Sunday, September 30, 2007

A time for the beauty of waiting

Siapa orang di dunia ini yang suka menunggu lebih lama untuk sesuatu yang dia bener2 butuh ato pengen dapetin secepatnya? Aku rasa ga ada. Kalo ada, aku pengen banget ketemu sama itu orang dan aku pengen foto bareng sama dia, saking jarangnya orang kaya gitu. Lihat aja kalo orang yang kita tunggu misalnya telat 10 menit, pasti kita udah rasa ga enak atau bahkan udah mulai menggerutu. Apalagi kalo orang Belanda, beh, mungkin dia udah pulang kali meski si orang itu telatnya cuma 10 ato 15 menit doang. Tapi suka ga suka, menunggu kadang2 harus kita alami dalam hidup.

Aku juga ga suka menunggu dan kalo keterlaluan, aku ga mau dan ga bisa menunggu terlalu lama. Tapi kali ini aku kembali harus menunggu dan aku sudah berjanji untuk menunggu. Jadi, sesuai janjiku, aku memang akan menunggu hingga waktunya tiba, meski pada awalnya ga mudah buatku, yah setidaknya terasa dari kepalaku yang sempat pusing dan badanku yang lemas untuk sesaat hehehe. Tapi saat ini aku udah kembali kuat, justru karena aku kembali diingatkan oleh beberapa blogku yang kutulis sebelumnya. Again, they show themselves to me as faithful advisors! Thanks guys! Aku akan kembali tulis what they told me about the beauty of waiting.

Aku diingatkan bahwa menunggu kerap kali adalah bagian dari perjuangan untuk meraih sesuatu. Bahkan aku bisa bilang, orang yang ga siap menunggu sebaiknya ga usah berjuang. Playing football is not about kicking the ball once we get it. It is about knowing and waiting for the right time to kick. Kalau memang sesuatu itu berharga untuk diperjuangkan dan dinanti, maka rasanya memberi sejumput waktu lagi untuk menunggu sama sekali bukanlah tindakan bodoh, apalagi kalau memang menunggu adalah syarat yang memang diminta untuk itu. It leaves me with no other better choices! Even it is the most logical option to choose, then. Aku harus akui, sebenernya ada pilihan yang lain sih kalo aku mau. Pilihan2 lain ini biasanya datang dengan suara nyaring mereka dalam hatiku yang mengatakan betapa bodohnya aku. Ah, bukan kali ini aja suara2 nyaring itu datang menggangguku, tapi selalu ketika aku menetapkan hatiku untuk membayar harganya dengan bersedia menunggu lebih lama, suara2 itu segera lenyap entah kemana, sebab aku tahu dan yakin apa yang sedang kulakukan.

Alasan lainnya yang membuat aku tak punya pilihan lain selain menunggu adalah kalau aku memang berada di posisi sebagai pihak yang meminta dan mengetuk agar pintu dibuka. Aku pernah tulis kalo meminta menuntut kerendahan hati dan mengetuk butuh sikap ga putus asa. Aku nulis juga kalo berada di kedua posisi ini berarti aku menghormati sepenuhnya hak dari pihak yang kepadanya aku minta dan orang yang berada di dalam rumah untuk memutuskan memberiku dan membukakan pintu atau tidak. Dia pun punya hak penuh untuk menyatakan kapan akan memberi jawabannya, ya atau tidak, untuk memberi apa yang kuminta atau membukakan pintu untukku. Jika waktu untuk jawaban itu belum tiba dan aku harus menunggu, maka bagiku, ini berarti menunggu adalah bentuk penghormatan dan penghargaanku untuk orang itu. Kupikir ga ada seorangpun yang setuju bahwa segala bentuk pemaksaan seperti merampas atau menjebol pintu adalah satu bentuk penghormatan dan penghargaan kan? Tapi aku juga sebenernya bisa aja memutuskan untuk berhenti meminta atau berhenti mengetuk, kalo aku mau. But this time I won’t quit and I have agreed to wait until the promised time because I think it’s worth all the sacrifices. Bukankah hidup ini sering kali bukan masalah bisa ato ga bisa, tapi mau atau ga mau?

Yang justru jadi pertanyaan menarik buatku adalah bagaimana menunggu seperti ini akan membentuk diriku? Aku tahu jawabnya, meski aku juga tahu pasti selalu ga mudah untuk melaluinya. Ini bukan pertama kalinya aku menunggu dalam hidupku untuk sesuatu yang bener2 aku harapkan dan karena itulah aku bisa jawab pertanyaan itu. Menunggu mengajarkan sesuatu yang ga bisa diajarkan oleh kesempatan2 lain dalam hidup. Menunggu ibarat seorang guru tua yang mengingatkanku dengan suara lantang bahwa aku ini manusia terbatas, that I’m neither the almighty nor the omnipotent. It teaches me that there’s no such thing as the Aladdin lamp or genie in a bottle. Menunggu juga mengajarkanku untuk bersabar dan menahan diri. Menunggu juga mengajarku untuk memelihara harapan dan keyakinan bahwa semua akan indah dan manis pada waktu-Nya. It is hope and faith that keep us alive, right? Saat menunggu juga menjadi saat terbaik untuk berdoa dan menundukkan diri. Finally, menunggu adalah kesempatan baik untukku mengenal diriku, dirinya dan diri-Nya lebih baik. So, with all these benefits wrapped up in a package called waiting, it is not a bad package after all, isn’t it?

--

A Time for Everything

There is a time for everything,
and a season for every activity under heaven:

a time to be born and a time to die,
a time to plant and a time to uproot,
a time to kill and a time to heal,
a time to tear down and a time to build,
a time to weep and a time to laugh,
a time to mourn and a time to dance,
a time to scatter stones and a time to gather them,
a time to embrace and a time to refrain,
a time to search and a time to give up,
a time to keep and a time to throw away,
a time to tear and a time to mend,
a time to be silent and a time to speak,
a time to love and a time to hate,
a time for war and a time for peace.

He has made everything beautiful in its time.

Ecclesiastes 3;1-8, 11 (NIV)

Friday, September 28, 2007

He makes all things beautiful in his time

Satu sampe dua minggu ke depan akan menjadi begitu menentukan buatku untuk menentukan topik tesis yang akan kukerjakan selama paling lama 9 bulan mulai Oktober depan. Dari durasinya saja, aku tahu tesis adalah fase paling penting untuk studiku. Saat ini aku telah mendapatkan sekitar lima topik yang ditawarkan oleh profesorku di universitas dan pembimbingku di Philips Research. Terus terang, ga mudah menentukan mana yang akan kupilih dari kelima ini. Yang aku tau pasti, aku harus cermat dan bijak dalam memilih karena kalo sampe salah pilih sementara sebagian waktu udah berlalu, rasanya terlalu bodoh kalo aku harus berhenti dan mulai mengerjakan topik baru.

Saat2 seperti ini lah yang kata orang disebut sebagai kairos, a decisive moment, a milestone in life. Meski ga mudah, selama ini ada beberapa guideline yang biasa membantuku buat menentukan keputusan.

1. Lagi2, aku harus menetapkan apa tujuan akhirku di masa depan dan ketika itu udah jelas sejelas2nya, maka itulah yang menentukan di saat ini mana yang harus kupilih dan mana yang harus kutinggalkan, meski kelihatannya bagus. Kepada segala yang tidak mengabdi kepada pencapaian tujuan, seberapa pun menariknya itu, I have one thing to say: get out of my life! Well, fortunately I know exactly what I want to do after graduating, if God allows me. Cuma sorry, aku ga bisa tulis di sini. That's not for public domain :)

2. Kalo tujuan udah jelas, maka yang kubutuhkan adalah sebanyak2nya fakta dan informasi tentang pilihan2 yang ada. Dalam membuat keputusan, semakin banyak dan lengkap fakta yang kita punya, kita akan makin punya dasar kuat untuk membuat keputusan yang terbaik.

3. Because doing thesis is an exhaustively lonely job and time consuming, I must be very passionate about the work I'm doing. Setelah aku dapat info cukup, tinggal aku saja yang bertanya ke diriku sendiri mana yang bener2 aku paling suka dari kelimanya yang akan membuatku punya persistence untuk menyelesaikan hingga tuntas.

4. Good and competent friends are the next place to go to. Mereka bisa kasi advice yang menolong, apalagi kalo pernah berada di posisi yang sama seperti aku sekarang. Tapi tetap saja, it's me who should make the decision. Don't worry, I've been training myself to make my own decisions, and never having them made by others.

5. Last but not least, lutut yang ditekuk, tangan yang terlipat, kepala yang tertunduk dan hati yang mau jujur, peka mendengar dan setia untuk taat dalam doa kepada-Nya harus jadi dasar dan framework dalam seluruh dan setiap proses pengambilan keputusan, kalo emang ngaku Kristen. Steps 1-4 above are mainly in the domain of the mind and sense, but this last step is all about faith. Dengan damai sejahtera dari-Nya, itu lebih dari cukup untuk yakin apa keputusan yang harus diambil dan kapan untuk melangkah.

Ok Ritz, selamat menikmati lagi masa2 pembentukan bersama-Nya... Dengarlah sayup2 lagu sederhana yang sudah diajarkan ke kau sejak kecil...

In his time, in his time
He makes all things beautiful in his time
Lord please show me everyday
as you're teaching me your way
that you do just what you say
in Your time...

Thursday, September 27, 2007

The Mighty Foolproof Heart Scanner

The heart is deceitful above all things and beyond cure. Who can understand it?

"I the LORD search the heart and examine the mind, to reward a man according to his conduct, according to what his deeds deserve."

Jeremiah 17:9-10 (NIV)

Kemarin sore salah satu alasan aku pulang cepat selain karena kepalaku udah pusing banget, aku harus beli beras ke toko Cina yang tutup jam 6. Biasalah, aku belum bisa jadi kaya orang Eropa yang kuat 'hidup hanya dari roti saja.' Aku masih harus hidup dari beras hehehe. Ada satu yang menarik waktu aku beli beras di toko Cina itu. Setelah aku kasih selembar uang 5 euro ke kasir, dia periksa uang kertas itu dengan melewatkannya ke sebuah mesin scanner, yah mesin buat ngecek keaslian uang. Kali pertama, itu mesin menolak uangku itu dan lampu merah yang nyala. Aku ga terlalu terkejut, yah mungkin karena belum dirapiin aja tu uang.

Bener, si kasir trus ngerapiin uangku itu sampe lurus trus dia scan lagi. Cuma kali ini mesinnya nolak juga. Beh, kok bisa ya, pikirku. Dia rapiin lagi, lalu scan lagi, eh masih nolak juga tu mesin. Itu terjadi sampe beberapa kali, kayanya lebih 10 kali. Dia sampe mulai nanya apa aku punya uang kertas lain. Aku bilang aku ga punya, lagian aku saat itu lagi care sama uangku itu dan sama diriku yang merasa kena tipu dapet uang palsu. Penasaran aja sih, kok bisa terjadinya di Eropa, trus uangnya cuma LIMA euro lagi. Kalo di Indonesia, ok lah mungkin bisa terjadi, trus kalo mo malsuin uang, kenapa 5 euro pun di palsuin? Aneh deh, aku pikir tadinya ini cuma terjadi di sinetron Indonesia, ternyata ga juga heheh.

Belum cukup perjuangan si kasir, dia kasih ke temannya buat dicoba ke scanner yang lain. Tetap juga mesinnya nolak. Waduh, parah nih. Waktu aku dah mo ngambil dompetku buat ambil kartu debit, eh tiba2 pas si kasir scan lagi (mungkin untuk terakhir kalinya dengan cadangan kesabaran udah mo habis), mesin scannernya akhirnya terima dan lampu hijau nyala. Hah, leganya aku waktu itu. Lumayan lagi 5 euro, bisa buat nelpon berjam2 ke Indonesia hehe...

Ayat di atas itu bagian dari bacaanku kemarin dan karena itu aku jadi ingat kejadian ini. Kalo dibandingin, ternyata bukan hanya uang aja yang bisa palsu. Kalo kata ayat di atas, hati manusia juga bisa palsu dan jahat, bahkan katanya di atas segalanya. Ayat 9 tuh dalam konteks cerita di atas, pertanyaan siapa yang bisa tau dan nge-'scan' hati manusia. Kalo nge-'scan' uang palsu, udah ada mesinnya. Tapi kalo nge-'scan' hati, wah ada ga ya? Ada sih, mesin pendeteksi kebohongan, kaya di film2 itu. Cuma, yah namanya mesin atau komputer (baca: yang sebenernya benda paling bodoh di dunia ini), tetap aja bisa error kaya mesin scanner di toko Cina itu atau diakal2in sama yang namanya manusia pintar tapi jahat. Jadi apa yang bisa dong?

Syukurlah, ayat 10 berisi jawaban jelas dan tuntas untuk pertanyaan itu. Yang jawab ya Tuhan sendiri ternyata. Ya, hanya Dia yang bisa memeriksa hati dan menyelidiki pikiran manusia sepenuhnya, tanpa bisa dibohongi. Semua terbuka di depan mata-Nya tanpa ada yang bisa disembunyiin. Kalo kubilang, ya logis sih, kan Tuhan yang mencipta tiap manusia luar dalam, so He is the most competent expert on human beings. Dia ga mungkin salah atau diakal2in, kaya mesin scanner uang itu. Cuma kadang sih kita aja yang sok jago, mikir bisa ngakal2in Dia, tapi akhirnya tetap ketahuan juga. Kaya berita tentang satu pejabat negara baru2 ini yang terkenal punya track record bersih selama 30 tahun, eh akhirnya kedapatan terima suap. Belum tau sih, apa bener apa ga, kan masih diselidiki. Moga2 ga bener. Tapi kalo bener, wah ngeri juga ya. Apa kata istrinya, anak2nya, keluarganya, tetangganya, orang2 sekantor, orang2 sekampungnya...? Ternyata, reputasi yang udah dibangun susah payah selama 30 tahun bisa runtuh berkeping2 hanya dalam waktu 30 menit. Mungkin aja, who knows, hari itu dia lupa minta The Mighty Foolproof Heart Scanner buat nge-'scan' hatinya...

- yang berharap 30 tahun lagi, kalo masih bernafas, ga malu membaca blog ku yang kutulis hari ini

Wednesday, September 26, 2007

Kalo ga mau capek, mati aja lah...

Sore ini aku bener2 capek. Wuih, ini kepala rasanya mo pecah, nyut2 mulu dari tadi. Karena ga tahan lagi berlama2 di kantor, ya udah lah aku pulang aja, daripada di sana ga bisa ngapa2in lagi karena otak dah loyo. Ga tau napa, tapi sekarang udah baikan lah.

Hehe.. soal capek, jadi ingat tiap kali aku dulu ngeluh kalo Mama suruh aku ngerjain ini itu dan aku malas, Mama ku bilang, kalo jadi orang hidup memang harus capek. Kalo ga mau capek, ya mati aja. Katanya lagi, kalo ga mau kerja, ntar ga boleh makan. Ya, daripada aku ga dibolehin Mama makan, ya aku kerjain juga lah. Tapi emang sih, kalo jadi orang itu ga gampang, harus capek. Apalagi sebagai laki2, kan harus kerja lebih keras soalnya bumi udah dikutuk Tuhan karena salahnya ompung Adam hehe...

Jadi, masalahnya bukan capek ato ngga, tapi apa kita hepi ato kagak. Lagi2, kalo ku bikin jadi kuadran, ada empat tipe orang di dunia ini:

1. Orang yang capek, tapi hepi. Nah, saat ini aku termasuk yang ini nih. Hepi, soalnya internship dah mo kelar, percobaan sukses, research questions semua terjawab beres, laporan hampir beres... Kategori ini kodrat manusia lah ya heheh... Ga papa men capek, asal gembira.

2. Orangnya capek, cuma ga hepi, ga tentram, ga tenang. Wah, ini paling berat nih. Tergantung juga sih, capeknya capek fisik ato capek pikiran. Trus ga hepinya kenapa. Macam2 penyebabnya kan orang ga hepi.

3. Orannya ga capek, seger, trus hepi lagi. Ha, ini kategori paling mantap. Kalo aku abis ini makan, nonton film bagus lalu tidur dan bangun lagi, aku yakin bakal pindah ke kategori ini. Cihuyyy...

4. Orangnya ga capek, cuma ga hepi. Nah, kalo ini, sebenernya mungkin fisiknya aja yang ga capek, tapi bisa aja pikiran ama hatinya lelah juga. Abis, kalo ga gembira kan berarti pikiran ama hati ga tenang, ada aja yang dipikirin. Agak rancu bedain kelas ini ama kelas 2 di atas.

Ya udah lah ya, sampe di sini aja dulu. Sekarang saatnya nonton dulu hehe... biar pindah ke kategori 3 coy.

Btw, kalo lo masuk kategori mana sekarang?

Monday, September 24, 2007

ASK (Ask Seek Knock)

Ask and it will be given to you; seek and you will find; knock and the door will be opened to you. For everyone who asks receives; he who seeks finds; and to him who knocks, the door will be opened.
Matthew 7:7-8

Bagian Alkitab di atas tidak asing bagiku cuma aku menjadikannya bahan renunganku beberapa hari ini karena sesuai dengan kebutuhanku akhir2 ini. Baru2 ini aku mendapat pengertian baru yang sebelumnya aku ga pernah lihat. Kalau diperhatikan, bagian ini tentu berbicara tentang doa, sama seperti ayat 9-11 setelahnya. Bedanya, dua ayat di atas berbicara tentang tiga sikap yang kita harus miliki ketika berdoa atau mencari kehendak dan pimpinan Allah (bagian manusia), sementara ayat 9-11 berbicara tentang janji dan jaminan Allah (bagian Allah).

Tiga sikap itu digambarkan dari tiga kata ini: ASK, SEEK, KNOCK. Aku singkat ketiganya jadi ASK, sebuah recursive acronym kaya GNU atau PHP hehe... Jadi, ini ketiga sikap yang aku dapat itu:

1. ASK berbicara tentang KERENDAHAN HATI. Orang yang meminta sesuatu dari orang lain pasti harus punya kerendahan hati untuk menyadari bahwa dia perlu sesuatu yang tidak dapat dia penuhi atau lakukan sendiri sehingga ia harus memintanya dari orang itu. Kerendahan hati ini lahir dari mengenal siapa diri dan siapa orang yang kepadanya dia meminta. Dia tahu dirinya tidak punya atau tidak mampu, dan sebaliknya dia pun tahu orang itu punya dan mampu. Karena itu, kalau meminta sesuatu, biasanya tangan kita di bawah dan bukan di atas kan?

2. SEEK mewakili sikap MAU BERUSAHA KERAS. Siapa yang pernah kehilangan sesuatu yang sangat berharga, misalnya kita lupa naruh dompet dimana, lalu mencari2? Gimana kita mencari dompet kita yang hilang itu? Kalau ia berharga, pasti kita akan mencari semampu kita sampe dapat. Waktu akan berlalu begitu cepat sembari kita mencari sebab pikiran kita akan terpusat ke satu tujuan: menemukan dompet itu secepatnya yang kita bisa. Kalau perlu, kita akan lakukan segala cara, termasuk menanya ke orang2 di sekitar apa liat itu dompet dan mungkin meminta bantuan mereka untuk ikut mencari. Lagi2, sejauh mana usaha kita mencari mencerminkan seberapa berharga yang kita cari itu. Gitu juga sebaliknya, kalo kita bilang apa yang kita cari itu berharga, seharusnya itu terlihat dari usaha kita kan?

3. KNOCK menggambarkan sikap TEKUN dan TAK PUTUS ASA. Orang bilang, PUSH atau Pray Until Someting Happens. Siapa yang pernah mengetuk pintu tapi cuma mengetuk satu kali aja? Rasanya ga ada kan? Kalo emang ngebet banget pengen pintu dibuka, pasti kita ngetuknya berkali2, trus ga capek, kalo perlu sampe teriak2, mana tau orang yang di dalam lagi tidur.

Ada bedanya dikit ketiga sikap ini. Kalo diperhatiin, di sikap pertama dan ketiga, keputusan apakah yang kita minta akan diberi atau tidak (dan kapan, jika akan diberi) sepenuhnya ada di pihak orang yang kepadanya kita meminta. Begitu juga hanya orang yang ada di dalam rumah lah yang punya hak penuh untuk mau membuka pintu (dan kapan kalau ya) atau tidak. Sementara, hal mencari itu sepenuhnya bergantung ke kita. Biasanya kan kalau kita ga berusaha mencari, gimana mungkin dapat? Maksudnya perbedaan ini, mungkin begitulah caranya Allah dan kita bekerja sama: Allah berdaulat penuh untuk memberi / membuka pintu atau tidak dan menentukan saatnya untuk itu, sementara bagian kita manusia, yah itu tadi, merendahkan diri untuk bersedia meminta, berusaha keras mencari, dan tekun mengetuk pintu kemurahan-Nya. Tapi, ayat 8 sebenernya juga mengandung janji ilahi, bahwa ketiga sikap kita itu tidak akan sia2 sebab Dia pasti akan memberi, memimpin kita menemukan, dan membukakan pintu buat kita, meski belum tentu sesuai dengan keinginan kita.

Ok, segitu dulu buat hari ini en moga2 berguna. Kalo susah ngingetnya, ingat aja ASK tadi ya. Happy ASKing!

Friday, September 21, 2007

A cloud of faithful advisors

Satu dampak yang aku rasakan dari mencoba setia nulis blog tiap hari (kalo bisa) adalah secara ga sadar aku udah menjadikan blog2 yang kutulis itu ibarat para penasihat pribadiku yang ga malu2 muncul di depanku dan berbicara balik kepadaku tiap kali aku hidup tidak seperti apa yang kutulis di sana. Sama seperti tadi malam, aku disadarkan aku udah melakukan sesuatu yang salah. I knew it is not a right thing to do but I tried to rationalize it. Saat itulah mereka, my own blogs that I wrote with my own hands, mereka seperti berdiri begitu besar mengelilingiku bak raksasa dan aku menjadi seperti begitu kecil, terpojok di tengah2 mereka. Mereka ga segan2 bilang ke aku bahwa aku salah, aku ga jujur dan mereka pengen membawaku pulang kembali menjadi diriku waktu aku menulis dan menciptakan mereka. Kalau kupikir2 sih, bukan kah aku ini sebenernya tuan atas mereka dan mereka itu hamba2ku? Maksudnya, aku berkuasa penuh dengan sekali klik menghapus blog mana pun yang kumau, bahkan seluruh blog yang kutulis bisa ku-delete seketika, kalau aku mau. Tapi betapa berterima kasih nya aku sama mereka karena ternyata mereka adalah hamba2 yang setia mengingatkan tuannya kalau tersesat. Ya, tadi malam mereka berhasil membawaku pulang... me, a lowly master who's so lucky to be surrounded by a cloud of faithful advisors, ... anywhere, anytime.

Thursday, September 20, 2007

Conan, pasti kita jalan-jalan lagi…

Tadi siang aku ke kampus lagi ada urusan dan aku pake kesempatan ini buat menikmati pameran foto2 jurnalistik yang menang World Press Photo tahun lalu. Foto2nya bagus2 loh. Yah mungkin secara teknik fotografi sih ga terlalu, tapi tiap foto kalo diperhatikan seolah2 berbicara dan menyampaikan pesan samaku. Aku suka dan tertarik banget sama foto jurnalistik kaya gini, soalnya foto gitu mampu berbicara lebih banyak dan kadang lebih keras daripada tulisan. Yang lebih powerful lagi kalo foto sama cerita digabungin, wuih mantep dah (istilahnya di deviantart.com, conceptual gitu).

Karena aku tertarik fotografi begituanlah yang bikin aku beli si Conan, kamera SLR Canon ku yang sayangnya udah lama kulupakan. Dulu sih masih semangat, cuma gimana lah Conan, aku sibuk jadi sorry lah ya kalau kau udah terlalu lama teronggok di box anti debumu dan aku pun sampe lupa kapan kita terakhir jalan bareng dan bermain2 mengabadikan dunia ini. Tapi lihat2 foto2 di pameran tadi seolah membangunkan aku dari tidurku dan melihat kembali keindahan dan kekuatan seni yang satu ini. Makanya hari ini aku jadi ingat kau lagi Conan. Sebelum nulis ini, aku keluarkan dia dari box nya dan kusapa lagi dia. Pas kucoba2 motret lagi sama si Conan, aku senang karena dia baik2 aja, trus seakan2 dia bilang ke aku, “Ritz, aku udah bosan banget nih nunggu dalam box terus. Ga ada yang bisa kukerjain di dalam box ni. Aku pengen banget lihat dan melukis dunia lagi dengan cahayaku…” Ok, ok, Conan, nanti kita cari waktu yaa, pasti kita jalan2 lagi. But sorry, sekarang kau harus balik lagi ke box ya… soalnya kalo ngga, nanti kau gampang jamuran sayang, dan kalo kau jamuran, wah aku yang pusing jadinya. Kalo jamurmu ga ilang2, bisa2 malah kujual kau hehe.. canda.

Jadi, tunggu aja lah ya blogku suatu saat isinya oleh2 aku main2 sama Conan (foto2 dan cerita kami)… we'll see.

Oya, biar gampang ngerti gimana maksudnya conceptual photography atau foto jurnalistik gitu, ini aku kasih satu contoh yang bener2 aku suka from this great guy. I really love it! Banyak lagi karyanya yang lain yang bagiku bener2 dahsyat, baik fotonya ama ceritanya. Just click here for more. Simple but powerful, isn’t it? Enjoy!

The Things I've Seen

by Gilad



Son, I want you to listen to me.
I have something important to say

Yes dad

No son, really listen.
Come, sit next to me.

Ok dad

I’m not young like you, but I was once.

I know dad. If this is about the…

No son It’s not. You promised to listen.

Sorry dad…

Well, can you see I’m aging?
I’m not the same as I was before.

You look great for your age

Yes?
How old am I?

You are 10?

No son, I’m over 100 years old.

Like I said dad, you look great for your age.

In my life I have seen a lot of things.
I’ve seen a rainbow after a storm.
I’ve seen clouds that took a swim in the ocean.
I’ve seen divers find treasures only to die of sunburn.
I’ve seen captains risk their lives to save a whale and others risk a whale to save their lives.
My son, I’ve seen a lot.
Every wrinkle, every stain of rust, every hole in my crumbling body is something I’ve seen and learned.

I know dad… can I go now?

Son, you promised me you listen, will you keep your promise?

Yes dad.

Well, after all I’ve seen there is one thing I know.

What’s that dad?

I’ve learned I know nothing.
I can’t explain, and I can’t predict anything.
Life is a big storm, and we must assume we can drown in any minute.

I don’t understand.
If I know nothing, how do I know that?

Now son,
Now I know you were listening.

I think it’s my time to go.


Source:
http://gilad.deviantart.com/art/The-things-I-ve-seen-11162681

Wednesday, September 19, 2007

Sense and simplicity

Judul di atas adalah motto Philips, perusahaan tempatku lagi internship. Mereka memang lagi fokus ke teknologi yang berhubungan sama senses manusia dan membuat hidup lebih simple dan mudah. Cuma, kali ini aku pake itu jadi judul dengan pengertian agak beda. Aku ngetik ini setelah aku baru aja menyelesaikan satu masterpiece ku: menata kamar baruku hingga ke bentuk finalnya which I really love. It has been a long process since the last four weeks, yet I enjoy it though.

Ketika hari pertama pindahan, aku menemukan kamar kecil baruku itu kosong melompong, kecuali sebuah tempat tidur sama matras. At first, it's a totally absolute mess. Barang2ku yang semua masih dalam box, plastik atau koper kutumpuk aja di dalam. Perlahan2, hari demi hari, proses pembenahan dan pembersihan terjadi hingga hari ini aku bisa duduk tenang dan menikmati hasil karyaku. Hey, it's time to celebrate, hehehe.

Terus terang aku merasakan banget Tuhan begitu baik dalam semua proses pindahan ini, menolongku dengan cara2 yang sering di luar dugaanku, mulai dari cari kamar yang sesuai requirement ku, sampe menyediakan barang2 yang emang aku perlu. Nah, waktu kontrakku di spacebox udah mau habis, aku agak pusing juga cari2 kamar yang cocok sesuai keinginanku. Di Belanda memang (agak) susah cari kamar atau rumah yang pas buat tempat tinggal jangka panjang, apalagi menjelang tahun ajaran baru dimana harus bersaing sama orang lain atau pendatang yang juga cari akomodasi. Aku masih ingat gimana aku dapet tempatku sekarang. Waktu itu satu hari sampe sore aku pake khusus buat hunting kamar, mulai dari website sampe aku pergi ke biro housing. Setelah berusaha sampe pergi kesana kemari naik sepeda, nelponin beberapa orang, hasilnya nihil juga. Aku mulai kuatir dan di pikiranku udah mulai terbit those unnecessary negative if's, kaya gimana kalo ga dapet kamar sementara kontrak udah habis, gimana kalo begini, gimana kalo begitu, banyak lagi. Sebenernya siy sebelumnya aku udah incar satu kamar dari temenku, dan menurutku itu solusi ideal banget. Cuma, pas minggu2 terakhir muncul masalah hingga aku harus lupakan itu sama sekali.

Nah, tau apa yang terjadi kemudian? Saat itu aku duduk di depan mejaku, bener2 pasrah, mo ngelupain masalahku itu sejenak dan iseng cek email. Eh tau2 pas banget muncul email di milis yang nawarin kamar yang kutempatin ini. Aku langsung kontak dan setelah itu, well, the room will be honored for a place on a page of my life book, hehehe... Bersyukur banget aku waktu itu, apalagi pas udah lihat kamarnya memenuhi kriteriaku dan langsung bikin deal. So, was that email a coincidence? Speaking of probability, it might be. But of divine providence, I guess not.

Banyak lagi campur tangan Tuhan yang kurasakan. Saat aku lagi pusing gimana caranya mindahin barang2ku, eh datang bantuan dari dua orang temen gereja yang begitu baik menolong pake mobil mereka. Waktu aku butuh tempat nitip barang bentar, ada temen yang bersedia kamarnya dipake buat nitip. Waktu aku butuh beberapa barang kaya lemari pakaian, ada temen yang nawarin mo ngasih lemari kainnya. Bahkan, di luar dugaanku, minggu lalu aku bantu temen gereja pindahan, aku malah dapet lemari pakaian kokoh dari kayu, dan satu lagi: meja belajar kayu yang masih bagus. Yang terakhir ini bener2 ga kusangka, meski aku udah kepikiran juga mo beli baru atau bekas. Belum lagi perlengkapan perang (baca: alat2 masak) pun aku dapet juga dari temen2 dan masih bagus2. Luar biasa. Orang bisa aja melihat semua itu biasa aja atau kebetulan, tapi entah kenapa, dari situ aku bener2 belajar banyak tentang diriku, tentang teman2ku, dan tentang Dia. Thank God!

Kembali ke sense and simplicity, aku sebut tata kamarku ini masterpiece-ku, karena emang aku mulai dan kukerjakan sendiri dari nol, dari kosong hingga sekarang aku merasa kamarku ini bahkan lebih nyaman daripada spacebox yang fully furnished tapi ga sesuai tipeku. Kenapa? Soalnya, menurutku dari fasilitas yang disediakan, some did not make sense to me, maksudnya ga perlu dan ga banyak gunanya buatku. Cuma, karena udah dikasih dan milik perusahaan housing, ya jadi ga bisa dibuang. Jadi begitulah, barang2 seperti itu justru jadi bikin kepalaku pusing dan sakit mataku tiap kali aku melihatnya. Nah, enaknya kamar kosong, aku punya kemerdekaan penuh untuk mengisinya dengan apa yang kumau dan kupandang make sense and simple. Sampe tiga kali aku rombak tata kamarku sampe aku akhirnya menemukan komposisi yang mantap, ya format yang sekarang ini.

What's the lesson for today then? Pertama, sebenernya sih ga ada gunanya kuatir. It's a stupid thing, wasting time, energy and sanity. Biar ga kuatir, ya pake otak (mikir), dengkul (doa) , lalu kaki dan tangan (kerja). Kedua, for me, it's nice to enjoy a life that is simple and makes sense. Sometimes all it takes is a bit of creativity and perspiration. I can tell you, it really pays off. Terakhir, freedom to think and create what you really like is priceless.

Moga2 blog ku malam ini pun makes sense dan simple buat dimengerti. Oya, buat semua temen2 yang udah ngebantu aku, thanks banget yaaa. Kalo ada yang perlu tenaga buat pindahan, just call me, ok? I know how it feels hehe... yah, itung2 olahraga lah...

--

Do not be anxious about anything, but in everything, by prayer and petition, with thanksgiving, present your requests to God. And the peace of God, which transcends all understanding, will guard your hearts and your minds in Christ Jesus.
Philippians 4:6-7 (NIV)

Tuesday, September 18, 2007

FRIENDSTER: FRIEND but STrangER ?

Sambil nunggu programku nge-run buat ngasilin data yang mo kubawa pulang ke rumah sebagai oleh2ku dari kantor malam ini buat dikerjain di rumah, iseng aja aku login ke Friendster (fs) dan main2 di sana bentar. Aku liat angka friendsku yang cuma 91 sementara banyak 'friends'-ku udah punya friends sampe ratusan bahkan ribuan. Aku salut sama mereka yang rajin update friendster-nya, apalagi rajin invite karena terus terang aku sekarang ini emang lagi males banget buat ng-invite orang buat menggenjot jumlah friends-ku, well simply because I don't have time and interest for that. Maybe later, who knows... but for now, I'm more interested in influencing the world through my blogs. Again, who knows, heh?

Ada satu pertanyaan yang bikin aku nulis blog hari ini. Siapakah mereka yang kita sebut teman? Who is a friend to you? fs memang bisa jadi tool bagus buat membangun jaringan pertemanan, apalagi kalo cerdik heheh... Well, that's one of cool things Internet is so powerful to do. Cuma, definisi teman atau friend bisa jadi berubah kalo semata2 hanya ngikuti apa yang dipake sama fs. Buatku sih, kategori temen itu banyak dan definisinya juga macem2. Ada temen kuliah, ada temen makan bakso, temen jalan, temen curhat, pokoknya banyak lah ya. Tapi pertanyaan selanjutnya, temen seperti apa sih yang kita cari dalam hidup yang singkat ini? Kalo aku pribadi sih lebih care sama yang namanya kualitas pertemanan daripada kuantitas, yang salah satunya mungkin ditunjukin sama jumlah friends di fs, yang meski setelah kita add (sebagian) mereka, ga pernah sekali pun kita lihat dan baca profile-nya. Anyway, tetep aja bagi fs yang emang dijalanin sama komputer yang disebut server itu, tetap saja mereka 'friend', kan? Friendster, friend, but stranger, ironically..

Bertahun2 yang lalu, waktu aku jauh lebih imut dari sekarang, seorang kakak pernah 'menurunkan ilmu' gimana mengenal kualitas sebuah hubungan dan sejak itu ilmu ini ga pernah aku lupa dan terbukti mumpuni. Ilmu ini ga hanya berguna buat mengenal kualitas pertemanan, tapi juga buat menolong kita tingkatin kualitasnya, kalo kita mau. Karena aku dapetnya gratis, ya aku share gratis juga lah hehe. Jadi, katanya, kualitas pertemanan itu ditentukan sama yang namanya kualitas KOMUNIKASI, dan bukan kuantitas waktu buat beraktifitas bareng atau berkomunikasi itu sendiri. Nah, berdasarkan kualitas komunikasi yang bisa dilihat dari content-nya, ada lima level komunikasi, dus lima level kualitas / kategori temen:

1. Level terendah, sama orang2 di level ini kita cuma basa basi atau say hello doank. Contohnya, paling kita bicaranya cuma "apa kabar?" atau "mau kemana?" Bahkan sering kali orang menanyakan hal2 kaya gini cuma formalitas and they don't even care to listen to the answer. Pernah ketemu orang yang nanya ''how are you?" sambil melewati kita begitu cepat sampai kayanya apa yang kita bilang dia ga bakal denger? Aku sering.

2. Sama mereka di level ini we share INFORMATION and FACTS only. Jadi, lebih baik dari level 1, kita udah mulai berbagi fakta (atau gosip?) tentang apa saja, TANPA ada tambahan opini atau perasaan. Misalnya, waktu nonton pertandingan bola Premier League MU vs Chelsea, kita asik bertukar info tentang pemain, klub, pelatih, jalannya pertandingan, tapi tanpa ada komentar pribadi.

3. Nah, intensitas komunikasi makin dalam waktu kita juga share OPINI pribadi dan ga hanya informasi, fakta atau gosip. Misalnya, ngelanjutin contoh di no 2, kita bakal cerita yang mana klub dan pemain favorit kita, kira2 siapa yang menang dan skornya berapa, gimana seharusnya pertandingan berjalan, itu si Drogba diving ato kagak, atau teriak2 kasi advis lewat TV ke wasit biar negur si Jose Maurinho (manajer Chelsea) biar ga banyak bacot...

4. Di atas itu, kita ga hanya share opini, pendapat atau pikiran, tapi udah share PERASAAN, seperti rasa suka, ga suka, sayang, benci, senang, sedih, marah, suntuk, gembira, macem2 lah. Sebenernya, di level ini, ada perasaan yang mudah di-share, tapi ada juga tipe perasaan yang hanya dikasih tau sama orang2 tertentu. Jadi level ini ada tingkatan2nya lagi... itu katanya loh yaa.

5. Ini level paling atas dan punya sub-levelnya juga. Di sini, kita sudah menemukan cukup kepercayaan untuk secara jujur membagikan apa yang jadi RAHASIA buat kita, hal2 yang kita simpan rapat2 dalam lubuk hati dan tidak akan dibagikan sama sembarang orang. Macam apa rahasia itu, ya kita sendiri yang tahu, tapi biasanya sih rahasia tentang diri sendiri.

Semakin tinggi levelnya, seiring kualitas yang dipercakapkan makin dalam, kepercayaan yang dibutuhkan pun makin besar, tapi risiko terjadi friksi, dikecewakan dan disakiti juga makin besar soalnya seharusnya kita makin kenal siapa sebenernya yang kita sebut teman itu selama ini, yang sebenernya pasti punya kelemahan, kekurangan dan perbedaan dari kita. Tetapi ketika kita berhasil mengatasi dan menerima segala perbedaan, kelemahan dan kekurangan di level yang kritis ini, kita akan menjadi orang2 beruntung karena kita telah menemukan dan menikmati sahabat dan teman sejati, satu anugrah besar di dunia yang makin sesak dengan orang2 yang kesepian, meski mungkin punya ribuan 'friends' di fs...

--

Real friendship is shown in times of trouble;
prosperity is full of friends.
Euripedes

The proper office of a friend is to side with you when you are in the wrong.
Nearly anybody will side with you when you are in the right.
Mark Twain

A friend can tell you things you don't want to tell yourself.
Frances Ward Weller

My best friend is the one that brings out the best in me.
Henry Ford

My father always used to say that when you die, if you've got five real friends, then you've had a great life
Lee Iacocca

Monday, September 17, 2007

Domba Returns

Dalam renungannya kemarin, karena berasal dari New Zealand, yang memiliki 2 juta penduduk dan 10 juta ekor domba, Francis (pendeta di gerejaku) memberi informasi menarik kenapa domba bisa tersesat. Dia bilang, cara domba makan beda dengan cara sapi ato kerbo makan. Sapi waktu makan mencerabut rumput cukup banyak dan sesekali dia akan mengangkat kepalanya, sementara domba kalo makan ambil rumputnya dikit2 sambil terus ngunyah dan kepalanya terus aja nengok ke bawah, ke rumput di hadapannya. Nah, karena si domba asik makan terus, dia akan maju selangkah demi selangkah tiap kali rumput di depannya udah sukses dia pindahin ke perutnya. Begitu terus lah dia makan sambil terus nengok ke bawah, sampe dia ga awas udah mengambil arah yang salah atau udah berpisah terlalu jauh dari gembala atau kelompoknya. Karena itu domba jadi riskan tersesat di daerah yang berbukit dan berlembah, bukan kaya di Belanda yang serba datar ini. Satu lagi yang menarik tentang domba, kalo udah sadar (lebih tepatnya, disadarkan, misalnya udah masuk lobang atau mendengar geraman serigala di depannya) bahwa dirinya tersesat ato dalam bahaya, dia PANIK.

Di satu blog ku yang dulu (click here, hence the title, masak cuma Superman ama Batman aja yang bisa returns...), aku pernah nulis kalo domba itu dijadiin gambaran tentang manusia emang karena bodohnya. Informasi menarik ini bikin domba itu ilustrasi makin pas buat orang kebanyakan yang begitu asik melihat ke ‘bawah’, ke mencari 'sesuap nasi dan sebutir berlian', ke kesibukannya tiap hari, ke hidupnya sendiri, segala sesuatu yang membuatnya lupa untuk mengangkat wajah dan matanya untuk melihat ke ‘sekeliling’ (sesama) dan terutama ingat sama yang di ‘atas’ (jadi ingat satu jawaban standar seleb2 Indonesia yang ketahuan pacaran kalo ditanya kapan merit hehe…). Satu statement Francis kemarin yang aku ingat banget adalah BEING LOST IS A GRADUAL PROCESS. Sama seperti domba itu, ga ada orang yang tersesat tiba2 kan? (kecuali di cerita sinetron Indonesia kali... males ah) Pasti dia tersesatnya pelan2, apalagi kalo proses tersesatnya itu enak (yang biasanya atau emang selalu terjadi).

Aku jadi ingat ini semua waktu pas break aku baca satu portal berita Indonesia sore ini tentang seorang mantan orang paling top di bank paling gede di Indonesia yang akhirnya harus menghabiskan bertahun2 di penjara. Berita ini menarik buatku karena aku pernah ketemu langsung sama orang ini dan mendengar ceramahnya. Aku masih ingat, waktu itu jarakku sama dia paling 10 meter dan aku salut sama dia karena di ceramahnya itu dia ingatin kami2 yang masih muda2 ini (sekarang juga masih muda kok hehe.. coz being young is a state of mind, not face, hair or muscle) tentang pentingnya kerja keras, walk another mile, integritas, kejujuran, dan hidup takut akan Tuhan, meski super sibuk seperti dia. Belum lagi dia cerita tentang proyek sosial yang sedang dia kerjakan dan dia bantu secara finansial dari koceknya sendiri. Mantap banget, pikirku, di masa tuanya, dia udah mencapai puncak karir, kaya, terkenal, punya pengaruh tapi kelihatannya rendah hati, hidup dalam Tuhan, berbuat baik bagi banyak orang, what a life! Sayang itu semua hanya bertahan sebentar, karena tak lama setelah itu aku dengar dia ditahan karena dugaan korupsi hingga hari ini aku baca vonisnya yang terkini. Sedih ya, udah tua begitu seharusnya tinggal menikmati hidup bersama keluarga, kasih nasihat sama generasi yang lebih muda, tapi ini malah harus menghabiskan beribu malam di sel dingin dan sempit. Sepi, sendiri, dah gitu sedih lagi, hiks…

Yah, semoga lah kita bisa menarik pelajaran berharga dari si domba dan bapak tua malang itu soalnya kan ga ada seorang pun yang bisa ngejamin sejarah seperti itu takkan terulang dalam hidup kita, cepat atau lambat. Jangan sampai lah kita kaya kapal karam di bawah. Kalau pun tidak sampai sekarang, bagiku itu semua karena kasih karunia dari yang di ‘atas’… (Bah, ngomongmu itu fuang, nunga gabe songon seleb ho Ritz…)

Friday, September 14, 2007

Gerombolan bocor halus

Mulai dari Sabtu kemarin aku cukup disibukkan sama yang namanya sepeda. Sepedaku yang kedua rusak, ban belakangnya (dalam ama luar) kayanya udah uzur jadi aku terpaksa harus beli ban baru. Cuma karena urgen banget butuh sepeda, ya aku pinjam sepeda teman dulu lah. Hidup jauh di negeri orang memang akan merasakan pentingnya yang namanya temen. A friend in need is a friend indeed, gituh kata orang. Syukur ada temenku yang baik mau minjemin aku sepedanya. Cuma ternyata kelegaanku cuma bertahan bentar.

Beberapa hari kupake sepeda mungil dari temenku itu, aku rada heran kok ban belakangnya kelihatan antara kempes dan mau kempes, padahal udah kupompa. Ternyata keherananku terbukti benar waktu suatu pagi, ban belakangnya bener2 kempes. Kalo ga salah itu hari Selasa deh. Syukur selama minggu ini aku permisi ikut kuliah di kampus, jadi ga di kantor. Coba kalo aku harus ke kantor dan pagi itu sepeda bannya ga bisa diajak kerjasama, wah masa aku jalan kaki ke sana? Kalo naik sepeda aja bisa 30 menit, berapa lama aku jalan kaki? Bisa mati muda lah aku nanti. Jadi singkat cerita sejak hari itu aku jalan kaki lah pergi pulang ke kampus. Not bad lah, sekalian nostalgia dikit, abis dari TK sampe kuliah di Bandung dulu paling sering jalan kaki. Zero carbon footprint bok hehe...

Nah, hari Rabu aku coba deh cek itu ban. Di Belanda ini, tenaga manusia itu mahal harganya, jadi di sini orang2 berusaha ngerjain apa2 sendiri kalo bisa dikerjain, termasuk nempel ban sepeda kalo bocor. Lumayan juga loh euro yang keluar kalo kasi ke orang buat nempel ban, bisa buat beli krupuk segerobak hehe... Dengan perlengkapan perang yang kupunya, setelah kucek, aku menemukan dua lobang di ban dalam. Kutambal lalu kuberesin lagi, fuiih aku bernapas lega, melihat bannya udah kembali gemuk penuh angin. Aku pun naik ke atas persiapan mo ke kampus dan membawa semua perlengkapan perangku. Eh, pas aku turun mo ke kampus, bannya kempes lagi coba. Beh, gondok juga aku dibuatnya. Udah lah, jalan kaki lagi aku hari itu, cuma kali ini bukan buat nostalgia, tapi buat cooling down. But the worst is still to come...

Siang tadi, habis kuliah, aku pulang dan coba cek lagi deh ban bandel itu. Ternyata, setelah kucek ulang dengan kumasukin ke baskom isi air (gile, kaya tukang tambal ban profesional...), aku menemukan DELAPAN lobang bocor halus lainnya tersebar di ban. Aku pun mikir, dari mana gerombolan bocor halus ini datang? Daripada bersungut2, ya akhirnya dengan tabah dan mengelus2 dada kutambal lah semua bajingan2 bocor halus itu. Udah keburu kotor tanganku, gitu pikirku, sekalian aja lah dikotorin sampe tuntas. Setelah sekian lama, dan lewat quality control (cuma belum dapet standar ISO nih), selesailah ban itu dan sekarang gemuk lagi dia abis kuisi angin. Aku naik lagi ke atas mo ke kampus lagi. Pas aku turun mo ambil nasi buat makan siang (udah jam 3 lewat tuh), iseng kucek lagi lah ban mungil lagi bandel itu. Ternyata kempes lagi dia! Iiih, sebel kali aku bah ngeliatnya. Aku pun stress jadinya mengingat segala perjuanganku campur aduk sama penasaran dikit, dimana lagi bocornya sih???? Masa sepuluh bocor masih kurang juga?!

Sekarang, waktu nulis ini, stress ku sih udah ilang soalnya udah dapet sepeda baru dari temenku yang lain. Tengkyu pisan yaaa. Haaaah. Setidaknya minggu depan aku ga bakal mati muda gara2 harus jalan kaki ke kantor hehe... Tapi pas nambal ban tadi, sebenernya aku mikir satu analogi bagus kok, meski ga sepenuhnya pas sih. Aku bayangin ban dalam tuh kaya pikiran kita. Bocor2 halus itu kaya hal2 salah yang masih harus diberesin, yang sebenernya semuanya lahir dari pikiran. Bocor halus baru ketahuan kalo bannya diisi air eh sorry angin lalu di cek di baskom berisi air. Fase ini aku analogikan kaya devotional time, saat teduh, merenung diri, doa atau apapun namanya saat kita melihat diri di hadapan cermin firman Tuhan. Cuma sekarang firman itu analoginya kaya baskom isi air itu tadi. Seharusnya bocor halus bakal ketahuan kalo cermat melihat apa ada gelembung2 udara yang muncul. Baru setelah bocornya ketahuan, ya ditambal jadi ga bocor lagi. Mirip kaya masuk pit kalo di balapan Formula 1. Masalahnya kan kadang kita ga mau masuk pit, ato kalo pun masuk pit pura2 ga tau ada bocor dengan menutup bocornya buat sementara, ato kalo pun ketemu bocornya, ya ga mau ditambal, karena jelas ga enak buat si ban soalnya harus digosok2 dulu biar halus, ditaruh lem lalu ditambal. Yaaah, setidaknya itulah pelajaran buatku hari ini dari gerombolan bocor halus. Cuma jangan sampe bersepuluh lebih gitu dong datangnya ah.... cuape deh!

- yang udah cooling down abis makan dua ice cream vanila dingin dan risotto enak

Q (orang iseng) : loh Ritz, emang ada ya ice cream yang ga dingin?
A (orang garing) : Ya ada lah... ice cream panas... gimana sih, gitu aja kok repot #!@$%/*

Thursday, September 13, 2007

Do what you like or like what you do or...

Menurutku, dalam belajar bahasa, ada beberapa level skill, mulai dari paling mudah sampe paling susah. Level2 itu, dimulai dari paling mudah ke paling susah adalah membaca, mendengar dan berbicara, lalu menulis. Tingkat kesulitannya sebenernya juga ditentukan sama kategori konten dan bahasanya. Misalnya, membaca komik Jepang tentu jauh lebih mudah daripada membaca novel Harry Potter. Trus, membaca Harry Potter jauh lebih mudah daripada membaca textbook tentang fraktal dan aplikasinya ke image processing (hah, loe ngomong apa sih Ritz?!). Anak SD juga tau kalo membaca Harry Potter dalam bahasa Indonesia lebih mudah daripada membaca versi Inggrisnya. Oya ding, tingkat kesulitan membaca juga ditentuin sama tujuan kita membaca mau apa. Kalo buat bener2 ngerti memang ga gampang, tapi kalo membaca hanya untuk latihan membaca, ya ga susah lah. Gitu aja kok repot...

Lebih sulit dari membaca adalah mendengar dan berbicara. Dalam hal ini aku bandingin apple to apple ya. Membaca textbook teknik dibandingin sama ngasih presentasi ilmiah, yah menurutku sih lebih susah ngasih presentasi ya, apalagi kalo ada sesi tanya jawabnya. Membaca lebih mudah soalnya kita lah yang jadi tujuan, yaitu gimana kita mengerti, bukan orang lain. Oya, ini kalo membaca buat diri sendiri ya. Kalo membaca buat orang lain mah, lain cerita. Nah, kalo berbicara, tujuannya kan gimana supaya pendengar mengerti dan kalo bisa antusias sama apa yang kita bicarain. Lagi2 tingkat kesulitan berbicara ditentukan sama tujuannya. Kalo tujuan berbicara yang penting gimana apa yang ada di kepala kita disampaikan tanpa peduli orang ngerti, ini mah jelas gampang, mirip radio rusak atau banyak kuliah2 yang aku ikuti dulu waktu masih kuliah di kampus yang katanya paling top di sekitar kebun binatang Bandung. Tapi, kalo kita pengen orang ngerti dan antusias sama apa yang kita sampaikan, tantangannya adalah gimana kita menepatkan diri di posisi pendengar ketika berbicara. So actually while speaking, we're doing two things simulatenously: speaking so that people can easily understand and thinking what we'll listen if we're the audience. Hal yang sama berlaku juga waktu harus mendengar. Saat mendengar kita melakukan dua hal sekaligus: mendengar apa kata orang yang berbicara biar ngerti maksud sebenernya apa, lalu tentu aja memikirkan jawabannya.

Skill paling sulit menurutku yaitu menulis. Kalo berbicara, kita masih dibantu sama komunikasi non-verbal seperti bahasa tubuh dan berbagai alat bantu peraga lainnya. Apalagi berbicara kan biasanya live dan dua arah, jadi ada kesempatan saat itu juga buat klarifikasi kalo pendengar ga jelas sama apa yang kita bilang. Nah, kalo menulis yang biasanya ga langsung (bukan kaya chatting), tantangannya ya gimana pembaca mengerti apa yang kita maksud hanya dari apa yang kita tulis.

Aku sih masih terus belajar membaca, mendengar, berbicara dan menulis. Menurutku orang ga akan pernah tuntas jadi pembaca, pendengar, pembicara dan penulis yang baik karena selalu ada ruang untuk berbenah. Yang mau kutulis sekarang adalah satu level menulis yang menurutku paling susah bagiku saat ini, yaitu menulis tulisan ilmiah atau teknik yang baik dalam bahasa Inggris. Aku bener2 harus berjuang untuk bisa menguasai skill ini sebab jelas ga ada jalan lain selain ya melakukannya makin sering dan makin baik.

Tantangan untuk menghasilkan tulisan ilmiah / akademis yang baik itu memang ga sedikit. Pembaca harus bisa mengerti dengan mudah, jadi harus ada struktur yang baik, trus bahasa Inggrisnya juga harus gramatically, syntactically, and semantically correct. Udah gitu, kalo harus merujuk ke publikasi orang lain, harus sedemikian rupa sehingga ga termasuk plagiat. Selain itu, dari standar akademik, kita harus pastikan content-nya telah mencakup semua yang diperlukan secara ilmiah untuk mendukung apa yang mau kita sampaikan. Mending kalo nulisnya pake word processor, lebih ribet lagi kalo harus nulis pake LATEX, apalagi kalo ga biasa.

Tapi, ya itulah yang akan jadi bagian hidupku terutama di tahun keduaku ini. Aku akan banyak habiskan waktu berakrab ria dengan yang namanya laporan, tesis, review, revisi, comments, dan oret2an dengan pulpen merah. Tapi aku bersyukur buat itu semua, meski terus terang itu melelahkan bagiku, apalagi sebagai orang Indonesia yang rasanya ga punya budaya dan habit menulis yang kuat. Menurutku, orang Indonesia itu lebih punya budaya NONTON dan NGOMONG daripada budaya BACA apalagi NULIS. Makanya sekarang perhatiin aja udah berapa kita punya TV kan, trus berapa banyak pengamat segala macam lah, hanya karena mereka pinter ngomong, ga tahu entah mereka bener2 expert.

Tapi, meski capek dan ga mudah buatku, aku ingin melihat semua proses ini sebagai kesempatan belajar menulis yang baik, terutama menulis tulisan ilmiah yang baik. Apalagi kalo memang aku mau hidup di dunia akademik, rasanya ga ada pilihan lain selain terus belajar melakukannya lebih baik dan belajar menyukainya. Karena pilihan dalam hidup ini cuma ada tiga toh: DO WHAT YOU LIKE, or LIKE WHAT YOU DO, if you don't want to DO NOTHING, which means YOU HAVE TO DO WHAT YOU HATE TO DO (because you don't want to CHANGE to leave it and start doing what you like) or YOU WILL ALWAYS HATE WHAT YOU DO (because you can't avoid it but you don't want to CHANGE to start to like what you do and see the beauty of it). What a miserable life it is if the latter is what happens! Again, it's all about change, heh.

Ayo Ritz, main bola lagi,.. eh... anu, maksudnya lanjut nulis lagi...

- yang juga masih belajar gimana nulis blog yang oke. kalo ada saran, sekarang dah bisa kasih comment tuh :) or just drop me an email

Wednesday, September 12, 2007

Bulumu warna apa?

Satu beda paling besar kuliah di TUE (dan kayanya di kampus2 lain di Belanda) dengan di Indonesia adalah kemerdekaan individu yang besar sekali namun bertanggung jawab. Di sini kuliah itu adalah urusan pribadi dan tiap mahasiswa memang bener2 kaya MAHAsiswa. Selama aku kuliah di sini, ga pernah ada daftar absen waktu kuliah (lecture). Di sini mahasiswa punya kebebasan mau datang atau tidak datang kuliah, yang penting waktu dia ambil ujian lulus. Lulus tidaknya dan lulus dengan nilai berapa juga urusan masing2 sebab di sini sejauh pengalamanku nilai mahasiswa di kelas jarang sekali diumumkan ke umum. Jadi, bagiku di sini memang tempat belajar. Mau belajar apa aja boleh, ga ada larangan, tak ada paksaan (kecuali itu memang kuliah wajib dari programnya). Dengan kebebasan besar seperti itu, tanggung jawab penuh memang ada di pundak mahasiswa sendiri sebab faktor2 lainnya yang menunjang keberhasilan studi udah dilengkapi universitas.

Coba, apalagi yang kurang dari yang udah disediakan TUE:
- Dosen2 yang bener2 kompeten dan ahli, hampir semua udah doktor, aktif dalam riset dan punya koneksi kuat ke industri, banyak yang udah dapat penghargaan internasional, jadi fellow atau dapat award, ngajar juga committed (tepat waktu, ga pernah bolos, pasti udah persiapan, trus bersedia melayani mahasiswa yang minta waktu private buat diskusi, ga pernah menjatuhkan moral mahasiswa kalo menjawab pertanyaan), transparan dalam ujian (grading scheme jelas, mahasiswa bisa protes dan nanya jawaban ke dosen kalo ga puas), pokoknya kayanya dari sisi dosen bagus banget lah.

- Buku tersedia di tujuh perpus di kampus, meski kadang buat textbook terbatas jumlahnya. yah dalam hal ini mahasiswa harus cerdik dikit. entah itu scan bagian yang perlu dan print, yang penting ada buku buat belajar.

- Akses gratis buat student dan employee (dosen, postdoc, PhD dan postmaster students) ke publikasi ilmiah dan jurnal internasional dari berbagai disiplin ilmu. Gile bener, ga tahu tuh TUE harus bayar berapa buat kasi fasilitas ini buat warganya.

- Fasilitas alat2nya juga oke, cukup lengkap kok, setidaknya di departemen elektro. Apalagi tiap mahasiswa pasti udah punya laptop, karena ada program subsidi laptop TUE. Two thumbs up deh!

- Akses internet di kampus yang supercepat, pakai wifi lagi. Yang pakai kabel seperti yang kupakai sekarang speednya 1 Gbps (mantabh!)

- Akses dan kesempatan riset di industri dan perusahaan kelas dunia. Yah, minimal di Philips, ASML, Oce, Shell, DSM, dmbl (dan masih banyak lagi).

Dengan semua itu, di sini memang keberhasilan studi hampir sepenuhnya di tangan si mahasiswa itu sendiri, selama dia bayar tuition fee and follow the rules. Beda banget dengan di Indo dimana faktor keberhasilan mahasiswa sering ditentukan bukan oleh mahasiswanya, seperti dosen yang ngaco, peralatan atau buku serba kurang, biaya, dll. Di sini juga orang belajar ga kenal umur, selama dia mau belajar, bayar tuition fee dan ikut aturan.

Jangan kaya seperti yang kubaca barusan di satu portal berita tentang seorang pejabat tinggi negara yang berusaha dengan segala cara supaya bisa dapat gelar master yang udah ditinggalinnya bertahun2 lalu, bahkan sampe nyogok dan melakukan lobi2 busuk for bending the rules. Harusnya sih dia sadar, di universitas semua orang itu diperlakukan sama, entah itu dia pejabat atau orang biasa. Tak pandang bulu sebab tak ada orang yang bertanya, "bulumu warna apa?" Dasar ga tau malu, trus malu2in lagi.

- yang makin ga respect dan ga percaya sama yang namanya pejabat di Indonesia

Tuesday, September 11, 2007

You may kiss the bride (part 2)

Kata orang, a picture is worth a thousand words. Jadi daripada nulis blog dengan 3000 kata, mendingan kukasih aja 3 foto yah. Masih dari pernikahan Daniel dan Martyna dua minggu lalu, sekalian biar bantu ngerti blogku (part 1) hehe....

bareng2 temen2 TIFF (Trinity International Fun Fellowship) dari gereja... say cheese... btw, I was there too!


eng... ing... eng... may I introduce you, Mr and Mrs Panjaitan

ehm, ehm,... Love is a Many-Splendored Thing


Love Is A Many-Splendored Thing

Frank Sinatra

Love is a many-splendored thing,
It's the April rose
that only grows in the early spring,
Love is nature's way of giving
a reason to be living,
The golden crown that makes a man a king.

Once on a high and windy hill,

In the morning mist two lovers kissed

and the world stood still,

Then your fingers touched my silent heart
and taught it how to sing,
Yes, true love's a many-splendored thing.

The Two Circles

Setiap orang dalam hidup ini memiliki dua lingkaran penting dalam hidupnya. Siapa seseorang dapat dikenal dari bagaimana kedua lingkaran itu dalam hidupnya. Kalau mengingat banyaknya masalah yang ada di tanah air dan dunia saat ini, saya selalu ditolong dengan mengingat dua lingkaran itu. Dua lingkaran itu adalah lingkaran kepedulian (circle of concern) dan lingkaran pengaruh (circle of influence) yang setahu saya diperkenalkan oleh Stephen Covey dalam bukunya The Seven Habits. Saya tidak ingin berdiskusi apa buku itu termasuk post-modern atau tidak, tapi bagi saya kedua konsep itu sangat menolong saya untuk bersikap tepat melihat kondisi yang ada.

Bagi Anda yang belum tahu apa maksudnya kedua lingkaran itu, saya akan jelaskan dengan sederhana. Singkatnya, lingkaran kepedulian adalah lingkaran yang melingkupi segala sesuatu yang tentangnya kita peduli. Lingkaran ini dimiliki tiap orang dan luasnya bisa tak berhingga sebab tidak ada seorang pun yang bisa membatasi seseorang untuk peduli tentang apa pun yang dia mau: korupsi, illegal logging, tragedi Darfur, PHK buruh, konservasi ikan paus putih, diskriminasi gay, trafficking, kasus Munir, dan masih banyak lagi, baik di skala lokal, nasional, atau internasional.

Sebaliknya, lingkaran pengaruh juga dimiliki setiap orang dan lingkaran itu mencakup segala sesuatu yang kepadanya kita punya kemampuan untuk mengubahnya / mempengaruhinya secara langsung, sesuai dengan kapasitas, kemampuan dan posisi seseorang. Misalnya, yang termasuk lingkaran pengaruh saya adalah studi saya, teman kelompok kecil saya, dan keluarga saya. Tentu saja, lingkaran pengaruh saya pasti lebih kecil dari pada lingkaran pengaruh SBY.

Dari kedua lingkaran ini, lagi2 kita bisa kelompokkan orang dalam dua kelompok:
1. kelompok orang yang lingkaran kepeduliannya (jauh) lebih besar daripada lingkaran pengaruhnya. Ini adalah kelompok orang kebanyakan seperti saya. Kabar baiknya adalah seiring dengan tingkat kedewasaan dan pendidikan yang meningkat, seseorang dapat memperbesar lingkaran pengaruhnya, asal tentu saja lingkaran kepeduliannya juga turut meluas dan bukannya malah mengecil. Ingat student today leader tomorrow dan di sinilah letak strategisnya pembinaan orang muda.
2. kelompok orang yang lingkaran kepeduliannya (jauh) lebih kecil daripada lingkaran pengaruhnya. mereka ini bisa dibilang termasuk berbahaya dan egois, apalagi lingkaran pengaruhnya semakin besar sementara lingkaran kepeduliannya semakin kecil. Bisa bayangkan bagaimana jadinya suatu negara kalau presidennya begitu berkuasa tapi tidak peduli sama sekali dengan rakyatnya dan hanya mementingkan dirinya dan kelompoknya?

Bagaimana kedua lingkaran ini dapat menolong untuk mengambil sikap yang tepat saat melihat berbagai persoalan yang ada? Jawabannya sederhana: tentukan saja apakah persoalan itu saat ini termasuk dalam lingkaran kepedulian atau lingkaran pengaruh kita atau, paling buruknya, tidak dalam dua2nya. Lalu, sikap kita dapat ditentukan dari jawabannya sehingga kedua lingkaran tadi dapat menolong kita untuk fokus dan lebih efektif dalam memilih dan menekuni panggilan dan peran dalam hidup. Contoh sederhana, illegal logging jelas masuk dalam lingkaran kepedulian saya tapi saya dalam kapasitas saya saat ini tidak dapat berbuat banyak untuk mengurangi apalagi menghentikannya. Tetapi, lingkaran pengaruh saya tentu mencakup melindungi pohon yang ada di halaman rumah saya dan menanami kebun saya sendiri dengan pohon2 rindang. Satu contoh lagi, luar biasanya korupsi di Indonesia jelas masuk dalam lingkaran kepedulian saya, namun mencegah dan melawan korupsi di tempat saya bekerja jelas bagian dari lingkaran pengaruh saya. Namun, ada kalanya, jika memang Tuhan memimpin dengan jelas, seorang akhirnya mengambil keputusan besar dalam hidup karena dua lingkaran itu, misalnya meninggalkan pekerjaan yang mapan di perusahaan lalu memulai usaha sendiri karena tergerak membuka lebih banyak lapangan kerja bagi orang lain.

Bagi saya, mengerti dan menghidupi teologi dengan tepat baik dan benar (TBB) akan menolong untuk memutuskan sesuatu itu masuk ke lingkaran yang mana sesuai dengan kondisi saat ini dan keputusan ini seharusnya memimpin kepada aksi yang TBB yang juga didorong dari pemahaman teologi yang TBB tadi. Inilah dia, tidak hanya mengerti tapi juga aksi, tidak hanya aksi, tapi juga mengerti.

Namun, sebagai penutup, ada satu hal yang sangat penting bagi orang Kristen. Kita memiliki Allah, pribadi satu-satunya yang memiliki lingkaran kepedulian dan lingkaran pengaruh yang sama besarnya dan mencakup segala sesuatu di alam semesta ini. Nothing is too small or too great for him. Dan, dari kesaksian Alkitab, doa kepada Allah yang demikian memampukan kita sebagai anak2Nya untuk memindahkan apa yang ada dalam lingkaran kepedulian kita ke dalam lingkaran pengaruh, meski kita tidak tahu secara pasti caranya bagaimana Allah akan mengubah atau mempengaruhinya, entah melalui kita atau orang lain because many times God works in a mysterious way. Rasanya, yang terakhir ini, Allah dan doa sebagai privilege orang Kristen, tidak ada dalam buku The Seven Habits.

-yang sedang memperbesar lingkaran kepedulian dan pengaruh

Monday, September 10, 2007

Thanks, Rosie

Rosie adalah seorang bayi kecil yang cantik dan lucu, umurnya masih kurang dari enam bulan, anak pertama dari Martin dan Ellen, teman kelompok kecilku di gereja. Martin dari Inggris, seorang engineer di ASML, dan Ellen orang Belanda, a professional nurse. Jadi, kemarin waktu acara coffee time abis gereja, aku sempatkan main2 sama Rosie. Dia berbaring aja dengan cantik dan lucunya di tempatnya (kereta khusus buat baby, cuma aku ga tahu namanya apa). It's amazing what I could learn from little beautiful princess Rosie. Kali ini aku akan share satu aja di antaranya.

Satu hal yang menakjubkan buatku saat bermain sama Rosie adalah waktu aku berikan jari kelingking kananku dan dia lalu menggerakkan tangannya dan menggenggam erat jariku itu dengan kelima jari kanannya yang masih begitu mungil, seolah-olah dia tak ingin melepaskan jariku. Begitu kuatnya dia memegang jariku dan saat aku mendekat untuk menatap wajahnya, matanya yang demikian jernih pun menatap ke mataku. It happened for several minutes and these were thrilling and joyful moments for me. Aku jelas tak tahu apa yang dia pikirkan, tapi saat itu aku merasa dia begitu percaya samaku, sebab dia pegang jariku begitu kuat dan berani menatapku dengan tajam dan tenang tanpa menangis. Saat itu, aku melihatnya seperti itulah seharusnya aku dengan Allah. Menjadi seperti seorang anak kecil, bahkan bayi, yang menyadari segala kelemahan dan ketakberdayaanku yang membawaku untuk percaya penuh kepada-Nya, memegang kuat jari-Nya yang kuat dengan jari2ku yang kecil dan lemah, dan menatap mata dan wajah-Nya.

Saat itu, saat aku memandang teduhnya mata Rosie, aku pun juga jadi sadar betapa cepatnya waktu berlalu. Aku masih ingat waktu anak2 melihat fotoku masih bayi, dibungkus kain putih, aku begitu excited karena ga nyangka itu aku. Aku pun pernah bayi dan aku yakin ada orang yang melakukan ke aku hal yang sama seperti yang kulakukan sekarang ke Rosie. Tapi, itulah, mengapa justru ketika kita makin besar, makin pintar, makin kenal diri, makin kuat, kita merasa tidak mudah untuk menjadi seperti anak kecil atau bahkan bayi di hadapan-Nya? Anyway, thanks Rosie for teaching me something that you did very well to one old uncle of yours.

--

For you created my inmost being;
you knit me together in my mother's womb.

I praise you because I am fearfully and wonderfully made;
your works are wonderful,
I know that full well.

My frame was not hidden from you
when I was made in the secret place.
When I was woven together in the depths of the earth,
your eyes saw my unformed body.

All the days ordained for me
were written in your book
before one of them came to be.

How precious to me are your thoughts, O God!
How vast is the sum of them!

Psalm 139:13-17 (NIV)

Friday, September 07, 2007

Ide, dimana kau ide?

Einstein bilang bahwa jenius itu 1% ide (inspiration) dan 99% kerja keras (perspiration). Aku setuju banget sama apa katanya. Sering kali yang terjadi adalah meski ide itu cuma 1%, tapi ia menentukan 99% sisanya. Ide juga menentukan produktifitas dan nilai kerja seseorang. Yang susahnya lagi, ide kerap kali muncul bukan karena sekeras apa kita bekerja. Seperti tugasku yang kelima, selama aku ga punya ide gimana menyelesaikannya, duduk kerja di depan komputer berjam2 pun akan jadi seperti tanpa arah. Pengennya sih bikin programnya, cuma kalo ga tau mau program apa, lah bingung kan? Syukur aja aku masih punya tugas keenam yang harus kukerjakan, jadi aku bisa tinggalin yang kelima dan lanjut sama yang keenam. Syukur lagi, tugas keenam tidak sesusah yang kelima, jadi aku ga butuh tugas ketujuh hehehe (lagian, gila aja cari tugas tambahan pas waktu udah mepet gini).

Kabar baiknya adalah ide bisa muncul di saat dan tempat yang tepat, yang sering kali di luar dugaan kita. Banyak sekali contoh seperti ini. Isaac Newto misalnya, dapat ide tentang gravitasi katanya waktu dia duduk di bawah pohon dan melihat apel jatuh, bahkan ada yang bilang apel itu jatuh di atas kepalanya! Tapi itu ga penting, yang penting waktu itulah dia dapat ide itu. Contoh terkenal lainnya, Archimedes yang dapat ide tentang massa jenis waktu mandi berendam di bathtub-nya dan melihat bahwa air meluap keluar saat ia masuk dan ia melihat hubungan dari volume air yang keluar dengan volume dan massa dirinya. Banyak lagi contoh lain, mbah Google pasti bisa bantu cariin.

Oya, aku juga mo nambahin satu contoh lain yang ga akan ditemukan sama si mbah Google. Ya, kemarin adalah hari bahagia buatku karena sekitar jam dua sore aku dapat ide solusi buat tugas kelimaku. Waktu aku coba ke hampir semua materi tes, it worked well! Hehehe, lucunya responsku habis itu mirip kaya Archimedes, melompat2 dan bilang 'yes' sambil mengepalkan tinjuku (you can know what it may look like), mirip 'Eureka'-nya Archimedes. Tapi tentu aja ada satu beda penting antara aku waktu itu sama Archimedes: Archimedes telanjang bulat bahkan lari keluar rumahnya tanpa sehelai benang pun, sementara aku... jangan kuatir, berjuta2 benang setia menghangatkanku dari dinginnya AC di ruanganku. Oya, hampir lupa, aku dapat ide itu waktu aku ambil break, browsing2 bentar, minum2 kopi trus kembali lihat masalahku dengan kesegaran baru. Makanya, kalo ada orang yang di depan komputernya lagi browsing dan bukannya kerja, jangan langsung nge-judge dia malas kerja atau main2. Karena bisa aja dia lagi break dan lari bentar dari persoalan yang dia hadapi, sambil bertanya-tanya dalam hatinya, "Ide, dimana kau ide?" Ide memang berharga, kadang lebih bernilai dari kerja keras tanpa ide. Ide memberi arah dan arti untuk kerja keras, dan kerja keras memberi wujud kepada ide. Dua2nya sama2 penting dan saling melengkapi.

-yang ga merasa jenius

Wednesday, September 05, 2007

Kangen celana abu2

Suntuk, paling suntuk kalo udah mencoba dan mencoba tapi ga bisa2 juga. Seperti hari ini, aku seharusnya ngerjain tugasku yang kelima, cuma sampe sekarang aku belum ketemu cara nyelesainya. Akhirnya aku lanjut aja lah ngerjain tugas keenam (yang terakhir). Ada kemajuan besar hari ini, cuma belum selesai. Beh, ga enak lah kalo harus pulang ke rumah dengan rasa penasaran karena kerjaan belum kelar ato solusi belum dapat. Padahal waktuku tinggal 18 hari lagi... Udah menghitung hari nih, padahal laporan juga harus diberesin. Pagi sore di depan komputer, malam depan komputer lagi. Moga2 jangan sampe pagi2 buta pun di depan komputer juga. Bisa2 petak mukaku nanti kebanyakan lihat monitor. But I've gotta be ready for anything, though.

Ah, kalo dipikir2, memang paling enak waktu SMA dulu ya, tinggal sama orangtua, pulang ke rumah udah ada keluarga yang nyambut dengan hangat. Ga perlu mikir masak apa hari ini, kan ada mama yang dengan setia masak buat kami semua, udah gitu paling enak lagi masakannya. Sakit, ada yang ngurusin. Masuk angin, ada bapak yang kerokin punggung. Ga ada duit, tinggal minta. Disuruh cuci piring, tinggal suruh adik (hahaha.... enaknya jadi abang...) Sedapnya... Coba sekarang, yang nyambut siapa coba? Eh, ada juga ding, bapak kosku hehe, cuma jangan harap dia tanya kabar, malah dia nagih kapan aku bayar uang sewa hehe... Kalo waktu SMA, capek tinggal tidur, trus bangun buat tidur lagi. Belajar santai aja, wong pelajaran juga masih gampang2, asik lah pokoknya. Sekarang, belajar bener2 juga belum tentu ngerti. Bener2 SMA masa keemasan...

Kenapa ya kita harus makin tua? Kenapa ga bisa muda terus? Harus kuliah, kerja, ntar punya keluarga, jadi bapak, trus terakhir jadi ompung... Hehehe, tapi kalo dipikir2, lucu juga. Sebaliknya, kata orang, waktu SD pengen cepet2 SMP, waktu SMP pengen cepet2 SMA, waktu SMA pengen cepet2 kuliah, waktu kuliah pengen cepet2 kerja, waktu kerja pengen merit, waktu dah merit pengen punya anak, eh udah punya anak, mo nambah anak lagi... dst... dst... Lah, kenapa sekarang aku mo balik ke SMA ya?

Plok, plok! Bangun Ritz, bangun... ngelamun aja kau bah, udah mo jam 7 nih. Udah gelap, saatnya pulang. Ayo Ritz, pulang, pulang kau cepat, buat ngetik, ngetik dan ngetik... kalo kau ga ngetik, siapa yang mau kau suruh ngetikkan buat kau? Bapak kosmu hah? Ya, kau jalani aja lah, kan kau yang pilih mo ke sini buat kuliah lagi. Tahankan lah coy. Kalo orang lain bisa, masa kau ga bisa. Masak itu pun ga bisa kau atur... (eh, siapa nya yang ngomong ini sekarang?)

- yang udah mo 10 tahun ninggalin celana abu2ku (wow, udah lama juga ya...)

Tuesday, September 04, 2007

An hour with Superman

Pernah nonton film Superman Returns? Satu yang kusuka dari Superman di film itu yaitu dia tahu bahwa dia manusia super tapi dia ga nunjukin siapa dirinya, bahkan berusaha gimana caranya dia ga dikenal sebagai Superman. Bagiku, itulah satu ciri orang yang bener2 hebat, that is when one can act as if one were not the reality. Kalo kita jadiin kuadran, ada empat kelompok orang, dari hebat dan low-profile:
1. Orangnya ga hebat tapi ga low profile (angkuh, banyak bacot). Nah, orang2 kaya gini ini sebenernya minta digampar. Salah satunya yang termasuk kelas 'sudra' ini menurutku ya itu yang kata orang pakar telematika dan ngaku menemukan lagu kebangsaan versi asli... padahal, ugh...
2. Orangnya ga hebat, biasa dan low-profile. Ini orang yang tahu diri dan gentleman. Sebenernya soal hebat ga tidaknya dia, kan kita ga pernah tahu, apalagi kalo dia ga banyak bicara. Hati2 aja kalo ketemu orang kaya gini. Tong penuh air kalo dipukul suaranya nge-bass hehe...
3. Orangnya bener2 hebat, cuma ga low-profile (kadang angkuh). Ada aja orang yang kaya gini sih dari kacamata plus (maksudnya positif), orang seperti ini pede abis dan tahu diri juga. Apalagi kalo orang2 kaya gini direndahkan, wah udah deh, siap2 aja melihat siapa dirinya sebenernya. Kalo kaya gitu, angkuh itu sehat buat mendidik sesama orang lain yang angkuh hehe..
4. Orang hebat banget tapi low-profile. Wah, ini nih kelasnya Superman. Pernah ketemu sama orang kaya gini? Aku pernah.

Di perusahaan besar, ada istilah 'champion' yang diberikan ke mereka yang bener2 hebat dan outstanding di perusahaan itu. Di Philips, ada seorang champion juga. Beliau ini research fellow di Philips Research, posisi tertinggi dan terhormat untuk seorang scientist di sana. Publikasi ilmiahnya udah ratusan, dan yang hebatnya, dia punya lebih dari 50 US patents dan lebih dari 100 EU patents. Gile bener, bisa punya paten di US dan Eropa sebanyak itu bok. Mahasiswa doktornya juga banyak dan dia udah bikin inovasi yang jadi brand Philips. Terus terang, waktu aku apply ke TU/e dulu, aku udah kunjungi homepagenya berkali2 dan aku mimpi suatu saat setidaknya ketemu dengan beliau langsung. Ternyata, bukan hanya ketemu, beliau sekarang jadi supervisorku. Wow, what a priviledge!

To me, he is one of the supermen I've met in my life, karena dia bukan hanya hebat tapi low-profile. Kemarin, aku kasih demonstrasi progress internshipku dan beliau ga segan2 harus pergi dari kantornya dan datang ke ruanganku. Bayangin, orang sekaliber itu mau sediakan waktu satu jam lebih datang untuk dengerin presentasi dan demo from a mere master's student like me. Tidak hanya datang, beliau bener2 mendengarkan penjelasanku, memberikanku semangat dan tidak ada satupun kata negatif yang dia ucapkan. Bahkan, saat beliau tidak tahu, dia memang jawab "I don't know" dan bukan malah sok tahu atau bilang "maybe..." Yang paling bikin aku respect waktu itu adalah saat beliau bilang bahwa dia orang yang awam tentang topik yang kukerjakan dan karena itu dia tertarik ingin tahu. Great! It is really awesome to hear such a champion says that words to me. Beda banget yah sama sejumlah orang di Indonesia yang bukan hanya ngaku2 hebat tapi juga sok tahu, apalagi akhir2 ini...

--

There is a great man who makes every man feel small. But the real great man is the man who makes every man feel great.
- Gilbert Keith Chesterton (1874-1936) British journalist, novelist and poet.

Monday, September 03, 2007

Dug... dug... dug...

Kalo aku pikir2, setiap tahun, bulan, hari, jam, menit bahkan detik dalam hidup itu sebenernya unik, tak pernah ada yang sama dan kalo tiap mereka dikasih kode yang dibentuk dari urutannya, kodenya pasti selalu beda. Hari ini, misalnya, tanggal 3 September 2007, atau kutulis aja pake jadi kode 20070903. Sepuluh tahun yang lalu pun, pasti ada tanggal 3 September, tapi kodenya 19970903, jadi udah beda kan? Bicara tentang kode, kalo dijadiin biner, berapa tuh... komputer banget, hehe...

Sering kali orang membayangkan hidup itu seperti perjalanan dan kita ini ibarat musafir, sesama teman seperjalanan. Cuma kali ini, menarik juga kalo aku membayangkan hidup itu seperti tinggal di rumah dan setiap kali, secara periodik, pintu rumah kita itu diketuk karena ada tamu yang selalu unik dan membawa sesuatu buat kita yang kita takkan pernah tahu pasti apa. Tamu itu ya tiap tahun, bulan, hari, jam, menit dan detik itu, dan tentu saja, ada tamu biasa2 aja (orang Yunani bilang, chronos), tapi ada tamu istimewa (kairos). Bisa bayangkan? Ok, contohnya nih, pagi hari ini pasti setiap kita kedatangan seorang tamu baru, suka ga suka, meski terserah kita apa kita mau buka pintu atau ngga. Dia ketuk pintu rumah hidup kita dan ketika kita buka pintu, dia akan menyapa, "Selamat pagi. Apa kabar? Nama saya Senin, kode saya 20070903. Saya punya kabar untuk Anda hari ini, yang akan dibawa oleh anak2ku si jam, menit dan detik di belakangku." Menurutku sih, metafora seperti ini cocok kalau kita sedang begitu mengharapkan dan menunggu-nunggu sesuatu terjadi di rumah hidup kita, apalagi kalau kita tahu siapa nama dan apa kode tamu istimewa yang akan membawa kabar yang kita nanti2kan itu. Kalau gambaran hidup adalah perjalanan, hmm sepertinya lebih pas deh buat mereka yang sedang berjuang dalam hidup, bukan menanti. Jadi, mana metafora yang tepat, tergantung sikon (situasi dan sikon... bah, jadi kaya GNU, GNU is Not Unix).

September memiliki 30 'anak' hari dan tahun ini, pas pada hari ini, tiga yang pertama sudah mengetuk pintu rumahku dan pasti pintu rumahmu juga. Ada satu di antara 27 hari2 yang belum tiba itu yang benar2 aku nantikan kedatangannya meski aku sibuk dengan segala pekerjaan di rumah hidupku ini. Aku tahu dia membawa sebuah kabar untukku dan terus terang aku tak tahu pasti akan seperti apa kabar itu. Meski aku disibukkan dengan segudang pekerjaan yang harus kuselesaikan, tapi tetap saja hati dan pikiranku sekarang ibarat duduk diam menunggu, ya menunggu hingga tamu itu datang dan mengetuk pintu rumahku, "Dug... dug... dug..." Sebenarnya pada saat dia mengetuk nanti, tidak akan mudah bagiku untuk mendengar jelas suara ketukannya sebab suara yang hampir sama dengan itu pun akan bersuara kencang dalam dadaku, dari jantungku yang berdegup kencang menyokong paru-paruku yang bekerja lebih keras dari biasanya. Hari itu, aku akan buka pintu dan pasang telingaku baik2.

Keesokan harinya setelah hari itu, aku tak tahu wajah seperti apa yang akan dilihat oleh tamu berikutnya saat aku membukakannya pintu rumahku. Apakah ia akan melihatku tersenyum gembira .... atau ... ah entahlah. Tapi, bagaimana pun nanti rupa wajahku pagi itu, yang aku tahu pasti, aku yakin aku tak tinggal di rumahku itu sendirian. Aku tak bekerja sendirian, aku tak menanti dan mengharap sendirian, aku tak mengulurkan tanganku ke gagang pintuku sendirian, aku tak membuka pintu dan menerima kabar itu sendirian... sebab Dia akan turut bergembira bersamaku, menangis bersamaku, menari denganku, membisu denganku. Because I know He is always there for me, always... And I should not be afraid, since He is the Guest of guests, who creates each and every one of them: the years, months, days, hours, minutes, yoctoseconds of my life. Dialah yang menciptakan dan menyuruh mereka datang mengetuk pintu rumahku dan rumahmu setiap pagi. Bahkan Dialah yang telah merencanakan dan mendirikan rumah hidupku untukku, membukakan pintunya untukku pertama kali dan mengajakku masuk ke dalamnya. Aku tahu Dia akan tetap bersamaku bahkan sampai tiba waktunya tak ada lagi tamu yang datang mengetuk, dan saat itulah, untuk kali kedua dan terakhir kalinya, Dia akan membukakan pintu untukku dan membawaku pergi ke rumah-Nya untuk selama-lamanya... kecuali jika aku menjadi begitu bodoh dan sinting hingga mengusir-Nya pergi dari rumahku (eh salah ding, maksudnya rumah-Nya yang Dia pinjamkan ke aku).

-anak kos di bumi yang baru aja pindah kamar kos (iteratively speaking... beh, komputer lagi, komputer lagi...)