Friday, October 27, 2006

Soe Hok Gie dan aku

Malam ini aku rada suntuk nulis tugas. Rasanya inspirasi ga keluar. Akhirnya aku putuskan aku akan nulis besok aja. Kata orang, "everything looks better in the morning." Jadi, malam ini aku putuskan nonton film dan malam ini aku berkenalan lebih dalam dengan Soe Hok Gie.

Aku tulis ini setelah nonton film-nya. Film bagus. Satu yang paling kusuka dari sebuah film adalah skenario-nya. Bagiku, film bagus tidak cukup hanya menghibur. Film bagus seharusnya membuat orang berfikir. Mentransformasi.

Orang juga seperti film. Seorang bisa berumur panjang tapi hidupnya tak punya dampak. Tapi orang bisa mati muda, tapi pengaruhnya tetap terasa atau malah makin kuat ketika dia sudah tidak ada. Gie mati muda, umur 27 tahun, tapi meninggalkan pengaruh kepada banyak orang, termasuk aku. Well, bukankah hidup kita ini juga adalah sebuah film dan kita adalah sutradara sekaligus aktor utamanya? Sebuah film yang mungkin akan kita tonton ulang semuanya saat hari penghakiman terakhir nanti.

Gie, kau mati umur 27. Saat itu kau sebaya denganku dan aku belum mati. Gie, memang yang paling enak itu mati muda, tak perlu bersusah payah jadi manusia. Tapi kalau orang2 hebat sepertimu mati muda semua dan semua orang2 korup mati tua, gimana jadinya dunia ini? Atau mungkin orang2 korup itu mati tua karena Tuhan masih baik memberi mereka perpanjangan waktu untuk bertobat? Entahlah. Yang pasti, hidup hanya sekali dan setelah itu mati.

Kalau aku coba bandingkan diriku dengan kau, aku merasa belum berbuat apa2. Aku memang ga berani menulis seperti kau, meski aku suatu saat ingin mempengaruhi lebih banyak orang lewat tulisanku. Aku ga berani karena menurutku aku belum teruji oleh waktu. Aku bangga dengan orang2 muda hebat sepertimu yang begitu berani menulis. Sebagai sesama teman seperjalanan, aku berharap kita dan semua orang2 muda hebat itu dapat bertahan melalui ujian sang waktu. Sayang, aku tidak bisa lakukan itu sekarang buatmu. Buat apa aku berharap untuk debumu yang terbang bersama angin di Gunung Pangrango? Ketika ujian itu lewat dan waktunya sudah tiba, aku akan menulis. Sebab tulisan juga seperti film. Tulisan yang bagus adalah tulisan yang mentranformasi, mempengaruhi. Dan tulisan yang kuat lahir dari hati dan pikiran penulis yang menghidupi apa yang ditulisnya. Sebab ia akan menulis apa yang dia hidupi.

Gie, aku hanya seorang dosen kecil yang membantu geliat sebuah perguruan di tanah indah nun jauh di seberang. Seorang Indonesia yang sedang kuliah lagi di negeri yang pasti Ibu Pertiwiku kenal baik, meski pahit. Rasanya aku belum berbuat banyak bagi Indonesia. Aku tidak bisa dan tidak mau bicara banyak karena aku rasa aku belum layak meski setidaknya aku mengabdikan baru sebagian kecil hidupku bagi kemajuan anak2 bangsa sendiri dan belum pernah menyerahkan diriku hanya untuk akhirnya menambah kekayaan para pemegang saham dan pemodal multinasional asing.

Indonesia butuh banyak orang muda sepertimu yang tak peduli apa suku, agama, rasnya, yang mempersembahkan hidup bagi bangsa. Semoga aku salah satu di antaranya. Semoga kami bertahan melalui ujian waktu. Sebab apakah artinya seorang memiliki seluruh dunia ini jika ia kehilangan nyawanya?

No comments: