung jadi hidup mengabdi bagi bangsa negara. Lha, kalo jadi pejabat negara tapi ternyata menyalahgunakan wewenang lalu korupsi, apa itu namanya mengabdi? Kalo jadi pegawai negeri, tapi malah sengaja mempersulit rakyat untuk urusan administrasi supaya dapat duit, apa itu namanya mengabdi? Kalo jadi tentara tapi malah menggunakan hak menyandang senjata buat menindas rakyat kecil, memperkaya diri, atau jadi 'tukang pukul'-nya orang2 kaya korup, apa itu namanya mengabdi? Kalo jadi pejabat negara, pegawai negeri atau tentara sampe berpuluh2 tahun pun, tapi hidupnya kaya gitu, apa itu namanya mengabdi? Lalu, siapa sih yang layak disebut sebagai abdi negara itu? Hidup seperti apa yang layak disebut mengabdi bagi bangsa itu? Emang mengabdi itu sendiri artinya apa sih?

Atau apa sebenarnya aku buang2 waktu aja hari gini masih nanya pertanyaan kaya gitu? Apakah aku bodoh nanya hal2 kaya gituan?

Any comments?

-yang lagi mencari jawaban buat pertanyaanku sendiri...

Friday, November 09, 2007

Sapa suruh datang Jakarta

Beberapa hari ini, dari portal berita dan beberapa email di milis, banyak yang mengeluhkan makin parahnya kemacetan di Jakarta. Dari yang macet 1 jam, sekarang bisa jadi 3 jam. Gila ya?! Terus terang, sejak dulu aku sempat kerja 3 bulan di Jakarta, abis itu aku ga mau lagi kerja disana. Waktu aku bilang ini ke bosku di perusahaan tempatku kerja dulu, dia bilang, "Ritz, masa baru 3 bulan kau langsung cepat kali ambil keputusan kaya gitu. Aku aja yang udah bertahun2, masih kerja di Jakarta tuh." Aku sih diam aja dengernya. Tapi aku sebenernya punya jawaban, cuma aku malas aja bilangnya, soalnya aku ngerasa dia udah ngeliat aku kaya anak kecil dan orang udik gitu. Aku mo jawab ke dia, "Lha, justru aku ga mau kaya bos. Kalo bisa ngambil keputusan yang tepat dalam 3 bulan, ngapain harus nunggu bertahun2??" Heheh, mikirnya kebalik ya.

Yah, banyak sih alasan kenapa orang akhirnya bertahan di Jakarta dan harus kerja tiap hari kaya mo pergi perang. Dari sekian banyak alasan, menurutku yang paling menyedihkan adalah kalo memang sudah ga ada pilihan lagi, udah terjebak dan udah susaaaah banget keluar dari situ. Kalo aja ada satu yang bisa diminta manusia ke Tuhan dan Tuhan kabulkan, aku sih mo minta biar perut otomatis terasa kenyang kalo dia udah mulai terasa lapar tapi kita masih punya nafsu makan. Susah memang jadi manusia, karena punya perut yang ga mau ngerti kalo udah minta diisi.

Tapi, menurutku sih bersyukurlah kalo masih bisa membuat pilihan lain dan belum terjebak. Aku sendiri bakal mikir berkali2 deh kalo diminta kerja dan tinggal di Jakarta (tergantung juga sih kerjanya apa dan tinggal dimana). Indonesia itu begitu luas, dan kalo pun mo kerja di kota, aku rasa, sejauh yang aku tahu, Medan dan Bandung masih oke tuh. Apalagi Medan, menurutku cukup strategis karena dekat Batam, Singapore dan Kuala Lumpur. Lalu gimana dengan kesempatan dan rejeki? Ah, itu mah datangnya dari Tuhan dan tergantung kita juga. Aku percaya, kalo memang seseorang punya kualitas dan keahlian yang dibutuhkan orang, pasti dia yang dicari orang (dan duit juga), bukan dia yang cari2 orang (atau duit). Kalo ada rumah makan yang masakannya lebih enak daripada cinta pertama, mau tempatnya ada di ujung gang yang susah ditempuh, kesana orang akan pergi dan cari.

Change before you have to.
Jack Welch

Sapa suruh datang Jakarta
Sandiri suka sandiri rasa
Ee do e sayang

Wednesday, November 07, 2007

I CAN DO IT!

If we knew what it was we were doing, it would not be called research, would it?
- Albert Einstein (1879 - 1955)

Copy from one, it’s plagiarism; copy from two, it’s research.
- Wilson Mizner (1876 - 1933)

Satu pelajaran berharga dari internship yang lalu adalah sebelum memulai riset, hal pertama yang aku harus lakukan adalah mengumpulkan dan mempelajari sebanyak2nya dan selengkap2nya hasil2 penelitian yang udah dilakukan orang tentang topik itu. Setelah itu, baru aku mendefinisikan ulang sampai jelas research question yang hendak kujawab dan kontribusi orisinil apa yang bisa aku hasilkan dengan penelitianku. Ini semua penting banget buat efektifitas dan efisiensi kerjaku sendiri. Kalau saja aku gagal dalam tahap ini, maka mungkin saja, dengan informasi yang ga lengkap, aku melakukan sesuatu yang semuanya sudah dilakukan orang lain sebelumnya dan hasilnya pun belum tentu lebih baik. Jadi, never reinvent the wheel, but instead, improve it.

Itulah yang persis kulakukan sepanjang hari ini dan aku telah mengumpulkan begitu banyak data dan hasil tentang topik yang akan kukerjakan dari penelitian2 orang sebelumnya. Duh, terus terang, abis aku baca2 dan pelajari sebagian, aku rada minder dikit, soalnya paper2 yang kubaca itu hampir semua penelitian doktor dari universitas2 top di USA sana, kaya Stanford, MIT, CMU, dll. Hasil2nya juga mengagumkan. Aku jadi mikir, gimana caranya aku yang sebenernya backgroundnya elektro dan bukan computer science, bisa kasi kontribusi untuk bidang ini, padahal hasil yang mereka udah capai udah segitu bagusnya? Entahlah. Oh, siapakah aku ini ya kalo aku akhirnya bisa ngasilkan sesuatu yang cukup orisinil?... I wish I could...

Ah, tapi ngapain juga aku pikirin itu ya kan. Ini kan baru hari keempat dari 9 bulan, masih panjang, meski aku juga ga boleh jadi berleha2. Output yang kuinginkan dari proses literature study ini adalah aku mampu memformulasikan research questions ku sampe jelas batasannya dan goal yang mau kucapai, termasuk kontribusi orisinil yang dapat kuhasilkan dari tesisku. More or less, sekarang itu jadi lebih jelas lah daripada assignment yang sebelumnya dikasi pembimbingku. Kembali kata2 profesor pembimbingku waktu memulai internship dulu terngiang2 di kepalaku sekarang. Katanya, "please don't start by thinking you'll change the world with what you're going to do." Iya juga sih, lebih baik start small but achievable, daripada thinking big but finally I lose my sanity, alias jadi stress trus botak, lalu aku jadi jelek deh jadinya, apalagi jadi gila... duh, kacian kan nanti orangtua, keluarga, apalagi pacarku yang lagi nunggu2 aku... kalo mereka jadi sedih dan nangis gimana dong, ... hiks, hiks, heheheh... ga ah, becanda doang kok. Hey negative thoughts, get lost!

Ayo Ritz, semangat, semangat... maju tak gentar. With God, you CAN DO it. Nothing is impossible with him. Yeah...

You can do it.
You can do it.
You can do it.
You can do it.
You can do it.
You can do it.
You can do it.
You can do it.
You can do it.
You can do it.
You can do it.
You can do it.
You can do it.
You can do it.
You can do it.
You can do it.
You can do it.
You can do it.
You can do it.
You can do it.
You can do it
....

If any of you lacks wisdom, he should ask God, who gives generously to all without finding fault, and it will be given to him. But when he asks, he must believe and not doubt, because he who doubts is like a wave of the sea, blown and tossed by the wind.
- James 1:5-6

Tuesday, November 06, 2007

Dari 'Yerusalem' ke ujung bumi

Hidup adalah urusan mempengaruhi atau dipengaruhi, menjadi lebih baik atau lebih buruk. Pilihannya setiap kali selalu salah satu dari dua itu, tak pernah ada di tengah-tengah. Karena itu, peran dalam hidup pun selalu menjadi pihak yang mempengaruhi atau yang dipengaruhi. Mana yang lebih banyak kita perankan, itu kita sendiri yang memutuskan dan memilih. Tentunya, tak ada orang yang selalu mempengaruhi tanpa dipengaruhi. Tapi, mungkin saja, ada orang yang sedikit sekali mempengaruhi, tetapi begitu sering dan mudah dipengaruhi orang lain.

Aku pernah dan akan selalu mengalami kedua peran itu. Orang bilang, leadership is about influence dan aku setuju. Tak ada yang paling membahagiakanku kalau aku dapat memberi pengaruh dalam hidup orang lain sehingga mereka menjadi lebih baik. Seperti hari ini, aku sungguh senang karena itu terjadi lagi sehingga aku melihat langsung perubahan yang baik terjadi dalam hidup beberapa orang teman. Aku sendiri ga nyangka itu terjadi, tetapi hei, apakah itu terjadi atau tidak bukankah itu bukan urusan kita? Yang penting, tetaplah hidup memberi pengaruh. Soal orang mendengar atau tidak, menerima atau menolak, seharusnya bukan menjadi penentu untuk kita dapat memberi pengaruh yang baik.

Soal pengaruh, aku belajar kalau itu harus dimulai dari aku sendiri, orang-orang yang dekat denganku, terus lama-lama penetrasinya makin jauh, apalagi menggunakan media. Yang dibutuhkan adalah waktu dan konsistensi untuk tetap memberikan pesan dan pengaruh yang sama setiap saat. Aku bayangkan, kalau usia segini aku bisa memberi pengaruh kepada orang-orang di dekatku, jika aku semakin berkembang dan melengkapi diri, maka aku yakin semakin aku tua, seharusnya semakin pula berisi dan pengaruhku pun makin kuat dan luas. Waktu dan kesetiaan, dan akhirnya, tentu saja, kuasa yang dari atas. Seperti kata-kata Seorang muda hampir dua ribu tahun yang lalu yang hidupnya cukup singkat tapi pengaruhnya begitu besar termasuk dalam hidupku saat ini, "Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi."

Hari ini di 'Yerusalem', hingga nanti tetap di 'Yerusalem' tetapi hingga ke ujung bumi...

Saturday, November 03, 2007

Oleh-oleh dari Den Haag (3): it's all about PASSION!

Sabtu malam yang lalu di Den Haag, aku berkenalan dengan seorang mahasiswa Indonesia yang juga sedang studi di Belanda. Kami ketemunya ga sengaja dan setelah itu kami cukup lama ngobrol. Teman ini masih mahasiswa tahun pertama dan sekolah di Belanda dengan biaya dari keluarga.

Aku menikmati pembicaraan dengannya dan ada dua hal menarik yang aku dapati darinya yang menurutku jarang dimiliki anak muda Indonesia seumur dia. Pertama, aku terkesan dengan jawabannya ketika aku tanya kenapa dia memilih studi di bidang yang sekarang dia tekuni. Dia bilang, "karena itu yang aku suka, karena itu PASSION-ku." Aku sempat terdiam sebentar begitu mendengar jawabannya. Abis itu aku bilang bahwa rasanya baru kali ini aku ketemu sama orang Indonesia seumur dia yang memberi jawaban seperti yang dia beri atas pertanyaan itu. Apalagi, dia menggunakan kata PASSION yang juga salah satu kata favoritku. Lalu dia cerita bahwa sebenernya orangtuanya pengen dia kuliah di bidang yang lain yang ga dia minati. Tapi, yang membedakannya dengan kebanyakan orang, dia berani menolak dan dia bersikeras memilih kuliah di bidang yang dia minati itu. Syukur saja orangtuanya tetap mendukung dia, meski dia memilih pilihan yang berbeda dengan kehendak orangtuanya.

Hal kedua yang kusuka dan aku hargai dari anak muda ini adalah alasannya yang lain setelah itu. Dia memberitahuku profesi apa yang dia inginkan untuk dia tekuni setelah lulus nanti dan itu sesuai dengan bidang ilmu yang saat ini dia telah pilih dan pelajari. Hebatnya, dia sudah memikirkan dan membuat keputusan itu sebelum dia kuliah. Bagiku, dia berarti punya visi dalam hidupnya. Dia tipe orang yang memulai dari akhir dan ketika visi itu jelas baginya, itulah yang memimpinnya dalam mengambil keputusan saat ini dengan satu tujuan: menjadikan mimpinya kenyataan! Sungguh sesuatu yang sangat jarang aku dengar dari anak Indonesia semuda dia! Luar biasa! Malam itu, aku sungguh menikmati bisa ngobrol dengan dia. Aku berharap suatu saat kami bisa bertemu lagi dan aku menantikan dia akan cerita bagaimana mimpinya sudah jadi kenyataan... Semoga!

Berapa banyak fenomena sebaliknya yang terjadi di Indonesia? Berapa banyak anak Indonesia yang masuk kuliah tanpa tahu sama sekali apa sebenarnya yang dia sukai atau apa yang sebenernya menjadi kekuatan dan potensinya yang terbesar? Berapa banyak dari mereka yang masuk kuliah tanpa tahu mereka sebenernya ingin jadi apa nanti? Berapa banyak anak Indonesia yang berani atau diberi kesempatan untuk bermimpi dan diberi hak untuk berjuang mencapai impiannya? Kalau pun mereka tahu apa bidang ilmu yang mereka sukai dan ingin mereka pelajari di kuliah atau mereka tahu pasti ingin menekuni profesi apa nanti, berapa banyak dari mereka yang terampas dan terjajah haknya karena orangtua mereka memaksa mereka kuliah bertahun2 untuk bidang ilmu yang orangtua mereka inginkan tapi justru mereka ga suka? Berapa banyak tahun2 produktif anak2 Indonesia harus terbuang hanya karena mereka terpaksa kuliah dan belajar atau bahkan menderita selama kuliah hanya karena mengikuti kehendak orangtua dan menyenangkan mereka? Berapa banyak, berapa banyak, berapa banyak??!

Fenomena seperti di atas umum terjadi di banyak keluarga Batak. Orangtua Batak yang dibesarkan di era industri dan masih konservatif umumnya hanya mengenal dan mengakui sedikit saja tipe pekerjaan sebagai profesi. Ya, kalau bukan insinyur, ya dokter, kalo ngga, ya jadi pengacara, atau ya jadi pegawai negeri. Stop, udah sampai di situ aja taunya. Pilihan profesi yang sedikit itu menurutku dilatarbelakangi keinginan untuk mencari kestabilan dalam hidup atau gimana cepat menjadi kaya. Herannya, kalo toh memang pengen cepet kaya, jarang sekali orangtua Batak yang memasukkan jadi wirausaha dalam daftar itu, bukan seperti teman2 Tionghoa. Kenapa gitu, wah aku juga tertarik pengen tahu tuh.

Daftar profesi yang begitu cetek itu jelas membatasi pilihan program studi yang mereka bolehkan untuk anak mereka pilih saat hendak kuliah. Kalo mo jadi insinyur, ya jelas kuliah teknik lah. Teknik nya pun biasanya tertentu aja, sebatas apa yang mereka tahu. Paling teknik elektro, teknik kimia, teknik mesin, atau teknik sipil. Dengan begitu, bidang sains seperti matematika, fisika, kimia, biologi dll jelas di luar hitungan. Trus, kalo mo jadi dokter, ya jelas harus masuk fakultas kedokteran dong. Kalo mo jadi pengacara, jalan satu2nya ya masuk fakultas hukum. Nah, kalo si anak akhirnya kuliah di jurusan2 selain itu, ya udah lah, nanti jadi pegawai negeri aja... Menyedihkan banget kan? Poor souls!

Aku pengen nulis lebih banyak tentang pandanganku gimana sebenarnya harusnya orangtua bersikap, tapi aku memutuskan ga akan tulis karena aku belum jadi orangtua hehehe. Tapi, aku bisa menjadikan keputusan dan pilihan si anak muda di atas sebagai teladan bagi sekian banyak anak muda Indonesia yang sebenernya masih mengalami 'penjajahan' dan 'penindasan' di dalam rumah dan keluarga mereka, di tengah2 bangsa yang katanya sudah merdeka...

-yang masih ragu apa Indonesia sendiri sebenernya sudah sepenuhnya merdeka...

Friday, November 02, 2007

Let the battle begin!

Setelah memikirkan matang2 dari beberapa opsi yang ada dengan segala implikasinya, akhirnya aku memilih tawaran graduation project yang menantang dari Philips Research Europe Eindhoven di Video Processing Group, High Tech Campus Eindhoven. Kemarin aku mulai dan sejauh ini profesorku di TUE udah bersedia jadi pembimbing. Setelah 'break' satu bulan selama Oktober setelah menyelesaikan long internship dengan hasil melebihi target, maka sekarang aku sangat siap untuk mulai tesis. I can't wait and I'm very excited. Kata orang, permulaan yang baik itu udah setengah jalan dan aku yakin itu.

Jadi apa sebenernya topik yang akan kukerjakan? Well, aku ga bisa ceritakan detil karena proyeknya milik Philips. Singkatnya, topiknya berhubungan dengan teknologi masa depan di bidang video processing untuk kompresi. Kata pembimbingku, dari publikasi yang ada, satu group di dunia ini yang melakukan hal yang mirip dengan itu adalah Fraunhofer Heinrich-Hertz Institut di Jerman. Dia udah kontak dengan mereka dan pembimbingku bilang ke aku kalau aku mampu memberi major contribution untuk proyek ini, Philips dan Fraunhofer HHI akan memasukkannya dalam joint proposal mereka untuk standarisasi H.265 !! Wow, waktu aku mendengarnya, aku bener2 excited banget dan membuatku lupa untuk sementara tentang susahnya proyeknya yang akan kukerjakan. Tapi ga papa lah, minimal semangat dulu sebelum bertempur.

Yup, to me, I see it as my new and biggest battle. So, let the battle begin because I'm more than ready to fight till the last drop of my blood. O God, please abide with me. I can do nothing without you...

Thursday, November 01, 2007

Oleh-oleh dari Den Haag (2): tipe orang muda yang dibutuhkan Indonesia

Di Den Haag aku juga akhirnya ketemu dan ngobrol sama seorang teman yang baru mulai studi master di Belanda. Wah, aku senang sekali bisa ketemu dia dan aku menikmati pembicaraan sama dia. Aku merasa kawan ini dewasa orangnya, pemikirannya maju, idealis, dan kupikir juga berintegritas dan masih punya hati nurani, kelihatan dari apa yang dia katakan. Sayang aku ga bisa share apa aja yang kami bicarakan, soalnya banyak yang sensitif dan confidential.

Dia menguasai bidang yang aku buta, tapi sebenernya aku sih tertarik mempelajari disiplin ilmu yang satu itu, apalagi karena memang ingin kembali berkarya di Indonesia. Kompleksitas keadaan di Indonesia kayanya membutuhkan orang2 muda untuk belajar lebih banyak daripada bidang ilmunya aja. Misalnya, orang2 seperti aku yang latar belakangnya ilmu teknik, kalo mo berkiprah lebih banyak di Indonesia, perlu juga belajar lebih banyak dari teman2 tentang ilmu2 sosial, seperti pendidikan, politik, ekonomi sama ilmu komunikasi.

Satu yang aku salut dari dia adalah pilihannya untuk tekun dan setia selama bertahun2 mengabdi dan memperjuangkan nasib banyak orang yang tertindas di Indonesia, meski jelas perkerjaan seperti yang dia lakoni ga menjanjikan karir atau uang banyak, apalagi cepat kaya, kalo tetap jujur. Dia bahkan cerita kalo sebenernya undang2 di Indonesia ga mencakup pekerjaan seperti dia punya. Itu sebabnya aku senang dan bersyukur banget orang2 muda seperti dia bisa lanjut master. Aku berharap, studi lanjut akan makin memperlengkapi dan menajamkan dia dalam karyanya di Indonesia nanti, biar makin berpengaruh dan berisi.

Menurutku, berkah paling besar bagi suatu bangsa adalah kalo dia punya semakin banyak orang muda yang punya visi, berhati bersih dan berani, tapi didukung sama kapasitas besar dan berpendidikan tinggi. Inilah tipe orang muda yang dibutuhkan Indonesia kalo ingin bangkit. Tapi sebaliknya, kesempatan studi lanjut di luar negeri bisa jadi bumerang buat suatu bangsa kalo orang2 yang dikirim buat belajar ternyata sebenernya berhati busuk, apalagi kalo mereka mau dipakai jadi alat sama bangsa asing buat memeras bangsa sendiri untuk kepentingan pemilik modal. Tidak ada yang paling berbahaya dan merusak sebuah bangsa daripada orang yang brilian otaknya, tapi berhati jahat. Semoga kami ga termasuk di antaranya, sampai kapan pun.

Maju terus kawan!
Indonesia membutuhkanmu!
Indonesia membutuhkan kita!

We shall overcome
We shall overcome
we shall overcome someday
O deep in my heart
I do believe
We shall overcome someday