Wednesday, October 31, 2007

Oleh-oleh dari Den Haag (1): kabar dari medan perang

Selama aku menikmati pembinaan selama aku sekolah dan kuliah dulu, aku memiliki satu metafora yang aku suka dan aku pakai hingga sekarang tentang pembinaan rohani seperti itu, istilahnya PSK (Persekutuan Siswa Kristen) atau PMK (Persekutuan Mahasiswa Kristen), dan dunia alumni Kristen. Aku melihat tempat2 pembinaan itu seperti akademi militer dan dunia alumni itu seperti medan pertempuran. Di akademi militer itu siswa dan mahasiswa dibina agar siap bertempur di medan perang alumni setelah lulus, meski sendirian. Mereka dibina agar memiliki prinsip2 dan visi hidup serta dilengkapi dengan berbagai skill agar mampu bersaksi sebagai seorang pemimpin Kristen yang efektif di mana pun Tuhan memimpin langkahnya pergi, terutama saat hanya ia sendiri yang Kristen di tempatnya bekerja. Jika disana sudah ada pelayanan, maka ia akan memberi diri untuk mengembangkannya, tapi jika disana belum ada pelayanan sama sekali, seluruh skill yang dia pelajari di akademi akan menolongnya untuk memulai dari nol.

Aku sudah memiliki metafora itu sejak aku masih dibina waktu kuliah dulu. Waktu itu, karena aku sendiri belum pernah mengalami gimana dunia alumni itu, kadang2 aku ga ngerti bagaimana aplikasi dari semua yang diajarkan dan dilatih selama aku dibina itu. Kadang aku berpikir, buat apa kami diajarin supaya punya disiplin doa, saat teduh, ikut kelompok kecil, dilatih PA dan memimpin PA, dan semuanya yang kadang butuh banyak waktu dan tenaga, padahal waktu itu juga kami harus belajar menyelesaikan kuliah yang berat dengan baik. Karena itulah, menurutku, satu yang paling menggembirakan, menyegarkan dan melengkapi buatku selama dibina adalah kisah2 perjuangan dan kemenangan dari alumni akademi militer yang telah bertahun2 berjuang di medan tempur alumni. Itu efeknya lebih daripada 'sekadar' khotbah. Sayangnya, dari semua yang 'diluluskan dan diutus' oleh akademi tempatku dibina, rasanya jumlah mereka yang tidak hanya mampu bertahan tapi juga menyerang dan berhasil meraih kemenangan2 di medan tempur itu tidak banyak. Namun aku bersyukur karena aku bertemu dan berbincang2 cukup lama dengan dua orang di antara mereka yang sedikit itu selama kunjunganku di Den Haag.

Aku udah dengar kiprah abang dan kakak ini waktu aku masih dibina di Bandung dulu. Tapi baru minggu lalu aku bertemu dengan mereka langsung. Aku senang sekali bertemu dengan mereka dan dari saat pertama aku disambut di depan pintu, aku tidak merasa adanya beda usia dan angkatan yang cukup jauh antara kami. Selama dua hari dua malam itu kami banyak sharing, terutama dari abang yang kayanya memang senang bercerita. Aku pun manfaatkan kesempatan itu untuk lebih banyak mendengar dan menyerap prinsip2 berharga supaya aku pun nanti bisa seperti mereka, apalagi jika suatu saat Tuhan memimpinku untuk menikah dan membangun keluarga.

Aku ga akan ceritakan semuanya, tapi aku akan bagikan prinsip2 berharga apa aja yang kupelajari dari hidup abang dan kakak ini selama perbincangan kami.

1. Ada dua keputusan maha penting dan sangat krusial yang sering menentukan menang kalahnya alumni di medan perang: MEMILIH PEKERJAAN / KARIR dan MEMILIH TEMAN HIDUP. Abang itu kerja di sebuah perusahaan multinasional asing dengan fasilitas dan reward finansial yang pasti jadi dambaan banyak alumni terutama di Indonesia. Dalam percakapanku dengan abang itu, akhirnya aku tahu bagaimana pergumulannya dengan Tuhan untuk memilih pekerjaan itu . Yang pasti, aku akhirnya tahu bahwa motivasi abang itu paling pertama bukan uang, tetapi bagaimana Tuhan dapat membawanya ke tempat2 dimana dia dapat memberitakan Injil dan melayani. Dan memang Tuhan membawanya ke tempat2 yang jauh, terpencil dan sulit, dan disana memang abang itu dipakai Tuhan dengan waktu, tenaga dan uang untuk melayani-Nya. Aku juga akhirnya tahu kalau abang itu ga hanya cari uang untuk diri dan keluarga sendiri, tetapi lebih dari itu awalnya untuk mendukung pelayanan yang jelas tetap butuh dukungan dana.

Terus terang, dulu awalnya aku sempat punya pikiran negatif sama rekan2 alumni yang pengen masuk ke perusahaan multinasional yang aku tahu menawarkan reward yang menggiurkan secara finansial dan karir. Tapi sekarang, aku yakin kalau di posisi2 itu pun Allah dapat menggunakan anak2nya untuk kemuliaan-Nya, SELAMA MEMANG TUHAN MEMIMPIN DIA KE SANA, contohnya ya seperti abang ini. Nah, yang selalu jadi pertanyaan penting adalah, apakah MOTIVASI dan TUJUAN UTAMA di dalam lubuk hati terdalam waktu memilih jenis pekerjaan dan tempat bekerja itu? Jika motivasi dan tujuan pertama dan utama HANYA untuk UANG, UANG dan UANG, maka sangat disayangkan jika keputusan itu masih dibuat oleh mereka yang sudah pernah menikmati pembinaan, apalagi terlibat aktif.

Kenapa bisa terjadi demikian? Entahlah, aku pun ga punya jawaban pasti. Aktif jadi pengurus atau jadi ketua sekalipun, aktif di banyak kepanitian, ikut atau bahkan mimpin kelompok kecil, KTB atau apapun itu, ikut atau bahkan kasih training ini itu, ikut retret atau kamp sana sini berkali2, semua itu tidak menjamin siapapun akhirnya tidak memilih keputusan yang keliru di saat ujian pertama: di pagi saat ia WISUDA! Apa yang muncul dan menguasai hati kita pada pagi hari kita wisuda sering kali menunjukkan diri kita yang sebenarnya, meski selama dibina selama mahasiswa, ia tersimpan rapi dan rapat di lubuk hati kita yang terdalam. Bagiku, memilih keputusan yang tepat semuanya adalah karya Roh Kudus yang mampu mengubah hati, selama kita mau membiarkan-Nya berkarya penuh dan seluas2nya dalam hati dan itu dapat terjadi dan dimulai hanya oleh satu kali mendengar khotbah, atau sekali membaca dan mendengar Firman, atau dalam sebuah percakapan. Tapi selama hati kita yang terdalam tak mau kita serahkan kepada pemerintahan dan kedaulatan penuh Yesus Kristus sebagai raja, maka semua aktifitas dan kegiatan yang menyita banyak waktu, tenaga dan uang selama dibina di siswa dan mahasiswa tidak akan mengubah siapa yang sebenarnya berkuasa di pusat hati kita: DIRI KITA SENDIRI dengan segala keinginannya.

2. Kunci kemenangan di medan tempur alumni: persekutuan pribadi dan keluarga yang berkualitas setiap hari dalam doa dan firman, memilih teman hidup yang tepat dan saling mendukung sesuai pimpinan Tuhan, hati yang berkobar2 memberitakan Injil dan memberi diri untuk tetap terlibat melayani di mana pun Tuhan memimpin, dan akhirnya ketaatan penuh kepada Tuhan dan kekudusan hidup khususnya dalam hal2 kecil dan yang kata dunia 'abu-abu'. No compromise, no problem, no sin.

Kesempatan untuk disegarkan secara rohani di Belanda ini rasanya lebih sedikit daripada di Indonesia, apalagi di kota2 besar seperti Jakarta dan Bandung. Tetapi, perbincangan kami selama beberapa hari itu sungguh menyegarkanku untuk mengikuti teladannya dan terus bertempur, tidak hanya bertahan, tapi juga menyerang dan menyatakan terang. Ibarat seorang letnan yang baru lulus dari akademi dikuatkan bukan oleh teori2 yang udah diperoleh di ruang2 kelas tapi oleh perbincangan penuh inspirasi selama satu malam dengan jenderal binaan akademi (yang sama juga), yang sudah kaya dengan berbagai pengalaman, luka2 bekas bertempur di sana sini yang sudah kering dan, tentu saja, kisah2 kemenangan di medan perang.

Semoga Tuhan menolong, menguatkan dan memimpin setiap kita dimana pun Tuhan tempatkan kita. Segala kemuliaan hanya bagi Tuhan yang telah memberi kita keselamatan, arti dan tujuan hidup yang sejati!

Tuesday, October 30, 2007

Oleh-oleh dari Den Haag

Weekend yang lalu, mulai dari Jumat malam sampe Minggu sore, aku berada di Den Haag. Sebenernya tujuan utamanya sih ya buat menghadiri satu event pada hari Sabtu, cuma acaranya sendiri sih menurutku biasa2 aja. Aku justru begitu diperkaya bukan dari acara itu, tapi dari perbincangan2 yang aku alami dan nikmati dengan sejumlah teman selama dua hari dua malam itu. Itulah oleh2 dan berkat besar yang menyegarkanku dari kunjunganku ke Den Haag itu.

Aku menikmati pertemuan dan perbincangan dengan enam orang (semuanya orang Indonesia) dan aku akan coba tuliskan apa yang udah kupelajari dari setiap mereka. Kayanya aku akan bagi jadi lima seri dalam beberapa blog ku ke depan, berdasarkan pembicaraan dengan keenam orang itu. Jadi, siapa aja mereka?
1. Abang dan kakak ini adalah pasangan suami istri dengan dua putri yang baru aja tiba di Belanda dari tugas sekian lama di negara lain. Aku nginap di apartemen mereka selama dua malam itu dan menikmati makanan yang enak heheh.
2. Seorang teman Indonesia yang sedang studi S2 di Belanda. Sebelumnya aku hanya kontak sama dia lewat milis dan SMS.
3. Seorang teman Indonesia yang sedang studi S1 di Belanda juga. Aku baru ketemu dan kenal sama dia pas acara di Den Haag itu.
4. Teman yang dulu kerja bareng aku di Indonesia dan sekarang sedang memulai studi S2 di Belanda. Senang banget bisa ketemuan lagi heheheh.
5. Seorang hamba Tuhan yang telah melayani Tuhan selama 20 tahun lebih di Eropa. Aku ketemu dan ngobrol sama beliau selama perjalanan di kereta.

Ok, itu dulu buat hari ini. Nanti lah aku lanjutin, moga2 ga lupa.

- yang jadi merasa tambah 'tajam' setelah di-'tajam'-kan sama teman2ku itu... Thanks guys!

In a relationship!

Setelah sekian lama jadi single, akhirnya, meminjam istilahnya Friendster, statusku berubah juga jadi 'in a relationship' heheheh. Kapan itu berubahnya ga penting, ga perlu dipublikasikan, yang penting udah berubah ajah heheh. Terus terang, aku excited banget tapi aku juga sadar bahwa ini awal dari sebuah perjalanan yang ga mudah dan kami (aku dan dia) harus siap dengan segala yang siap menanti di depan kami. Bagiku, yang terpenting adalah bagaimana memulai dan menjalaninya dengan cara yang Allah kehendaki.

Kalau aku diminta kasi simbol untuk hubungan berpacaran (dan menikah), maka aku suka simbol segitiga. Segitiga menggambarkan tiga pihak yang harus ada dalam hubungan itu, dalam hal ini, aku, pacarku, dan Tuhan. Sudut segitiga yang mewakili Tuhan harus ada di atas sebab kami ingin Dialah yang memimpin dan memberkati hubungan kami. Hanya ketika kami masing2 semakin dekat kepada Tuhan maka kami akan semakin dekat satu sama lain.

Sebenernya aku pengen nulis banyak, tapi setelah kupikir2, aku ga jadi nulis. Aku pengen kami mengalaminya dulu dan bertumbuh di dalam semua itu, daripada aku nulis tapi kami sendiri ga menjalaninya. Kami, aku dan dia, udah memutus tali yang mengikat kapal kami dan kami udah mulai berlayar. Kami tak tahu apa yang akan muncul di lautan di depan kami, sementara pantai yang udah kami tinggalkan pelan2 mulai hilang dari pandangan. Tapi kami bersyukur karena kami telah mengundang Tuhan menjadi nahkoda dan pemimpin kami. Selama Dia memimpin kami dan kami terus mau belajar taat kepada-Nya dan saling mengerti satu sama lain, aku yakin kami akan mampu menghadapi dan melalui apapun yang menghadang kami. Semoga!

Therefore everyone who hears these words of mine and puts them into practice is like a wise man who built his house on the rock. The rain came down, the streams rose, and the winds blew and beat against that house; yet it did not fall, because it had its foundation on the rock.
Jesus Christ, Matthew 7:24-25

Wednesday, October 24, 2007

One hour, one day, the whole life

Setelah umur tua segini, akhirnya baru kemarin aku berkenalan sama yang namanya fitness center. Maklumlah, dulu belum bisa soalnya dulu fitness prioritas ke sekian, lagian dulu ga ada duit buat fitness. Kalo pun ada duit, ya lebih bagus dipake buat makan heheheh. But now things have changed and I think I'm ready to try another new exciting thing in life.

Aku nikmati kok tadi sekian lama berolahraga dengan mencoba berbagai macam alat fitness. Aku merasa segar tapi juga pegal dan capek. Tapi aku ingin coba lagi ah, lagian aku udah bikin kartunya buat jatah setahun, jadi kalo ga dipake sayang kan? Trus pas ada teman yang berbaik hati ngajarin, wah makin mantap lah kan. Thanks buddy! Minggu depan lah kita fitness lagi.

Seperti biasa, aku suka melihat sesuatu dari perspektif berbeda, trus menarik pelajaran dari situ. Jadi apa aja yang kupelajari hari ini selain gimana membentuk otot2 ku? Ada beberapa sih, cuma aku mo share satu aja. Selama latihan tadi, aku sadar kalo orang cenderung lebih suka melihat hasil tapi ga pengen melihat proses untuk mencapai hasil itu. Menurutku fitness itu bagus buat ngejaga fisik biar (kelihatan) oke. Siapa sih cowo yang ga mau badannya atletis dengan perut six pack? Aku juga pengen lah. Tapi baru di ruangan fitness tadi lah aku tau apa yang bikin banyak orang akhirnya ga mencapai apa yang mereka inginkan itu. Usahanya itu man, beh, butuh ketekunan, niat, kerja keras dan tentu aja, duit hehe... Apalagi waktu aku coba sendiri apa yang cowo2 atletis di ruangan gym tadi udah lakukan sekian lama sampe body mereka bagus like the 300 Spartans gitu, beh aku kembali sadar apa arti NO PAIN, NO GAIN. Selama ga mau berlelah2, tekun dan niat buat exercise, punya body kaya Hercules mah tinggal mimpi.

I think we can learn much more from the process rather than the result. Melihat hasil akhir itu bagus buat membuat kita punya mimpi, punya cita2 sampe ke langit. Having a realistic but challenging dream is a good start soalnya banyak orang yang bermimpi aja ga berani. Nah, cuma itu ga cukup. Setelah bermimpi terbang sampe ke langit, lalu lihat juga prosesnya. Melihat proses yang menjadikan hasil seketika itu juga akan membawa kita yang lagi di langit kembali ke bumi. Gedebummmm!! Gitulah mungkin suaranya pas kita jatuh kembali ke bumi ketika sadar bahwa ga ada yang gampang buat mencapai sesuatu yang baik. Iya lah, semua butuh usaha, wong itu udah hukum alam. Kalo ga percaya, coba deh pelajari Hukum Newton di fisika SMA kelas 1 hehehe...

So, if we listen to a very good singer, watch her singing live on stage and then see how she practice at her house for hours. Kalo kagum sama permainan piano pianis hebat, sekali2 lihat juga gimana dia latihan berjam2 tiap hari. Kalo salut lihat temen pinter, coba lihat gimana caranya dia belajar. Pengen jadi entrepreneur sukses dan milyuner kaya Chris Gardner, mari juga lihat perjuangannya dengan menonton film The Pursuit of Happyness (I really recommend this one). This is a long long list if we want to add more. This what makes me love biographies and inspiring movies based on true stories.

Well, what do I learn today in a nutshell?
If we want to dream, spend one hour to watch these successful people perform on their stages.
If we want to see how badly we dream, spend a day to see how they practice.
Then if we want to be successful like them,
spend our whole life doing what they have been doing.
Finally, if we want to be more successful than them,
spend our whole life doing what they have been doing, but better every time.

The question is, are we dreaming the right thing?

Tuesday, October 23, 2007

My favorite song: Faithful One

Ini lirik dari satu lagu yang lagi aku suka banget dan menguatkan aku, apalagi di saat2 menentukan ini. Melodinya pas dan asik, kata2nya sederhana, tapi maknanya dalam, ... tipe lagu aku hehe... Enjoy!

Faithful One
by Brian Doerksen

Faithful one, so unchanging
Ageless one, you're my rock of peace
Lord of all, I depend on you
I call out to you, again and again
I call out to you, again and again

You are my rock in times of trouble
You lift me up when I fall down
All through the storm
your love is the anchor
My hope is in you alone

Monday, October 22, 2007

Vacant urgent positions, anywhere, anytime!!!

Hari Minggu kemarin, di acara ulang tahunnya teman gereja, aku terlibat pembicaraan yang menarik dengan dua orang temen. Satu orang nyeletuk kalo usia bertambah bikin orang makin tua dan yang membedakan orang tua dan orang muda adalah pengalaman. Kata2 temenku itu lantas bikin aku ingat sama apa yang pernah diajarin seseorang guru tua dulu sama aku, sekitar tiga tahun lalu. Beliau bilang kira2 gini (dengan interpretasiku), "Jangan langsung silau sama orang yang (bilang dirinya) berpengalaman, karena pengalaman dia bisa aja salah. Coba lihat itu supir angkot di Medan, mereka memang berpengalaman nyetir mobil, tapi pengalaman mereka nyetir angkot itu jelas pengalaman yang salah." Trus aku lalu timpali kata2 temenku itu dengan mengutip ulang apa yang udah diajarkan guru tua itu. Temenku itu lalu mikir2 bentar trus dia lalu ngangguk2 bilang setuju.

Aku juga setuju sama kata2 guru tuaku itu. Sebenernya bahkan setelah beliau bilang itu ke aku, dalam hati aku menjawab gini, "kalo gitu Pak, berarti pengalaman Bapak juga bisa salah dong, meski Bapak udah profesor doktor lulusan Amrik..." Temenku satu lagi memberi insight yang menarik dalam perbincangan kami, untuk menjawab pertanyaan bagaimana kita menilai benar / salahnya sebuah pengalaman? Setidaknya ada tiga tolok ukur yang bisa dipakai:

1. Kalau pengalaman itu tidak sesuai dengan peraturan dan standar umum / global yang berlaku, maka jelas pengalaman itu salah, meskipun pengalaman itu telah dipelajari berpuluh tahun. Contohnya, ya supir angkot di Medan itu kalo nyetir seperti itu di Belanda, pasti cepat atau lambat bakal ditangkap polisi.

2. Kalau belum ada peraturan dan standar umum / global yang dapat dijadikan tolok ukur (terutama kalo sedang menghadapi satu persoalan yang sama sekali baru), maka pengalaman menjadi salah jika ia tidak dapat diaplikasikan secara tepat untuk menjawab persoalan yang ada sesuai KONTEKS saat itu. Contohnya, seorang doktor ekonomi didikan Amrik ga bisa langsung pake teori2 dan best-practices ekonomi di Amrik bulat2 di Indonesia, tanpa memperhatikan kondisi di Indonesia secara hati2 dan komprehensif.

3. Kalo standar ato peraturan yang bisa jadi tolok ukur belum ada trus kita juga belum tahu detil kondisi lapangan, maka pengalaman harus diuji dan tunduk kepada akal sehat atau common sense. Pengalaman bisa melengkapi, tapi menurutku, akal sehat (dan kadang2 intuisi atau firasat, altough not recommended) harus jadi tuan.

Lesson apa yang bisa ditarik dari sini bisa ditujukan buat orang yang merasa masih muda dan kurang pengalaman dan mereka yang merasa udah tua dan banyak pengalaman. Buat yang masih muda, apa yang kita pelajari tentang pengalaman ini jadi dasar kuat untuk ga pernah minder atau langsung merasa inferior sama mereka yang ngaku udah tua, berpengalaman dan udah banyak makan asam garam kehidupan. Ingat, menghormati / mendengarkan mereka dan tetap kritis atas apa yang mereka katakan / ajarkan adalah dua hal yang berbeda! Never be intimidated by any claims of long experience without analyzing it quite thoroughly.

Nah, bagi mereka yang merasa udah tua dan ngaku berpengalaman, this is a wake up call for you to keep yourself humble to be a lifelong learner. Pengalaman Anda belum tentu benar atau tepat untuk dipakai di kondisi yang berbeda dengan kondisi dimana dulu Anda menerima pengalaman itu. Jadi jangan langsung terlalu cepat Anda merasa bangga dan superior dengan pengalaman Anda yang banyak itu atau berpikir Anda dapat dengan mudah 'menaklukkan' siapapun yang lebih muda dari Anda dengan berkata, "Nak, aku ini udah melakukannya selama berpuluh2 tahun...", apalagi sama yang nulis blog ini dan kedua teman bicaranya itu heheheh... We're always ready to listen to you, but it doesn't mean we instantly agree with you.

Vacant urgent positions anywhere, anytime: humble learners with growing experience of doing the right things right.

Friday, October 19, 2007

A tribute to excellent teachers

Beberapa hari yang lalu aku ketemu dosenku yang ngajarin academic english skills. Aku ga nyangka kalo ternyata beliau masih ingat namaku, padahal aku ngambil kuliah itu tahun lalu, jadi pasti beliau udah ngajar banyak student baru setelah itu. Setelah chat sebentar, aku ngucapi terimakasih ke beliau karena dedikasinya membawakan mata kuliah itu dan apa yang kupelajari itu emang udah membantu banget buatku nulis laporan internship sehingga dapat nilai lebih baik dari target. Memang sih ikut kuliah beliau itu demanding, soalnya banyak tugas trus ujiannya ga gampang (emang ada gituh ujian yang gampang di TUE? hehehe...) tapi aku senang karena aku juga selesai dengan baik, lebih baik daripada anak Belanda rata2 di kelasku soalnya waktu itu cuma aku sendiri yang bukan Belanda.

Guru-guru yang berdedikasi memang telah memberiku pengaruh yang ga kecil dalam hidupku. Mulai dari TK ampe kuliah sekarang ini, ada beberapa guru (termasuk dosen) yang aku bener2 hormati karena dedikasinya dalam mengajar dan menolongku untuk mengerti. Sayangnya, selama aku kuliah di Indonesia jumlahnya ga banyak, sementara hampir semua dosenku yang ngajar di TUE ini semuanya committed banget buat ngajar dan nolong mahasiswa dalam belajar. What a pity! But anyway, I'd like to dedicate this blog as my tribute to excellent Indonesian teachers that have influenced my life so far.

Aku mulai dari SMA sampe pas di ITB aja, soalnya kalo SMP ke bawah udah pada lupa euy. Pas di SMP, aku suka banget sama pelajaran sejarah di kelas 2 (kalo ga salah) karena bapak guru yang ngajar sejarah waktu itu asik banget ngajarnya, kaya bercerita tapi sambil ngelatih aku menganalisis sejarah dan belajar dari sejarah. Trus aku juga suka biologi di kelas 2 karena ibu guru yang ngajar asik, apalagi pas praktikum, wah aku nanti2kan banget. Sebenernya ada lagi sih, cuma itu aja dulu yang bisa kuingat.

Aku berterimakasih sama bapak ibu guru di bawah (yang bisa kuingat sekarang) yang udah ngajar aku dengan baik selama di SMA. Sorry banget kalo aku lupa namanya, tapi yang pasti aku masih ingat face-nya.
1. Pak Ompusunggu, guru matematik di kelas 3. Wah, bapak ini guru matematik favoritku. Pertama aja sih kelihatannya sangar, tapi sebenernya hatinya baik dan senang membantu siswa. Aku jadi makin suka matematik karena bapak yang ngajar. Sayang ya Pak kita ga banyak persiapan buat olimpiade matematika dulu... gimana ga kalah :(
2. Bu Lilis, guru matematik di kelas 1. Ibu ini aku suka cara ngajarnya trus manis lagi hihihi... Aku masih ingat ibu ini sabar ngeladeni pertanyaanku waktu aku nanya soal probabilitas. Seru deh.
3. Pak guru fisika di kelas 2. Juga kelihatan sangar sih awalnya, tapi bapak itu baik kok. Ngajarnya oke, apalagi kalo nulis di papan, wah tulisannya rapi coy. Sayang, kalo ga salah kudengar udah meninggal. Abis beliau kuat banget ngerokok, kaya kereta api aja...
4. Bu guru bahasa Indonesia di kelas 2. Wah bu, kayanya ibu deh yang paling paten ngajar bahasa Indonesia. Aku suka banget pas ibu yang masuk, trus ibu lucu ngajarnya, seger.
5. Bu guru akuntansi di kelas 1. Ibu ini selain cantik, ngajarnya juga bagus, meski aku tetep aja susah bikin debet kreditku balance... mungkin aku memang ga pas jadi akuntan bu heheh...
6. Bu Pandiangan, guru kimia. Ibu ini cool abis, tegas tapi kimia jadi menarik kalo ibu yang ngajar. Aku masih ingat ibu ngejewer aku pas upacara bendera. Gimana lah ga tidur bu, abis ngebosenin sih heheh... Tapi aku yakin ibu sayang kok sama aku kan.

Kayanya itu dulu buat guru SMA. Nah sekarang terima kasih banget buat dosen2 di bawah yang udah ngajar aku dengan baik waktu di ITB. Aku daftarin sesuai urutan yang muncul di kepalaku.
1. Pak Hamonangan Situmorang, dosen pembimbing TA. Makasih pak untuk diskusi dan ngobrol yang menyenangkan dengan bapak. Jarang ada dosen kaya bapak yang mo sediain waktu dengan mahasiswa.
2. Dr. Suhartono Tjondronegoro, dosen Digital Signal Processing. Bapak sangat berdedikasi kalo ngajar dan buat ngebimbing mahasiswa. Beliau ini pasti persiapan kalo ngajar, trus senang melayani pertanyaan mahasiswa. Makasih juga pak buat soal2 ujiannya yang susah, mirip kaya soal ujian di TUE hehe...
3. Pak Wirana Dananjaja yang ngajar optik. Aku suka cara ngajar bapak yang runtut, jelas dan to the point. Bapak juga jarang absen kalo ngajar, trus senang melayani mahasiswa kalo ada pertanyaan.
4. Dr. Sri Redjeki, dosen kalkulus dan matematika teknik. Ibu ngajarnya dedicated, lugas, cuma aku aja yang otaknya mungkin belum nyampe buat ngerti kalkulus waktu itu hehe...
5. Dr. Sudirham yang ngajar rangkaian listrik. Aku suka cara ngajar bapak yang bikin aku gampang ngerti rangkaian listrik yang kadang2 nyebelin.
6. Dr. Suwarno, dosen elektromagnetik I. Dari beliau ini aku jadi ngerti sedikit lebih baik apa yang ada di pikiran si Maxwell. Soalnya dapet A sih hehe...

Buat bapak ibu guru semua, makasih banyak ya atas semua yang udah bapak ibu lakukan. I really appreciate it.

-yang juga ngerasain jadi guru dan kalo ada mantan student yang berterima kasih samaku... it's invaluable, something that money can't buy...

Tuesday, October 16, 2007

My second 'UMPTN' marathon

Hari Minggu yang lalu ada gawean besar di Eindhoven. Ribuan orang berlari2 keliling ikutan Eindhoven Marathon dan sebagian dari mereka (terutama yang profesional) melewati jalan di rumahku, jadi persis di depan kamarku hehe. Kudengar hadiahnya dalam bentuk uang dan lumayan lah, puluhan ribu euro gitu. Gara2 marathon, lalu lintas hari itu jadi agak ribet soalnya sebagian jalan di pusat kota ga bisa diterobos. Meski begitu, aku menikmati juga lah melihat segitu banyak orang lari dengan antusiasnya.

Waktu aku bersama banyak orang lain menonton dan kasih semangat buat para peserta maraton, aku jadi kepikiran kalo sebenernya aku juga sedang lari maraton dalam hidupku. Menurutku, life is also a marathon due to its length. Hidup bukan seperti sprint 100 meter yang mengutamakan kecepatan. Karena hidup ini bagiku seperti maraton, jadi yang dibutuhkan adalah attitude yang persis ditunjukkan sama para pelari maraton yang kutonton itu, terutama yang profesional yang hampir semua berkulit hitam, kurus dan mungkin khusus datang dari Afrika sana.

Mereka ketika berlari begitu fokus, pandangannya mengarah ke depan, bukan ke samping apalagi ke belakang. Aku perhatikan mereka lari dengan kecepatan konstan, bukan secepat lari sprint, tapi yang penting stabil sebab jarak yang harus mereka tempuh bermil2 jauhnya. Di sini, konsentrasi, stamina, endurance, persistence, determination menjadi kunci untuk menyelesaikan perlombaan dan menembus garis finish. Karena pemenang cuma ada beberapa orang dari sekian ribu peserta, jadi aku pikir kayanya sih goal utama mereka bukan untuk mendapatkan hadiah, tapi menyelesaikan lomba sampai jarak nol lebih baik dari catatan waktu mereka sebelumnya kupikir udah jadi prestasi tersendiri buat mereka. Sebab mereka pasti udah berlatih keras demikian rupa untuk mengikuti maraton ini. Apalagi buat yang profesional, mungkin semua aspek hidup mereka, seperti diet, istirahat, mental, dll disiapkan buat berlari dan mencapai tujuan akhir dan satu2nya: garis finish.

Kalo menjalani hidup seperti seorang pelari maraton, berarti semua attitude itu pun berlaku dan mutlak perlu. Ini berarti hidup harus punya tujuan akhir yang jelas dan pastinya sih itu masih jauh nun di sana dan ga gampang. Karena itu jauh, sulit tapi berharga buat kita, maka sama seperti para pelari itu, fokus, daya tahan, ketekunan, tekad menjadi vital. Semua aspek hidup pun diatur sedemikian untuk mengabdi kepada pencapaian tujuan itu. Aku ga tahu apa tujuan hidupmu, tapi kalo tujuan itu belum mampu untuk mengobarkan semua sikap itu untuk mencapainya, mungkin kita belum punya tujuan sama sekali atau tujuan kita itu perlu didefinisikan ulang.

Satu tahun ke depan ini bener2 seperti maraton untukku. Aku sadar aku perlu ingatkan diriku tiap hari kalo aku ini seorang pelari maraton dan aku sedang berlomba untuk mencapai tujuan yang udah kutetapkan. Cuma kali ini, lawanku cuma ada dua: diriku sendiri dan waktu. Kalo aku ga bisa sampai garis finish sebelum waktu habis, maka jelas aku kalah. Di ruangan tempat aku menulis blog ini, juga banyak student yang sedang sibuk dengan laptop atau buku mereka, entah apa yang mereka kerjakan. Tapi mereka bukan lawanku berlomba dalam lomba yang kujalani, sebab mereka punya lomba mereka sendiri. Jadi, kasarnya, mereka sama sekali bukan urusanku dan aku ga perlu pusingin mereka. Tapi meski begitu, aku bisa jadi penonton dalam lomba mereka dan aku bisa memberi semangat, cheerleading, menawarkan sebotol air atau mungkin spons untuk melap keringat yang membasahi tubuh mereka yang berlari...

Aku jadi ingat satu tahun yang mirip seperti satu tahun yang sedang kujalani ini. Persis sepuluh tahun yang lalu, aku memulai lari maraton selama setahun dengan satu tujuan pasti: lulus UMPTN dan merebut satu kursi di PTN pilihanku. I still remember clearly those hard days and nights when I stood staying up very late to the dusk preparing myself for the exam. I was so determined and focussed to my goal that I didn't really care about my health, sampe2 temenku pernah bilang kalo waktu itu aku kuruuus banget. Akhirnya aku memang jatuh sakit, tapi syukurlah setelah aku menyelesaikan lomba dengan hasil manis.

Today, ten years later, I find myself running again for my second 'UMPTN' marathon. I know I'm ten years older than before. Minggu lalu temanku bilang kalo dia lihat aku lebih kurus. Aku pun tahu itu sebab cermin di kamarku ga mungkin berbohong. Tapi kalau dulu aku bisa, orang lain bisa, dan aku punya Tuhan, rasanya tak ada alasan bagiku untuk menyerah dan berhenti berlari. I will run in nothing else but His power. He has been my greatest cheerleader through all people who love, pray, encourage and support me along the track, shouting "Come on Ritz, you can do the next mile!"...

Monday, October 15, 2007

It is right to know your right

Akhirnya aku kembali lagi nge-blog. Satu minggu ini memang aku lebih banyak di rumah dan beristirahat habis internship. Yah, menenangkan diri dulu lah, tapi minggu ini I'm back on track, keeping myself busy hehehe.

Satu hal yang kupelajari selama di Eropa ini adalah aku semakin menyadari apa aja hak-hakku dan mengklaim hak itu sampai mendapatkannya jika memang perlu. Aku ga terlalu menyadari hal ini sebelumnya bahkan sering ga tahu kalo ternyata aku punya hak lebih banyak dari yang aku tahu. Contohnya, beberapa hari yang lalu, di tempat kerja, aku dikasih tahu sama teman kalo mulai dua bulan yang lalu bosku minta aku dan teman2 di 'divisi'-ku untuk mengerjakan apa yang dulu biasanya dikerjakan sama orang2 dari 'divisi' lain. Trus, karena aku merasa itu hakku sebagai employee untuk tau apa alasannya, aku tanya balik kenapa keputusan itu dibikin. Dia coba kasih alasan, tapi akhirnya dia bilang akan minta si bos jelasin langsung ke aku.

Dia pergi dan ga sampe lima menit bosku datang. He told me that my colleagues and I will do that because he said so. Ya, dia bilang satu alasan lain sih tapi tetap aja sih kurang pas menurutku. Dia lalu bilang, kenapa aku nanya kenapa, kan itu bukan pekerjaan besar atau apa mungkin aku keberatan. Tidak, aku jawab, ini bukan masalah kerjaan kecil ato ga, ato bukan masalah aku ga mau kerjain, cuma aku hanya ingin tahu aja alasannya apa. Menurutku itu hakku sebagai employee (yang ini aku ga bilang ke dia sih). Abis itu dia langsung diam dan cabut pergi. Kalau saja dia ga kasih alasan apapun (cukup because I say so), kayanya aku ga akan tinggal diam. Aku bakal akan tetap nanya, karena aku tau itu hakku and therefore I know it is right to know and claim my right, especially in the right time for the right reason in the right manner.

Beberapa bulan yang lalu aku ngalami hal mirip. Batere laptopku rusak dan berdasarkan isi kontrak dengan TUE, aku merasa berhak klaim dapat batere baru dari TUE. Aku datang ke bagian yang ngurusin laptop tapi mereka bilang garansi batere cuma 6 bulan dan karena udah lewat jadi mereka ga bisa ganti batere baru dan aku lebih beli baru. Beh, beli baru harganya 100 euro lebih trus enak aja itu orang di front desk jawab gitu. Aku bilang aku akan kembali lagi bawa kontraknya. Ga sampe sejam, aku balik lagi ke orang yang sama dengan kontrak dan aku tunjukin ga ada itu batas waktu 6 bulan buat batere. Bahkan di sana tertulis garansi sampe studi selesai including hardware dan ga ada tulisan kalo batere di-exclude. Itu orang lalu bicara ke atasannya lalu tetap aja bilang bahwa mereka ga bisa beri aku batere baru.

Hahaha, aku ketawa dengar jawabannya. Oke lah, kau pikir semudah itu kau taklukkan aku, ha? Ga tahu dia aku ini siapa, ga tau dia kalo aku ini orang Batak dari Medan yang ga gampang kalah sama gertak level segitu. Justru aku yang bakal gertak balik hehe. Abis itu aku langsung pergi complain ke International Office dan mereka melayani aku dengan baik. Aku juga langsung kirim email jelasin sedetilnya masalahku ke authority di TUE tentang masalah ini. Hasilnya? Beberapa hari berikutnya aku dapat email dari orang di bagian urusan laptop itu kalo aku bisa datang ke kantor mereka dan mereka akan ganti batere laptopku dengan yang baru. Hehehehe, kali itu aku bisa tertawa senang karena akhirnya aku menang, apalagi waktu aku balik ke bagian itu dan ketemu lagi sama orang front desk yang sama. Oh, betapa kurasakan aura kemenangan sebab pasti dia masih ingat aku hahaha. Coba kalo waktu itu nyaliku kecil, ato aku malas ngurus2, atau aku ga berani dengan gertak segitu aja, beh, aku bakal keluar uang 100 euro lebih buat membeli sesuatu yang sebenernya aku berhak dapatin gratis. Siapa yang bodoh, lha jelas aku lah kan?...

The lesson is, again, know exactly what your rights are. If you know you're right, never let anyone silence you. Show them that you're right. You'll never know the result if you stop trying.

Sunday, October 07, 2007

Paul and Timothy of Blues

Renungan yang dibawain di gereja pagi tadi berkesan banget samaku. Diambil dari pesan Paulus kepada Timotius, inti message yang kutangkap adalah terutama pesan kepada mereka yang lebih 'tua' untuk tidak segan memberikan encouragement, arahan, bimbingan dan semacamnya kepada mereka yang lebih 'muda'. Dalam hal ini, bagiku yang jelas membedakan seorang yang lebih 'tua' dari seorang 'muda' adalah pengalamannya. Ada satu lagi sih sebenernya message yang penting dari renungan pagi ini, tapi mungkin aku akan share lain kali aja.

Peristiwa yang bener2 menarik buatku terjadi waktu coffee time setelah ibadah selesai. Dimulai dengan jabatan tangan dan say hello, aku mulai percakapan dengan seorang jemaat senior (orang Belanda) di gereja yang dengannya aku belum pernah ngobrol. Setelah bicara2, eh ternyata aku baru tahu kalo beliau ini seorang guru gitar dengan spesialisasi Blues. Aku yang memang tertarik dan pengen belajar teknik gitar yang satu ini bener2 tertarik sama ceritanya. Kebetulan di gereja tadi ada gitar yang bisa kami pakai, akhirnya hampir 1.5 jam kami duduk hadap2an sambil ngobrol tentang gitar Blues sambil langsung praktek dan demo dengan itu gitar. Wah, bener2 deh beliau itu jago banget main gitar Blues-nya. Top banget deh pokoknya, sampe selama dia jelasin aku teorinya sambil praktek langsung, aku sulit banget melepaskan mataku dari menikmati kelincahan jari2nya menari di atas fret gitar dan memetik kelima senarnya. Aku excited banget karena emang udah dari dulu pengen belajar gimana cara bisa main gitar Blues kaya beliau, cuma belum bisa karena belum ketemu orang yang mau dan bisa ngajarin. Selama menit2 itu, aku persis seperti anak kecil yang kegirangan karena boleh makan permen atau es krim kesukaannya sepuasnya hehehe.

Ga cukup hanya di situ, aku juga belajar banyak dari sharing beliau tentang gimana memanfaatkan musik (dalam hal ini Blues) untuk menciptakan kesempatan2 dimana orang jadi tertarik untuk datang dan terbuka untuk percakapan yang bisa diarahkan untuk menceritakan Injil. Aku salut sama beliau yang udah mendedikasikan karunia bermain musik yang dia punya hanya untuk Tuhan. Sebenernya sih aku pengen dengar share beliau lebih banyak, cuma kami harus berpisah karena aku harus pergi. Tapi beliau udah berjanji minggu depan akan memberiku bahan belajar teknik gitar Blues untuk aku pake buat latihan. Udah gitu, ntar aku bisa tanya2 ke beliau tentang skill yang aku pelajari tiap kali ketemu di gereja. Wow, rasanya beruntung banget bisa belajar sesuatu yang kita pengen banget pelajari langsung ke guru yang bener2 master dalam bidang itu, udah gitu free of charge lagi hehe. What a lucky guy I am!

Lha, trus apa hubungannya ini sama renungan tadi? Aku melihat pembicaraan kami tadi sebagai aplikasi langsung dari renungan tadi. Bapak tadi itu ibarat Paulus dan aku Timotius. But this time, he and I are 'Paul' and 'Timothy' of Blues...

- yang lagi jatuh cinta sama Blues heheheh...

Thursday, October 04, 2007

What if you are one of those only twenty people in the world?

Besok adalah hari terakhir internship ku di Philips Research Europe Eindhoven. Tak terasa, tiga bulan penuh aku udah lewati di tempat ini. To be honest, having an experience working in a world class corporate research lab seperti Philips is a dream come true. Waktu aku apply ke TUE dua tahun lalu, aku udah browsing2 juga tentang High Tech Campus dan Philips Research, dreaming how lucky I am if I can spend part of my study there. Siapa nyangka, yang dulu cuma mimpi, eh sekarang jadi kenyataan? So, at least I can learn something again today: NEVER LET YOUR MIND BE AFRAID TO DREAM THINGS YOUR BODY (AND YOUR GOD) CAN DO.

Jadi, apa kesanku sejauh ini? Aku bersyukur bisa melihat dan mengalami gimana keseharian bekerja di lab riset kelas dunia. Aku belajar bahwa riset adalah tipe pekerjaan yang butuh kesabaran karena kadang butuh waktu lama, bahkan bertahun2 untuk melihat dan menikmati hasilnya. Seperti topik yang kukerjakan ini, orang2 di group ku udah kembangin mulai tahun 2004! Jadi, tepat lah kalo orang2 yang kerja di riset harus berani dan gesit melihat masalah, kreatif membuat solusi dan inovasi, dan bermimpi tentang masa depan dimana banyak hal bisa dibuat lebih baik daripada sekarang. Aku beruntung bisa kerja dengan orang2 pintar karena banyak yang udah doktor di groupku. Senang bisa berdiskusi sama mereka dan belajar banyak dari mereka.

Sebenernya sih, meski besok officially hari terakhirku buat internship, aku masih akan datang lagi buat revisi dan perbaikan laporanku, maklum supervisorku orang2 sibuk. Selain itu aku juga diminta buat kasih presentasi tentang hasil internship ku di Philips dimana supervisorku akan undang orang2 yang tertarik untuk hadir. Wow, it's really cool yet thrilling to present something scientific in front of people with strong academic and professional background.

Selain itu, aku sebenernya juga udah ditawarin topik untuk graduation project (tesis master) lengkap dengan kontrak kerjanya, tinggal teken doang. Meski tertarik, aku sih masih mikir2 dulu, yah sekalian ambil waktu buat break dulu lah sebelum mulai tesis. Topik yang mereka tawarkan ya supaya aku membuat model dan sistem yang udah mereka bikin sejak 2004 itu lebih baik, in some ways (sorry, it's confidential). Sejauh ini sih, dari publikasi yang ada tentang topik ini, cuma ada satu group lain di dunia ini selain group ku di Philips yang mengerjakan hal yang sama, kalo ga salah di Apple Computers di Amrik sono. Tentu dong, dari publikasinya, hasil group kami lebih bagus dari hasil pihak lain itu hehehe. Let's say hanya ada dua puluh orang di dunia ini yang meneliti dan mengembangkan teknologi itu, terus terang aku bangga banget bisa jadi salah satu dari dua puluh orang itu. Jadi kalo aku ambil tawaran topik tesis di Philips, then I'll be working on a very interesting research on a very cutting-edge technology that may exist in the market three years to come! Apalagi kalo hasil risetku nanti bener2 mereka pake jadi bagian teknologi mereka dan jadi produk juga, sama seperti hasil internship ku sekarang yang juga bakal mereka pakai. Cool banget kan?

Ya sih, cool sih emang cool, cuma aku tahu pasti ini bener2 ga mudah buatku. Tapi, ya begitulah, seperti kata mamaku, kalo cuma mo cari yang gampang2 doang, ga mau capek, ga mau berjuang, ya jadi orang mati aja lah kan. Lagian, ga ada yang mudah dalam memulai sesuatu yang baru. Aku masih ingat, dulu waktu aku pertama kali masuk SD, rada takut juga awalnya sampe harus diantar mama. Tapi ga lama aku jadi senang juga sekolah, jadi besoknya aku pergi sendiri. Gitu juga waktu aku masuk kuliah, muncul pikiran apa aku bisa lulus dengan baik ga ya. Eh ternyata bisa juga tuh, meski harus berlelah2 hehehe. Gitu juga tiga bulan yang lalu waktu aku mulai internship dan dikasi tahu apa yang harus kukerjain, aku sempat kuatir dikit juga kalo2 itu susah banget dan aku ga bisa selesaikan. Ternyata sekarang kekuatiranku ga terbukti tuh. Well, all the experience of 'before' and 'after' teach me that when climbing a big mountain, it may not look as big as when we see it for the first time. Even when we successfully climb and stand on its peak, we are higher than the very mountain, right? Sebab semua rasa lelah dan penat mendaki gunung perjuangan akan sirna saat berhasil mencapai puncaknya, sambil berdiri menikmati segarnya desiran angin dan indahnya matahari terbenam... Yah, semoga lah semua berjalan lancar, lagi2 hanya dengan pertolongan-Nya.

Wednesday, October 03, 2007

On movie: Babel (2006)

Sebagai perayaan udah nyelesain laporan, tadi malam aku nonton film Babel. Dah lama siy pengen nonton film ini, soalnya penasaran juga, apalagi dari judulnya. Filmnya bagus, inspiring, trus rada nyeni kayanya. Yang menarik dari film ini, dia menyajikan sekian cerita terpisah tentang para pelaku yang terjadi di beberapa tempat berbeda, but somehow someway mereka punya hubungan satu sama lain, meski ga langsung. Cool.

Dari film ini aku kembali belajar that NO MAN IS AN ISLAND. Kalo hidup kita sampe mati dikait2an ama hidup orang2 yang ada di sekitar kita, langsung ato ga langsung, wuih kayanya jaringannya bakal lebih rumit dari jaringan Internet dunia kali heheheh. Istilah lainnya yang berkaitan, seperti biasa orang bilang, DUNIA INI SEKECIL DAUN KELOR, meski aku sendiri belum pernah liat itu daun kelor gimana, cuma pastinya kecil kali ye. Yup, dunia ini kecil. Pernah ketemu orang yang baru kenal dan setelah ngobrol2 ternyata orang itu punya hubungan ga langsung ama kita? Aku pernah alami, lumayan sering. Misalnya, baru beberapa minggu lalu aku tahu kalo teman kelompok kecilku di gereja ternyata punya adik yang satu angkatan samaku waktu kuliah dulu dan aku cukup tahu lah adiknya itu. See, it's really a small world.

Biar kreatif dikit, tiap kita bisa bikin cerita film Babel versi kita sendiri. Contohnya, aku bisa ciptakan 5 karakter dan filmku ini akan cerita tentang sepenggal kisah hidup kelima orang ini pada satu rentang waktu tertentu dan kelimanya punya hubungan, langsung ato ga langsung, cuma kali ini aku pengen bikin hubungannya cyclic, kaya lingkaran. Sebut aja kelimanya namanya A, B, C, D, dan E. A itu sebutlah aku sendiri. B itu misalnya salah satu temen kosku sekarang. Si C itu pacarnya si B, sebutlah dia tinggal di negara lain. Nah, si D itu temen kuliahnya si C yang ternyata diam2 suka ama si C. Biar gampang, kubikin aja si E itu kakaknya si D. Nah, biar hubungannya siklik, gimana hubungannya E sama A, alias aku? Rupanya, si E itu mantan kolega di tempat kerjaku dulu, salah satu 'friend' di Friendster ku trus akhir2 ini lagi rajin baca blogku ini heheheh (halah, bisa aja kau bah). Bisa aja kan? Ya dong. Lha who knows gitu loh? So, that's an example of my own Babel-like story, hehehe... Lokasi syuting nya filmku itu dimana dong? Si A ama B kan di Eindhoven Belanda, trus C ama D, let's say di Sydney, Aussie, lalu E di Jakarta. Mantap kan, tiga negara, lima cerita, satu siklus!

Aku suka ibaratkan hidup kita itu kaya benang, mirip silinder. Nah, kalo ingat blog ku tentang lingkaran kepedulian dan pengaruh (click here), kedua lingkaran ini jadi penampang benang silinder hidup kita. Makin besar lingkarannya (terserah yang mana), makin gede benang hidup kita. Nah, kalo tiap orang hidupnya digambarkan kaya gitu, waktu dua orang bertemu itu ibarat kedua benang hidup mereka beririsan (cie, matematiknya keluar nih hehe). Jadi jelas dong makin besar penampang benang seseorang, makin besar kemungkinan semakin banyak benang2 hidup orang lain yang 'beririsan' dengan benang hidup orang itu pada waktu singkat. Misalnya, secara kasar, aku berhubungan ga langsung (banget) sama SBY soalnya aku bisa baca berita tentang dia dari internet. That's why writing blog is so attractive to me, hwehe... coz it is intersecting my life's thread to so many others which I'll never know belong to whom...

Yang menarik dan penting buatku, what happens after the meeting? Apa yang terjadi sama tiap orang itu setelah mereka bertemu, baik langsung ato ngga? Sejauh mana dan gimana hidup kita bisa kasi pengaruh sama setiap orang yang Tuhan ijinkan 'bersinggungan' dan 'bertemu' dengan hidup kita? Tentunya sih kita pengen kasi pengaruh baik dong ya kan? Jadi, dengan benang hidup siapa aja benang hidupmu sudah bertemu dan beririsan hari ini? Trus, apa dampaknya hidupmu buat hidup orang itu? Atau sebaliknya, apa pengaruh hidup orang itu ke dirimu dari pertemuan itu, meski ga langsung?

Truly, everyday each and every one of us produces his or her own new 'Babel' movie. Amazing, isn't it?

-yang abis nonton masih bingung, kok judulnya Babel sih? Jaka Sembung emang goblok, ga nyambung golok... !@#$%^&*

Tuesday, October 02, 2007

On movie: Alpha Dog (2006)

Kepala pusing abis ngerjain laporan kayanya sinyal kuat buatku untuk nulis blog. Terinspirasi dari movie review seseorang, kali ini aku akan perkenalkan satu tipe content baru blog ku: On movie. Jadi, hari ini tambah satu variasinya kan, biar kaga bosan juga. Btw, thanks ya dek buat inspirasinya heheh.

Tadinya sih aku mo nulis movie review, cuma aku ganti jadi on movie karena aku lebih tertarik belajar dari kisah film nya daripada ngomentari filmnya itu sendiri. Lagian kalo tentang soal2 teknis film aku ini ga pede, masih anak TK , maksudnya tahu dikit banget, udah dikit gitu mungkin salah lagi kan. Jadi soal2 teknis mah tanya yang ahli ato mbah Google aja dah. Oya, sebenernya aku dah pernah nulis 2 blog tentang film, satu tentang film Gie (click here) dan Forrest Gump (click here), cuma dah lama banget. Ok, let's get started!

Aku nonton film Alpha Dog beberapa hari yang lalu. Satu frasa yang muncul di pikiranku abis nonton itu: a movie about a bunch of stupid people. Aku sampe bingung, ini orang2 apa udah ga punya otak sampe mengambil keputusan yang nonsense kaya gitu. Ah, aneh lah mereka, sebagian lagi gila kalo kubilang. Tipe orang yang mikir setelah bertindak, bukannya sebelum. Yang jadi pertanyaan, kenapa mereka ini aneh dan gila begitu ya? Kalo dibilang ga punya otak, ga mungkin. Menurutku, dari ceritanya, masalahnya bukan ga punya otak ato kaga, tapi apa dan siapa yang mengisi / mempengaruhi otaknya.

Yang paling kelihatan dari film ini, otak banyak mereka rusak gara2 dua hal ini nih:
1. drugs (khususnya ganja)
2. teman yang sama2 rusak

Soal yang pertama, aku dulu pernah dikasi tahu kalo ecstasy sama ganja punya efek beda. XTC bikin mati, ganja ga bikin mati, cuma bikin gila. Beh, mo pilih yang mana tuh? Nah, di film itu, sebenernya ganja tuh salah satu aktor utama, saking seringnya dia muncul. Jadi, kalo mau tau gimana jadinya orang kalo hobi ganja, tontonlah film ini. A bunch of people mastered by weeds...

Dari yang kedua, aku belajar sesuatu tentang teman. Di film itu, anak2 mudanya kelihatan kompak dan setia kawan, cuma kompak dan setia kawan yang keblinger. Dalam pertemanan mereka, menurutku mereka kehilangan identitas dan prinsip individu karena mereka sudah mengasosiasikan diri mereka sama temen2. Apa yang teman2 lakukan, ya lakukan juga lah. Temen ngisap ganja, ya ikut ngisap juga. Temen masuk jurang, ikut juga masuk jurang. Temen bunuh orang, ayo ikut bunuh orang. Parah. Kenapa orang bisa gitu? Aku ga tahu pasti, cuma kalo kubilang, itu akibat orang menempatkan arti dan nilai dirinya dari teman2nya. Baginya, teman2nya lah yang membuat hidupnya berarti dan bernilai, sehingga kalo ga ikut teman, rasanya salah. Kasihan sih sebenernya, tapi begitulah kenyataanya, di luar sana ternyata banyak orang yang menyedihkan seperti itu. Prinsipku sih, kalo lo mau rusak, rusak aja sendiri, jangan ngajak2 orang lain, apalagi gue. Tapi kalo lo maju dan makin baik, jangan disimpan sendiri, share ama yang lain biar ikutan maju, apalagi gue jangan lupa lo ajak. Singkatnya, itulah temen yang baik. Kalo ada yang ngaku temen tapi ngajakin bikin hidup lo rusak, bilang aja ke itu orang: GO TO HELL! Lebih baik ga punya temen daripada punya temen buruk. Kalo dia ga bisa dibilangin lagi, 'kibaskanlah debu dari kasutmu' dan tinggalkan dia. In this case, a healty dose of individualism and egoism can save you from disasters.

Sebenernya banyak lagi sih yang bisa ditulis dari film ini. Cuma aku mo tulis satu aja yang terakhir. Bersyukurlah kalo masih punya orangtua, papa mama yang masih menyayangi kita meski kadang mereka agak susah ngerti kita atau bahkan kadang menyebalkan. Kalo kita ngaku udah besar dan bukan anak kecil lagi, ya udah saatnya tunjukin ke orang tua kalo kita bisa bicarakan masalah2 yang ada dengan baik, dengan argumentasi dan akal sehat. Itu tanda orang dewasa, bukan malah jadi kaya si Zack yang lari dari rumah untuk mencari kebebasan. Ya, dia memang menemukan kebebasan, tapi dalam kebebasan itu ironisnya dia malah ingin pulang ke rumah. Sayangnya, dia ga akan pernah bisa pulang ke rumah, hanya karena salah pilih teman...

Yep, exactly a bunch of stupid and crazy assholes...

- yang lagi pengen banget pulang ke rumah nun jauh di sana, kalo bisa... uuhh, ya udah lah, pulang ke rumah yang dekat ajah... nasi gorengku, aku pulang...