Thursday, June 30, 2005

Golden Rule Rules!

Do you know the Golden Rule? Yup! It's written clearly in the Bible, said by Jesus 2000 years ago. I think, to the extreme, you can forget all other verses of the Bible but this one. It sums up all good teaching in the universe.

"So in everything, do to others what you would have them do to you." (Matthew 7:12, NIV)

It is easily memorized or said, but doing it? Huah! That's the hardest thing in life, I think. Why? Because in my opinion many times we forget what we want to have others do to us. And it happened to me this afternoon.

I love fun. I like jokes and sometimes I like to make jokes on my colleagues, just to light the atmosphere. My friends are also used to do it on me. So, in the middle of conversation on lunch, I did it to a friend. And I got shocked in the next minute. He was pissed off! I was petrified, trying to figure out what I had done. I did say sorry but still, I felt uneasy, until now. At that time the verse above echoed in my mind. I realized then that Golden Rule rules. This experience taught me to remember the Rule before I say or do something to others.

How about you? Any comments?

Insights from Inside (300605)

Read: 1 John 1:1-4

"For a true Christian, it is his great joy to proclaim Jesus Christ to others and his joy will be complete if they believe and join the fellowship with the Father and with his Son, Jesus Christ."

"The first and most important mission in the life of every Christian should be to demonstrate and proclaim Jesus Christ to as many people as possible through all aspects of their life."

Doa Pdt. Eka Darmaputera (in Bahasa)

Doa Pdt. Eka saat masih bergulat dengan sakit kanker yang membawa beliau kepada kematian. Semoga menjadi berkat. Saya usahakan segera menerjemahkan ke bahasa Inggris.

Pengantar

Pdt. Em. Eka Darmaputra sedang sakit parah (kanker hati). Beliau menulis sebuah surat yang ditulisnya untuk dibacakan pada acara doa bersama di rumah Pdt. Em. Suatami Sutedja tanggal 8 Maret 2005 pukul 18.00 yang dihadiri beberapa pengerja dan pada tanggal 9 Maret 2005 di GKI Panglima Polim. Surat ini baik juga untuk jemaat baca agar kita dapat mendoakan Pdt .Em.Eka Darmaputra dan saudara kita lainnya yang sedang menghadapi "ujung kehidupannya". Surat ini berisi pelajaran yang indah, suatu sikap Kristiani menghadapi kematian.

Doa Pdt. Eka Darmaputera

"Rekan-rekan sepelayanan, kawan-kawan seperjuangan, dan saudara-saudaraku seiman, yang saya kasihi dengan segenap hati!" Terpujilah Tuhan, yang telah berkenan mengantarkan saya melalui perjuangan panjang, kurang lebih 21 tahun lamanya! Selama 21 tahun itu, saya akui, saya tidaklah seperkasa singa, sekuat gajah, atau setegar baja. Saya adalah "darah" dan "daging", manusia "biasa-biasa" saja, yang sekadar berusaha untuk setia kepada Tuhannya. Tidak jarang, 21 tahun itu saya lalui dengan amarah, cemas, dan rasa terluka di jiwa. Namun demikian, pada saat yang sama, tahun-tahun tersebut juga adalah tahun-tahun yang amat "kaya" dan limpah dengan rahmat dan berkat. Saya disadarkan, betapa Tuhan yang saya ikuti tak selalu menyenangkan, tapi tak pernah Ia mengecewakan. Mata rohani saya pun dicelikkan, untuk melihat betapa saya adalah orang yang sangat diberkati. Tuhan mengarunia saya dengan kekayaan yang luar biasa, berupa istri, anak dan menantu, yang maknanya tak tergantikan oleh apa pun juga. Dan saya ditakjubkan serta amat diteguhkan oleh ribuan sahabat yang begitu peduli,memperhatikan dan menyayangi saya. Mereka terdiri dari segala bangsa,tinggal di pelbagai belahan dunia, penganut beraneka rupa agama, dan berasal dari beragam usia serta kedudukan sosial: dari seorang presiden Republik Jerman sampai seorang tukang parkir jalanan.

Kesimpulannya: apa lagi yang masih kurang? Apa lagi yang pantas saya tuntut? Saudara-saudara sekalian, kini saya telah hampir tiba di penghujung jalan, berada di etape-etape akhir perjalanan hidup saya. Para dokter telah menyatakan, tak ada lagi tindakan medis yang signifikan yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kondisi kesehatan saya, kecuali - mungkin transplantasi hati. Dalam situasi seperti itu, ketika tangan dan upaya manusia tak lagi mampu melakukan apa-apa yang bermakna, kita bersyukur karena bagi orang beriman selalu ada yang amat berarti yang dapat dilakukan. Dan itulah yang kita lakukan malam ini: BERDOA. Kita menyatakan penyerahan diri kita, seraya mempersilakan tangan-Nya bertindak dan kehendak-Nya berlaku dengan leluasa. Dalam hubungan ini, perkenankanlah saya menceritakan sebuah kesaksian. Pada suatu ketika, sewaktu "lunch-break", anak saya - Arya - yang berdiam dan bekerja di Sydney, diajak ngobrol oleh salah seorang rekan sekantornya, yang dikenal punya "indera keenam". Tanpa "ba" atau "bu", teman tersebut tiba-tiba bertanya, apakah ayah Arya adalah seorang pejabat atau seorang tokoh masyarakat. "0, tidak. Ayah saya seorang pendeta", jawab Arya. "Apakah ayah Anda sedang sakit?", tanyanya pula. "Ya, sudah 20 tahun", kata Arya. Kemudian terjadilah sesuatu yang mengejutkan, yang mendorong saya menceritakan kejadian ini. Orang itu - ia bukan "orang Kristen" berkata, "Ayah Anda itu seharusnya sudah lama "pergi". Tapi masih bisa bertahan sampai sekarang, karena ada ribuan orang di seluruh dunia yang selalu berdoa baginya!". Melalui kisah ini saya ingin mengatakan, betapa berartinya yang kita lakukan malam ini! Sebab itu, tolong, jangan pernah Anda katakan, "Saya cuma bisa berdoa!" Doa itu, bukan "cuma"!

Terima kasih dari lubuk hati terdalam saya, Evang, Arya dan Vera, kepada pararekan yang telah memprakarsai dan memfasilitasi acara petang ini.Pekerjaan sederhana ini, saya yakin, tidak sia-sia. Namun demikian, ada permintaan saya. Bila anda berdoa untuk saya - baik di sini maupun di mana saja, saya mohon janganlah terutama memohon agar Tuhan memberi saya kesembuhan, atau mengaruniai saya usia panjang, atau mendatangkan mujizat dahsyat dari langit! Jangan! Biarlah tiga perkara tersebut menjadi wewenang dan "urusan" Tuhan sepenuhnya! Saya cuma mohon didoakan, agar sekiranya benar ini adalah tahap pelayanan sayayang terakhir, biarlah Tuhan berkenan memberikan saya dan keluarga keteguhan iman, kedamaian dan keikhlasan dalam jiwa. Semoga Tuhan berkenan menganugerahi saya perjalanan yang tenang, kalau boleh tanpa kesakitan dan tidak mahal biayanya, sampai saya tiba di pelabuhan tujuan. Dan kemudian, biarlah tangan Tuhan dengan setia terus tanpa putus menggandeng - bila perlu menggendong - Evang, Arya, Vera serta (mudah-mudahan) cucu-cucu saya melanjutkan perjalanan mereka.

Saudara-saudara sekalian, Paulus pernah menulis, "Bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Tetapi jika aku harus hidup di dunia, bagiku itu berarti bekerja memberi buah, jadi mana yang harus kupilih, aku tidak tahu" (Filipi 1:21). Itulah kerinduan saya. Segera bersama-sama dengan Kristus. Namun bila Ia masih menghendaki saya di dunia ini - entah lama, entah sebentar - doakanlah saya, agar itu dapat saya manfaatkan untuk bekerja memberi buah. Tidak berlama-lama di pembaringan dan dalam kesakitan. Demikianlah, saudara-saudara isi hati saya. Saya mengikuti persekutuan saudara-saudara malam ini dengan terima kasih yang dalam dan keharuan yang sangat. Dan tolong jangan lupa berdoa pula bagi hamba-hamba-Nya yang kini juga tengah bergulat dengan penyakit, khususnya Andar Ismail dan Lydia Zakaria.

Terima kasih dari kami berempat.

Eka Darmaputra

Siapa Pdt. Eka Darmaputera?

Pdt. Eka Darmaputra, PhD (lahir di Magelang, 16 November 1942) adalah pendeta Emiritus di GKI. Terakhir melayani di GKI Bekasi Timur. Beliau adalah tokoh nasional yang cukup besar andilnya dalam pengembangan gereja di Indonesia, terutama melalui kiprahnya sebagai ketua PGI. Beliau juga penulis besar yang sangat produktif untuk buku-buku rohani. Beliau juga pengasuh/penulis tetap kolom "Sabda" di Sinar Harapan.

Pak Eka sudah lama sekali menderita cancer di liver (hepatoma) yang cukup parah. Beberapa tahun belakangan sering mengalami varices oesophagus, sehingga setiap 3 - 4 bulan harus di laser pembuluh darah yang varises tsb. Kira-kira bulan Januari/Februari 2005 paru-paru beliau penuh cairan, dan beberapa kali masuk rumah sakit untuk disedot. Kondisinya makin hari makin memburuk dan dokterpun waktu itu menyatakan bahwa beliau mengalami gagal hati.

Sudah lama beliau mempersiapkan diri dan keluarganya, suatu saat Tuhan memanggilnya. Hari Rabu, 29 Juni 2005 Pdt. Eka Darmaputra berpulang ke pangkuan Bapa. Doa Pdt. Eka Dharmaputra telah didengarNya, karena Tuhan terus menyertainya sehingga mampu menyelesaikan perjalanan hidupnya dengan tetap setia di dalam Tuhan. (by Ibu Mundhi Lesminingtyas)

Wednesday, June 29, 2005

Memento Mori

I was stunned as I read an email this morning about the Rev. DR. Eka Darmaputera. He passed away this morning after long suffering of cancer. Surely a great loss not only for God's churches in Indonesia but also for Indonesia as a nation.

I know him as a faithful pastor, reputable scholar (with earned PhD degree from Cornell) and a man of integrity. I remembered watching him preaching God's word on TVRI every Sunday when I was still a small boy. I can't remember what he said but I do remember his shining face and the way he preached, full of energy. About two year ago, when I was in Jakarta, I had a rare chance of listening to his sermon live at GKI Panglima Polim. Again, what he said has gone from my memory, but I found something unchanging: the enthusiasm, the power and the spirit of the simple pastor. A year ago, I met him face to face after a seminar at STT Jakarta. He's not young anymore. I could see wrinkles here and there, but I still could sense that divine thing. Something that made him different from other pastors I know, something that came from inside. I know a lot more about him from magazines, books, radios, mailing lists and they are all in accordance with what I feel about him.

Well, people come and go, right? But I think the most important thing is what we can learn from them. What can you and I learn from Pak Eka and his life? Out of my shallow knowledge of him, I want to be like him, in some ways. I want to be a person through whom God bless many people. I know that finally what matters is what can be left from our short life for the sake of others, what we can do for them, NOT what I can gain for myself from this perishing world. A life that brings hope and condolences for others is worth living. The universe will vapor someday, but souls are eternal. Memento mori, be mindful of death.

O, God help me to constantly realize how short my life is while there are so many things to be done. Guide me to understand your will and grant me wisdom to make the right decisions in my life, according to your Word. Give me strength to endure the hardships of walking the narrow way until I come to the end of the road, seing you face to face when welcoming me by saying, "Come, my faithful servant."

See you around, Pak Eka.

"Living a Christian life in this sinful world is more like a marathon on a long and winding road rather than a 100-meter sprint. So mind your stamina and focus."

Happy 34th Anniversary Perkantas!

Today is history for Perkantas (Persekutuan Kristen Antar Universitas) or Intervarsity Christian Fellowship. God has blessed her for a long 34 years, a mature age for a man. Her vision was to equip Christian students and alumni to be Christian leaders that may faithfully become "salt and light of the earth", bringing good news of Jesus Christ in families, offices, cities and nations, especially Indonesia. Perkantas, whose one founder is Mr. Jonathan Parapak, clearly recognizes the strategic role of students to their nation's future. Why? Because "student today, leader tomorrow". Influence a nation's students, they'll influence their nation.

Perkantas was, is and will always be a special part of my life. I thank God for transforming me during my school days at Institut Teknologi Bandung through the ministry of Perkantas at Bandung, known as Open House ministry. I can't tell you how I have been changed coz it's a long story. Through the four years, I came across to the knowledge that God loves me so much that he gave his Son to die on the cross for me. And that's ot enough. He also has wonderful grand plan for me to use me as his instrument and servant. The best life I can imagine of having in my life. Blessed to be a blessing. I don't know how he'll use me, but I am sure he will show me the way as long as I trust and obey him, step by step.

Thank you Perkantas for becoming God's wonderful agent to bless Indonesia. Thank you for the founding fathers for your vision, integrity and obedience to God. My sincere gratitude goes to the faithful (former) staffworkers of Perkantas that have painted my life: Bang Iim, Bang Erick, Bang Tiopan, Kak Iin, Pak Mangapul Sagala, Bang Jimmi, only to name a few. You may not understand how God has bless me through your life, but I know. Thanks a lot for your dedication. Thanks also for numerous faithful alumni that have set themselves as model for me as young Christian, showing me how to strive shining in the world that grows darker each day.

Vivat Perkantas!

"Don't pray that God's on our side, pray that we're on his side. "
Abraham Lincoln (1809 - 1865)

Tuesday, June 28, 2005

Hello World

Finally I made it. I have a blog now, something I've been thinking of doing for many days ago. I know this is a new adventure for me. I hope through my blog I can share my ideas and experiences that life allows me to have to the world. I know that openness is not a good friend of a mysterious life. The more open I am, the more people know about me. They may like me or dislike me then. Love me or hate me. Well, so what gitu loh? I am just a new kid on the blog and I'm happily willing to learn from others, so having both parties in my life will be a good thing, I think. Besides that, I can't make everybody happy, can I? But the sure thing is I really know what makes me happy.

"There is always the first time for everything. So is it with starting a blog."

"A journey of a thousand miles begins with a single step. So does a living blog."