Saturday, November 03, 2007

Oleh-oleh dari Den Haag (3): it's all about PASSION!

Sabtu malam yang lalu di Den Haag, aku berkenalan dengan seorang mahasiswa Indonesia yang juga sedang studi di Belanda. Kami ketemunya ga sengaja dan setelah itu kami cukup lama ngobrol. Teman ini masih mahasiswa tahun pertama dan sekolah di Belanda dengan biaya dari keluarga.

Aku menikmati pembicaraan dengannya dan ada dua hal menarik yang aku dapati darinya yang menurutku jarang dimiliki anak muda Indonesia seumur dia. Pertama, aku terkesan dengan jawabannya ketika aku tanya kenapa dia memilih studi di bidang yang sekarang dia tekuni. Dia bilang, "karena itu yang aku suka, karena itu PASSION-ku." Aku sempat terdiam sebentar begitu mendengar jawabannya. Abis itu aku bilang bahwa rasanya baru kali ini aku ketemu sama orang Indonesia seumur dia yang memberi jawaban seperti yang dia beri atas pertanyaan itu. Apalagi, dia menggunakan kata PASSION yang juga salah satu kata favoritku. Lalu dia cerita bahwa sebenernya orangtuanya pengen dia kuliah di bidang yang lain yang ga dia minati. Tapi, yang membedakannya dengan kebanyakan orang, dia berani menolak dan dia bersikeras memilih kuliah di bidang yang dia minati itu. Syukur saja orangtuanya tetap mendukung dia, meski dia memilih pilihan yang berbeda dengan kehendak orangtuanya.

Hal kedua yang kusuka dan aku hargai dari anak muda ini adalah alasannya yang lain setelah itu. Dia memberitahuku profesi apa yang dia inginkan untuk dia tekuni setelah lulus nanti dan itu sesuai dengan bidang ilmu yang saat ini dia telah pilih dan pelajari. Hebatnya, dia sudah memikirkan dan membuat keputusan itu sebelum dia kuliah. Bagiku, dia berarti punya visi dalam hidupnya. Dia tipe orang yang memulai dari akhir dan ketika visi itu jelas baginya, itulah yang memimpinnya dalam mengambil keputusan saat ini dengan satu tujuan: menjadikan mimpinya kenyataan! Sungguh sesuatu yang sangat jarang aku dengar dari anak Indonesia semuda dia! Luar biasa! Malam itu, aku sungguh menikmati bisa ngobrol dengan dia. Aku berharap suatu saat kami bisa bertemu lagi dan aku menantikan dia akan cerita bagaimana mimpinya sudah jadi kenyataan... Semoga!

Berapa banyak fenomena sebaliknya yang terjadi di Indonesia? Berapa banyak anak Indonesia yang masuk kuliah tanpa tahu sama sekali apa sebenarnya yang dia sukai atau apa yang sebenernya menjadi kekuatan dan potensinya yang terbesar? Berapa banyak dari mereka yang masuk kuliah tanpa tahu mereka sebenernya ingin jadi apa nanti? Berapa banyak anak Indonesia yang berani atau diberi kesempatan untuk bermimpi dan diberi hak untuk berjuang mencapai impiannya? Kalau pun mereka tahu apa bidang ilmu yang mereka sukai dan ingin mereka pelajari di kuliah atau mereka tahu pasti ingin menekuni profesi apa nanti, berapa banyak dari mereka yang terampas dan terjajah haknya karena orangtua mereka memaksa mereka kuliah bertahun2 untuk bidang ilmu yang orangtua mereka inginkan tapi justru mereka ga suka? Berapa banyak tahun2 produktif anak2 Indonesia harus terbuang hanya karena mereka terpaksa kuliah dan belajar atau bahkan menderita selama kuliah hanya karena mengikuti kehendak orangtua dan menyenangkan mereka? Berapa banyak, berapa banyak, berapa banyak??!

Fenomena seperti di atas umum terjadi di banyak keluarga Batak. Orangtua Batak yang dibesarkan di era industri dan masih konservatif umumnya hanya mengenal dan mengakui sedikit saja tipe pekerjaan sebagai profesi. Ya, kalau bukan insinyur, ya dokter, kalo ngga, ya jadi pengacara, atau ya jadi pegawai negeri. Stop, udah sampai di situ aja taunya. Pilihan profesi yang sedikit itu menurutku dilatarbelakangi keinginan untuk mencari kestabilan dalam hidup atau gimana cepat menjadi kaya. Herannya, kalo toh memang pengen cepet kaya, jarang sekali orangtua Batak yang memasukkan jadi wirausaha dalam daftar itu, bukan seperti teman2 Tionghoa. Kenapa gitu, wah aku juga tertarik pengen tahu tuh.

Daftar profesi yang begitu cetek itu jelas membatasi pilihan program studi yang mereka bolehkan untuk anak mereka pilih saat hendak kuliah. Kalo mo jadi insinyur, ya jelas kuliah teknik lah. Teknik nya pun biasanya tertentu aja, sebatas apa yang mereka tahu. Paling teknik elektro, teknik kimia, teknik mesin, atau teknik sipil. Dengan begitu, bidang sains seperti matematika, fisika, kimia, biologi dll jelas di luar hitungan. Trus, kalo mo jadi dokter, ya jelas harus masuk fakultas kedokteran dong. Kalo mo jadi pengacara, jalan satu2nya ya masuk fakultas hukum. Nah, kalo si anak akhirnya kuliah di jurusan2 selain itu, ya udah lah, nanti jadi pegawai negeri aja... Menyedihkan banget kan? Poor souls!

Aku pengen nulis lebih banyak tentang pandanganku gimana sebenarnya harusnya orangtua bersikap, tapi aku memutuskan ga akan tulis karena aku belum jadi orangtua hehehe. Tapi, aku bisa menjadikan keputusan dan pilihan si anak muda di atas sebagai teladan bagi sekian banyak anak muda Indonesia yang sebenernya masih mengalami 'penjajahan' dan 'penindasan' di dalam rumah dan keluarga mereka, di tengah2 bangsa yang katanya sudah merdeka...

-yang masih ragu apa Indonesia sendiri sebenernya sudah sepenuhnya merdeka...

2 comments:

D. S. said...

But be honest, how many people really know what they want to do when they were 17 or 18? And people who have no life plan until 10 years to go doesn't meant they don't really know what to do ..... some people just prefer to have a "surprise" on their life .. like me ... but I doesn't mean that I have no passion of my life or have no plan about my future lho ....

mauritz panggabean said...

Well, I guess the number is small and there are reasons for that. To me, again it's a personal matter, it's a matter of choice. I just believe that if one knows what to do better or best, then why not do it? I learn that we're hold accountable for what we know, and not for what we do not know.