Friday, August 31, 2007

Spacebox dan Biksu

Tahu apa hubungannya spacebox sama biksu? Kalo ga tau, moga2 abis baca blog ini jadi tahu hehe…

Dulu waktu aku diterima di TUE, pihak uni nawarin aku untuk mencarikan tempat tinggal buatku, dengan syarat ini kaya blind date: aku terima atau tidak tanpa aku lihat kamar yang mereka pilihkan. Kalo aku ga terima tawaran itu, berarti aku harus cari kamar sendiri. Karena aku tak tahu siapapun di sini yang bisa bantu cariin tempat tinggal, ya kuterima aja lah tawaran itu. Aku lalu disuruh milih, mau di spacebox atau di student house. Terus terang aku waktu itu milih student house. Aku udah browse tentang spacebox di TUE. Kalo mo tau lebih banyak tentang spacebox, coba aja lah tanya mbah Google. Fasilitasnya sih keren, cuma harganya keren juga. Eh, meski aku pilihnya student house, aku ditempatin di spacebox sama uni. Gitulah cerita singkatnya kenapa aku akhirnya habiskan tahun pertamaku di spacebox.

Sekarang kesan2 tinggal di spacebox. Aku mulai dari kesan baiknya dulu deh, diurutin berdasarkan apa yang duluan muncul di otak aja. So, apa enaknya tinggal di spacebox? Yang pasti, lokasi dalam kampus, jadi tinggal 5 menit lagi kuliah mulai dan aku baru bangun, no problemo, wong jatuh aja udah nyampe kok. Dalam kampus juga berarti dekat ke centrum, dekat juga ke pasar. Cuma kalo ke pasar ya harus naik sepeda 5 menitan. Kadang2 malu juga, udah paling dekat eh mau juga telat kuliah hehe... Enaknya yang lain, mm internetnya cepet banget dan ada koneksi langsung buat TV. Kalo dibandingin dengan internet tempatku dulu di Indo, wah mirip bandingin mobil Formula 1 sama becak. Serius bok. Lha, gimana ga cepet, soalnya udah pake fiber to the home. Internet cepat jadi mudah mo browsing, ga perlu ke kampus lagi. Cuma, internet kenceng bisa jadi temen bisa juga jadi ‘musuh’. Ini ntar aja lah kuceritain, kan sekarang masih buat kabar baik. Enak nya apa lagi ya? Oh ya, ga perlu antri mo ke kamar mandi ato mo masak. Sesuka hati deh, mo tinggal seharian di toilet juga boleh, mo masak sampe mampus juga ga ada yang larang. Kalo di student house, ya harus liat2 temen juga, apa mereka pake. Intinya sih, spacebox menawarkan kebebasan penuh bagi penghuninya: mo jadi orang baik oke, mo jadi bajingan juga silakan, mo tidur sendiri sama selimutnya Vestide boleh, mo tidur bareng selimut hidup yang jablai juga emang siapa yang mikirin. Jadi kira2 itulah sebagian enaknya di hidup di spacebox yang bisa kupikirin.

Sekarang, apa ga enaknya tinggal di spacebox? Buatku sih, yang pertama muncul ya harganya mahal buat aku yang menggantungkan hidup dari beasiswa. Bayangin, sewa spacebox sebulan cukup buat sewa rumah di Medan selama setahun. Trus, aku merasa sepi tuh tinggal di sana, apalagi lokasi di dalam kampus yang abis jam 5 udah sepi kaya kuburan. Yang bikin sepi juga, ya karena tiap orang asik aja sendiri di kamarnya. Buka pintu langsung ke selasar luar, cuma lihat pintu2 spacebox tetangga yang biasanya tertutup kokoh. Syukur waktu aku di sana masih ada Apri, tetanggaku yang baik dari Indonesia juga. Yah setidaknya kalo suntuk atau malas masak, ada orang yang bisa digangguin hehe... Sorry Pri, but I have to admit, for me, you are the best Spaceboxer in all Eindhoven! Ga enaknya lagi apa ya? Oya, internet itu tadi ditambah kebebasan penuh kadang jadi kontraproduktif buatku. Ah, kalo dihitung2 berapa banyak waktuku habis karena ada internet supercepat di spacebox, kayanya bisa kupake buat apa aja ya? Mm, mungkin kalo semua waktu itu kupake buat serius belajar masak, aku bisa buka restoran Indonesia di sini kali hehehe...

Karena aku udah merasa sumpek tinggal di spacebox, jadi aku putuskan cari tempat baru, di student house yang lebih terjangkau kaum proletar sepertiku. Kamar baruku yang kutinggali sekarang memang lebih kecil dikit, tapi aku sejauh ini suka tinggal di situ. Kemarin malam adalah malam keduaku tidur di kamarku yang baru. Masih adaptasi juga, trus masih sedikit berantakan. The nice thing is I haven't got many unpleasant surprises, hehe...

Ada dua perubahan besar yang kualami sekarang. Satu, aku akhirnya bisa ketemu manusia setiap hari di rumahku. Jadi lebih manusiawi lah daripada tinggal di spacebox yang bisa aja tak ketemu siapapun dalam satu hari meski udah keluar dari spacebox dan celingak-celinguk di kampus. Kedua, di tempatku yang baru ga ada internet dan di kamarku juga ga ada TV. Sengaja memang aku pilih ga ada internet dan TV, ya mudah2an aku bisa lebih produktif di tahun keduaku yang sangat menentukan ini. Dua hari ini aku merasa memang ada peningkatan lah dalam hal produktifitasku.

Lucunya, ada temenku yang comment, lha ntar gimana aku hidup tanpa ada internet ama TV di rumah? Kaya biksu dong katanya. Yah, aku yakin temenku itu bercanda aja. Yang kupelajari sih, kalo mo dihubung2in sama perubahan, ada dua cara kalo mo bikin perubahan: satu, kita yang merubah diri tapi tetap tinggal di tempat yang sama, atau kedua, kita yang mengubah lingkungan kita sesuai kemampuan kita dengan tujuan menstimulasi perubahan diri yang kita mau. Mana yang kita pilih dari kedua itu sih ya hanya kita sendiri yang tahu, berdasarkan sejauh apa kita kenal diri sendiri dan tujuan apa yang mau kita capai. Untuk kali ini, aku pilih yang kedua karena menurutku itulah yang tepat buatku karena aku tahu apa tujuanku. Ada aja kok orang yang cocok tinggal di spacebox karena memang sesuai sama tipe orangnya dan termasuk tujuannya. So, it’s just a matter of taste. Kalo misalnya bagiku tujuan terpenting adalah gimana biar aku bisa online terus, gampang download dan nonton film, browsing pelototin monitor sampe mata bengkak dengan kemerdekaan dan privasi penuh, tetap tinggal di spacebox akan jadi pilihan tepat buatku. Cuma, kali ini memang bukan itu tujuanku datang jauh2 ke Belanda ini, jadi karena itu lah aku pindah ke lain kamar. Yang terpenting buatku sih, ya karena itu urusan kita sendiri, just do it and jangan sampe ikut2an aja. So, lessons of the day: A healthy dose of ‘cuek’ is important in life. If you believe you're doing the right thing, then go for it coz 'cuek' is a good policy for you. Pelajaran satu lagi buat hari ini. Pilihannya setidaknya selalu ada dua: change yourself to help change your environment, atau change your environment to help change yourself.

-yang bisa mirip biksu kalo bener2 botak trus dimasukin ke sarung warna kuning...

Sunday, August 26, 2007

You may kiss the bride

Di tengah2 kesibukan membereskan kamar buat pindah, aku menghabiskan hampir siang dan sepanjang malam (bahkan sampe jam 2 pagi) hari Sabtu kemarin untuk menghadiri pemberkatan dan resepsi pernikahan dua orang teman baikku di gereja, Daniel Panjaitan dan Martyna Janowicz. Mereka berdua ini satu kelompok kecil denganku di Trinity Church Eindhoven. Daniel dari Indonesia, alumnus Elektro ITB 1994 (seniorku heheh..) dan sekarang bekerja sebagai project manager di NXP Semiconductor (dulu namanya Philips Semiconductor) di Eindhoven setelah meraih MSc dari TU Delft. Martyna berasal dari Polandia dan saat ini bekerja sebagai post doc di University of Tilburg setelah meraih PhD dari universitas yang sama. Mereka berdua terlibat aktif di tim musik dan tim kelompok kecilnya pemuda gereja. Ini pertama kali aku mengikuti pemberkatan dan resepsi pernikahan di Eropa (Belanda) dan kesempatan baik ini tidak kusia2kan untuk belajar banyak tentang budaya dan values di balik perbedaan pernikahan di Eropa dan di Indonesia, khususnya dalam budaya Batak. Di sini aku akan tulis beberapa yang penting dan kayanya bisa diterapin di Indonesia, setidaknya kalo aku menikah nanti hehehe... Mungkin aku akan tulis beberapa blogku ke depan apa yang kupelajari dari peristiwa ini.

Perbedaan pertama yang kulihat adalah di undangan mereka. Di sana, mereka hanya tulis nama lengkap mereka saja, tanpa segala gelar akademik yang mereka sandang. Berbeda banget dengan orang Batak, segala gelar yang ada ditulis di undangan, sampe2 gelar Ahli Madya (AMd, diploma 3) juga. Aku lebih suka cara di sini, tanpa gelar2an segala karena gelar2 itu perlu ditulis untuk konteks akademik sementara wedding kan bukan acara akademik. Acara akademik itu misalnya kalo nulis jurnal atau memberikan presentasi ke forum atau konferensi akademik, atau kita dikasih penghargaan akademik. Tapi, kalo pun mo nulis gelar akademik segala di undangan nikah, kenapa cuma tulis gelarnya doang? Ya tulis juga dong darimana gelar itu diperoleh sebagai pertanggung jawaban, biar semua orang tahu. Jadi, jangan beraninya nulis gelar doktor, tapi ga berani nulis asalnya dari American University of Hawaii yang kampusnya pun dimana ga jelas, misalnya. Kenapa orang Batak getol banget nulis gelar? Aku pun ga tahu pasti. Mungkin karena bagi mereka pendidikan itu penting. Tapi mungkin sekali demi prestise dan gengsi semata.

Perbedaan kedua, di sini pengantin pria masuk lebih dulu ke gereja dan menunggu di depan altar. Sementara, pengantin wanita akan dibawa oleh ayahnya dengan diiringi musik standar dengan organ dan semua yang hadir berdiri. Pengantin pria didampingi oleh satu orang best man aja, tapi kemarin itu, pengantin wanitanya ditemani EMPAT orang bridemaids. Aku tanya sama pendeta gerejaku yang memberkati pernikahan mereka apa alasan di balik budaya ini. Dia bilang, di pandangan orang Kristen Eropa dulu, dalam hidupnya perempuan dilindungi dan ditanggungjawabi oleh dua orang yaitu ayahnya ATAU suaminya. Nah, waktu pemberkatan pernikahan di gereja, ayah si perempuan membawa putrinya sebagai sebagai simbol dan pengumuman di depan publik dan di hadapan Tuhan bahwa ayahnya menyerahkan putrinya untuk dilindungi dan ditanggungjawabi bukan lagi oleh dirinya, tapi oleh suaminya. Karena itu, sebenernya dalam upacara pernikahan (di Barat), pengantin perempuan lah yang menjadi pusat perhatian sebab dialah yang mengalami transisi paling besar dalam hidupnya. Pengantin pria yang menunggu menyimbolkan kesiapan penuh dirinya untuk menerima tanggung jawab besar ini, di hadapan jemaat dan Tuhan.

To be honest, I really love this idea. Kalo di budaya Batak, pengantin wanita sudah dijemput paginya dari rumah keluarga perempuan oleh pengantin dan keluarga pria sebelum ke gereja. Ada istilahnya Bataknya, cuma sekarang aku lupa2 ingat. Trus sejak itu, pengantin pria dan wanita udah terus bersama, termasuk waktu masuk ke gereja. Meski aku belum tahu pasti, aku yakin bahwa di balik adat ini pun sebenernya ada nilai2 yang luhur, tapi aku sendiri ingin menggabungkan keduanya, kalo bisa. Jadi, acara adat sebelum gereja tidak apa2 dilakukan. Cuma, aku sih pengen waktu masuk ke gereja pakai cara di Eropa itu. Sekali lagi bukan karena ikut2an, tapi karena nilai di balik itu yang menurutku agung dan dalam. Kalo Tuhan ijinkan aku menikah nanti, aku akan gunakan segala kemampuanku untuk meyakinkan keluargaku dan keluarga calon istriku so that they love and accept this idea too hehe...

Yang ketiga, selesai kedua pengantin saling mengucapkan janji pernikahan dan mempertukarkan cincin, kemarin itu pendeta menyatakan mereka sebagai suami istri dan kepada pengantin laki2 dia mengucapkan kalimat "Now you may kiss the bride" yang uniknya ga tertulis di kertas acara. Maka, kedua temanku yang udah jadi suami istri itu pun berciumanlah di bibir selama sekian detik, bukan sekali, tapi dua kali hehe, diiringi tepukan tangan yang menggegap dari jemaat yang memenuhi gereja. Oya, tentu saja, itu setelah pengantin laki2 membuka tabir yang menutupi wajah pengantin wanita yang waktu itu kelihatan begitu cantik dan bahagia... Kalo ngga, wah gimana mau ciuman kan?

Waktu aku tanya ke pendeta kenapa itu ga tertulis di kertas acara, dia jawab itu udah jadi budaya dan konvensi, jadi tak perlu ditulis. Apa alasan di balik budaya itu? Pendetaku bilang, itu adalah demonstrasi dan pengumuman pertama dan jelas kepada publik bahwa memang mereka sah suami istri dan saling memiliki satu sama lain, sehingga mereka berhak berciuman di bibir tanpa mereka dan jemaat merasa malu di hadapan Tuhan. Kenapa cium bibir? Soalnya, jaman dulu, pasangan yang belum menikah, masih pacaran atau tunangan tidak boleh atau tidak layak untuk berciuman bibir. Itu dianggap cukup sakral, jadi hanya boleh setelah menikah.

Kalo di pernikahan Batak, ada juga sih ciuman setelah itu, cuma sejauh ini yang pernah kulihat langsung cuma ciuman di jidat atau di pipi. Halah, kadang2 kalo lihat itu, aku sih mikir, kalo ciuman kaya gini bukannya juga udah biasa meski waktu pacaran? Apa bedanya dong kalo udah menikah? Apakah ini satu bentuk 'kemunafikan' atau 'malu-malu' tapi sebenernya mau? Entahlah. Tapi jelas bagiku itu munafik, kalo si pasangan udah biasa melakukan lebih dari itu sebelum menikah, entah itu cium bibir, cium yang 'lain2' atau bahkan mereka udah tidak suci lagi. Rasanya untuk perbedaan yang ketiga ini, udah jelas apa yang aku ingin lakukan saat aku menikah, kalo Tuhan ijinkan. Kalo ada yang ga setuju dan merasa itu ga cocok dengan kultur Indonesia atau atas nama kesopanan, aku tak akan segan2 berdiri dan mendebatnya habis2an, ... cuma tentu aja, setelah pesta selesai ya hehe...

--

A successful marriage requires falling in love many times, always with the same person.
-Germaine Greer

Friday, August 24, 2007

Berjuang: hak atau kewajiban?

Beberapa hari ke depan, aku akan punya agenda baru yang cukup penting, yaitu membersihkan kamarku sekarang dan mengembalikannya ke kondisi waktu aku pertama kali datang, trus memilah2 barang2ku lalu memindahkan yang perlu ke kamarku yang baru. Setelah aku pikir2, masa2 seperti ini mengajakku berpikir tentang hal2 yang jarang kupikirkan, tapi ternyata penting dalam hidup. Jadi, mungkin blogku beberapa hari ini juga akan berhubungan tentang agendaku sekarang.

Aku baru aja pulang dari rumah seorang teman yang telah menyelesaikan studinya di sini dan akan kembali ke negaranya minggu depan. Kebetulan aku perlu beberapa hal penting yang mau kuambil dari tempatnya dan kebetulan dia warisin. Yang menarik dari temanku ini adalah gimana dia kasih gratis semua yang mau dia warisin itu, padahal barang2nya masih bagus2 loh dan dia beli sendiri. Satu yang bikinku agak terkejut ya dia kasih gratis juga sepedanya yang bagus itu ke orang lain, padahal sepedanya itu dibelinya dengan harga cukup mahal. Udah lama sih temennya itu minta, tapi sebenernya, kalo aku agak cerdas dan sigap dikit aja, aku bisa aja minta duluan. Wah, kalo lihat sepedanya sih, beruntung banget lah temannya itu. Jujur aja, aku merasa sial juga malam ini. Soalnya, sebenernya aku pengen cari sepeda yang lebih baik dari sepedaku sekarang. Kalo mo dibandingin sih, sepedanya temanku ini ibarat tim papan atas premiership league (liga Inggris divisi utama). Lha, kalo sepedaku, ampun deh, masuk divisi dua liga Inggris aja mimpi kali ye hehehe....

Aku lalu bilang ke temenku ini, "yah, kalo yang kecil2 ga papa lah kau kasih gratis. tapi kalo sepeda kayak punyamu ini, kenapa ga kau jual aja yah setengah harga lah. kan lumayan..." Sebenernya sih, kalo aku yang dapet itu sepeda gratis dari dia, rasanya kecil kemungkinan aku akan bilang kalimat tadi hehe... Tapi, ya sekarang, karena aku ga dapat, jadi aku di posisi oposisi (wow, btw, istilahnya oke juga tuh, ... posisi oposisi... soalnya langsung aja kutulis ngalir kaya air...) Nah, yang bikin aku terdiam ya jawabannya itu loh. Dia bilang, "ah, kujual pun ga bikin kaya kok...." Aku bener2 terdiam, it was really a clash of minds for me. Kata2ku tadi ibarat rudal Scud Irak yang rontok seketika dihantam kata2nya yang kaya rudal Patriot-nya Sekutu.

Selama aku pulang tadi sambil menuntun sepeda bututku yang penuh barang2 dari kamarnya (yang bikinku mirip Sinterklas), jawabannya itu terus aja terngiang2 di kepalaku:"Ah, kujual pun ga bikin kaya kok..." Aku merasa seperti di antara persimpangan dua jalan nih. Jalan pertama, aku merasa kawanku ini terlalu naif. Jalan lainnya yang berseberangan dengan itu, aku merasa aku belajar dari kawanku ini. Yah, daripada bingung sih, akhirnya aku bikin aja jalan sendiri di tengah2 hehehe.... Jadi, jalan apa yang kubikin itu? Ya, jalan tipikal orang Indonesia: yang baik kita ambil, yang buruk kita tinggalin hehehe... Lha, ga salah toh ya kan?

Dari dia, aku belajar sesuatu yang kayanya makin langka di dunia yang makin materialistis ini. Banyak orang yang begitu terikat dengan yang namanya uang dan materi, sampe2 segala sesuatunya dihitung dengan uang. Jadi ingat aku sama temanku yang ikut bisnis MLM, melihat orang udah dengan mata hijau, seperti calon downliner baru. Kalo kaya gini mah udah keterlaluan sih. Saking terikatnya, orang jadi begitu hitung2an dengan segala sesuatu yang namanya memberi. Kalo orang gini, menerima mah ga usah usah ditanya, wong minta pasti cepat hehehe... I'm not perfect in this, aku juga masih terus belajar untuk tidak membiarkan diriku dijajah materi sama uang and it really takes time and efforts. Bagiku sih, ada saat dan kondisi dimana uang harus menjadi hamba, kita jadi tuan atas uang sekaligus hamba dari Tuan segala tuan. Masalahnya tinggal, apa kita peka kapan saat dan kondisi itu tiba, trus apa mo taat.

Tapi, ada 'tapi' nya loh. Bagiku yang beruntung biasa mengalami hidup sederhana dimana banyak hal harus diraih dengan berjuang, rasanya sih sering2 dapat sesuatu yang gratis itu ga bagus juga. Kerap kali perjuangan untuk membayar harga itu perlu biar kita punya rasa memiliki yang kuat sebab sesuatu itu menjadi berharga bagi kita karena tidak gratis, bahkan mahal. Kuatnya rasa memiliki berbanding lurus dengan usaha dan perjuangan. Lagipula, kalo segala sesuatu dikasih gratis, bukan hanya kita kehilangan HAK (kenapa BUKAN KEWAJIBAN?) untuk berjuang, kita juga punya hutang budi yang kadang2 bisa jadi beban atau bisa bener2 jadi bumerang di masa depan. Wah, nulis ini bikin aku jadi ingat waktu dulu aku mau naik ke SMA, ada keluargaku yang bilang ke aku langsung bahwa dia mo sekolahin aku ke SMA swasta Katolik paling top (dan pasti paling mahal) di Medan. Tentu dong, aku senang banget bisa masuk sekolah top, trus gratis lagi, sekalian bantu orang tua toh, jadi apa salahnya? Dengan mata berbinar2 aku pulang ke rumah dan kasih tahu kabar baik ini ke bapakku. Aku masih ingat jawaban bapakku sore itu, kira2 gini: "Amang, bapakmu ini masih sanggup biayai kau SMA sampai selesai, tapi harus di SMA Negeri. Tapi, meski pun harus ke swasta, bapak akan usahakan kau tetap sekolah. Jangan biasa hidup dengan hutang budi." Bukan membuatku lemah, kata2 itu justru mengobarkan semangatku untuk berjuang masuk SMA Negeri yang terbaik yang bisa kumasuki. Aku ingin bapakku bangga menikmati hak menyekolahkan darah dagingnya juga dengan hasil keringat dari dagingnya, sebab aku pun bangga jika bapakku bangga. Sampai detik ini dan kapan pun, aku takkan pernah menyesali pilihanku itu. The lesson: beware of any good news! They may be not.

Anyway, kadang2 sih ada aja kasus khusus dimana sesuatu itu berharga tapi diberi gratis. Kalo aku harus di posisi menjadi pemberi hal2 seperti itu (kaya temanku yang kasih sepedanya gratis), kayanya perlu ada kalimat kayak gini terucap saat hendak berpisah: "O ya, sebelum lupa, karena kau sudah terima gratis, lakukanlah yang sama ke orang lain ya... " Bagiku, inilah memberi gratis yang benar dan tepat, persis seperti anugerah kasih karunia terbesar yang telah kuterima dari Dia yang selalu akan membuatku punya hutang yang sampai kapan pun tak akan mampu kubayar...., di mana saja, kapan saja....

--

Enter through the narrow gate. For wide is the gate and broad is the road that leads to destruction, and many enter through it. But small is the gate and narrow the road that leads to life, and only a few find it.
- Jesus Christ (Matthew 7:13-14, NIV)

Thursday, August 23, 2007

O Tano Batak (di tano Bolanda)

Entah angin apa yang membangkitkan hasratku sore ini pas tiba di rumah untuk segera merengkuh gitarku dan menyanyi lagu Batak... Tapi itulah yang terjadi, heheh..., aku puas2in sore ini nyanyi lagu Batak yang bisa kutemukan syairnya di internet. Sekalian kurekam juga (this is my new hobby lately), cuma ya masih kukupingin sendiri haha... ga pede sih...

Satu lagu yang aku nyanyiin begitu lantang (semoga tetanggaku ga terganggu) dan bikin bulu kudukku merinding kangen pulang yaitu O Tano Batak. Luar biasa powerful banget lagu ini, istilahnye orang Jakarte, gue banget! Isinya itu pas banget sama aku yang memang tembak langsung dari Sitoluama Sigumpar pinggir Danau Toba sana ke sini heheh... pas juga sama kerinduanku suatu saat kembali memandang lagi danau Toba yang indah itu, sawah hijau menghampar lengkap sama kerbau2nya, bukit2nya yang menjulang gagah perkasa (yang pastinya ga ada lah di Belanda yang datar ini), udaranya yang segar pengen kuhirup dalam2 (kecuali bau dollar TPL datang mengganggu), nyanyian ratusan anak2 kecil di sekolah minggu HKBP Sigumpar, ... ah pokoknya semua nya lah... hiks, kok mataku udah basah gini ya...

o iya, ini syairnya, mana tau mo ikutan nyanyi juga. Jadi tu lae dohot ito na nunga mang-upload syair ni ende na uli on di internet, ba mauliate godang ma tu hamu... molo boi lae ito tambo hamu ba dohot lirik ende2 na asing...

O TANO BATAK

O tano Batak haholonganku
Sai namasihol do au tu ho
Ndang olo modom
Ndang nok matangku
Sai namalungun do au
Sai naeng tu ho

O tano Batak sai naeng hutatap
Dapothononku tano hogodanganki

O tano Batak andingan sahat

Au on naeng mian di ho sambulon hi.

Molo dung binsar mataniari
Napanapuhon hauma i
Denggan do ngolu
Si Ganup ari
di namaringan di ho
Sambulon hi

Terjemahan bebas Indonesia
(buat native speaker bahasa Batak, sori kalo ada yang kurang pas :) )

O tanah Batak yang kucinta (atau: kecintaanku / cintaku)
Selalu aku rindu padamu
Tak mau tertidur
Tak terlelap mataku
Selalu aku rindu datang padamu

O tanah Batak, selalu ingin kupandangi

Kudatangi tanah kelahiranku
O tanah Batak, kapankah tiba saatnya
aku berdiam di sana di sampingmu

Jika sudah terbit matahari
yang membuat subur ladang-ladangmu
Sungguh baik kehidupan setiap hari
waktu berada di sana di sampingmu


Kampus PI Del tercinta

Wednesday, August 22, 2007

Dasar domba bodoh =)

Selama masa internship ku di Philips Research, aku tidak hanya belajar banyak tentang topik yang kukerjakan, tapi juga banyak hal lainnya yang tak kalah menarik dan berguna untukku. Aku belajar sedikit gimana lika-liku kehidupan di perusahaan besar seperti Philips. Aku juga belajar mengenal orang dari berbagai latar belakang negara dan budaya. Wah, banyak lah pokoknya, ga sempat aku ceritain satu2. Seperti hari ini, aku menyaksikan sendiri gimana perubahan bisa terjadi kapan saja dan dimana saja dan gimana kita harus siap untuk itu.

Tadi siang aku ikut group meeting yang dihadiri semua anggota group, sekitar 30 orang. Banyak dari mereka yang udah PhD, minimal udah master dengan pengalaman kerja yang cukup lama. Setelah sesi presentasi dari seorang mahasiswa yang sedang tugas akhir, ketua group memberitahukan satu pengumuman yang mengejutkan. Katanya, mulai Oktober nanti, pihak manajemen akan memindahkan empat orang dari group ke group lain, dan kebetulan mereka itu orang2 yang bekerja dalam bidang yang kukerjain sekarang di group. Yang bikin aku terkejut adalah ternyata mereka yang akan dipindahkan itu baru tahu hal itu satu hari sebelumnya! Mereka memang akan pindah ke group yang bidangnya masih sama demi alasan fokus, jadi basically that's not a really big change. Anyway, meski begitu, terus terang aku heran juga kok bisa mereka ga dilibatkan manajemen dalam pembuatan keputusan seperti ini, apalagi di perusahaan yang udah mature ini. Okelah, mending dilibatin, ini bahkan mereka tahunya sehari sebelumnya.

Satu kata yang langsung muncul dalam pikiranku hari ini abis meeting itu yaitu CHANGE. Bicara soal change, aku jadi ingat satu buku tipis yang diterbitin beberapa tahun lalu tentang change, yang judulnya Who Moved My Cheese? Aku selesai kok baca buku itu dan menurutku itu buku bagus, ringan tapi menginspirasi. Aku belajar hari ini bahwa change is inevitable in our life, perubahan itu ga bisa dihindari dalam hidup ini. Kayanya tak ada area dalam hidup ini yang aman dari perubahan, apalagi jaman sekarang dimana perubahan terjadi semakin cepat. Cuma sekarang, yang menjadi pertanyaan, gimana seorang Kristen harus hidup di dalam fakta itu?

Aku mungkin aja salah, tapi dariku sendiri, ada beberapa prinsip penting yang bisa dipegang, yang ga ada sama sekali di buku Who Moved My Cheese. Pertama, fakta bahwa change is inevitable itu ga berlaku sepenuhnya. Bagi orang percaya, kita bersyukur punya Allah yang tidak berubah, meski dunia ini dan termasuk kita berubah. Kasih-Nya, keadilan-Nya, kekudusan-Nya, kesetiaan-Nya, semua itu tak akan pernah berubah dari diri-Nya. Bukankah melegakan memiliki sesuatu yang tetap dan tak berubah di tengah dunia yang demikian cepat berubah? Ibarat seseorang yang terombang-ambing di tengah lautan, namun menemukan batu karang tempat berpijak... Kebalikannya, betapa menyedihkannya hidup ini ketika segala sesuatu dalam hidup menjadi relatif, serba ikut2an, dan tanpa titik referensi yang stasioner.

Kedua, pengetahuan dan iman baha Allah kita itu hidup, mahatahu, punya rencana terindah bagi setiap anak-Nya, dan ingin sekali kita hidup di dalam rencana-Nya itu akan jadi penghiburan besar bagi kita. Menurutku, perubahan dalam hidup bisa dikelompokkan jadi empat: perubahan yang disebabkan oleh orang lain, disebabkan oleh kita sendiri, disebabkan oleh orang lain dan kita, dan perubahan yang diakibatkan oleh alam yang sering diluar kendali manusia. Keputusan dalam group meeting tadi satu contoh keputusan yang disebabkan orang lain, yaitu pihak manajemen. Tapi kerap kali kita sendirilah yang harus membuat perubahan itu, misalnya pindah kerja, menyatakan cinta kepada seorang lawan jenis yang dikasihi, studi lanjut, memilih kuliah apa dan dimana, banyak lagi. Kalo alam ya udah jelas pasti. Tapi dalam semua itu, entah perubahan apa pun yang terjadi, biarlah firman-Nya ini terus menghibur dan memimpin kita, bahwa "Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah" (Roma 8:28). Kebenaran yang luar biasa bukan?

Ketiga, ya dengan ayat tadi, bagi orang percaya, khususnya ketika harus membuat perubahan, masalahnya tinggal dalam mencari, mengetahui dan taat melakukan pimpinan-Nya saja. Bukankah selalu kesalahan yang kita buat dalam keputusan yang kita ambil karena tidak setia dalam sebagian atau ketiga langkah tadi? Aku tak perlu kasih contoh orang lain, karena aku sendiri contoh yang baik hehe... Ada saat dalam hidupku ketika aku harusnya melangkah, eh aku diam aja dan akhirnya kehilangan kesempatan. Ada saat ketika aku harusnya menunggu hingga waktu yang tepat, eh aku tak sabar dan terus aja maju hanya untuk menyadari aku sudah bertindak bodoh. Tapi, dalam setiap kesalahan itu, kembali kesetiaan dan kasih Sang Gembala Agung yang kekal untuk membawa pulang dombanya yang tersesat selalu terbukti... Kata orang sih, domba itu makhluk bodoh, jadi rasanya bukan sengaja kita disebut domba dan Dia gembala hehehe... Thank God. Btw, rasanya kali ini aku ga salah deh heheh...

--

My sheep listen to my voice; I know them, and they follow me. I give them eternal life, and they shall never perish; no one can snatch them out of my hand. My Father, who has given them to me, is greater than all; no one can snatch them out of my Father's hand. I and the Father are one.
- Jesus Christ (John 10:27-30)

Tuesday, August 21, 2007

Wii-kend

Abis pulang gereja hari Minggu yang lalu, aku sama teman main ke rumah teman gereja. Tujuan kami sih tadinya cuma satu: menjadi 'penyapu ranjau', membantu temanku itu membersihkan rumahnya dari makanan berlebih dari bbq Sabtu kemarinnya. Timingnya pas banget soalnya kami berdua pun pas lagi lapar2nya tuh. Pas kami tiba, agak terkejut juga aku soalnya 'ranjau' yang harus dibersihkan lumayan banyak sementara perut kami kan cuma sejengkal. Syukurlah, datang dua teman lagi dari gereja. Jadilah kami berenam dengan enam jengkal perut kami berpesta Galia siang itu heheh...

Kami makan di luar sambil menikmati nikmatnya sinar matahari yang akhir2 ini agak malu2 muncul. Wah, banyak juga yang kami bicarain sambil makan itu. Aku jadi teringat sama masa2 waktu mahasiswa dulu makan bareng sama teman2. Makan bersama itu memang senjata yang ampuh buat menciptakan percakapan yang asik. Coba aja perhatikan, biasanya orang kan ngobrol lebih enak kalo sambil makan, atau minimal minum lah. Kalo mo dicari dasar teologisnya bisa juga heheh. Ga percaya? Coba deh baca dan perhatiin Wahyu 3:20. Yesus bilang di sana, "Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetok; jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku." Yang kutahu sih, katanya, bagi orang Yahudi, kalo seseorang udah mau makan bersama kita, berarti dia udah teman baik kita.

Eh, kok jadi bicarain makan ya sampe berteologia segala? Aku sih sebenernya mo cerita apa yang kami lakukan abis makan dan beres2 itu. Nah abis itu, kami main Nintendo Wii sampe tiga jam lebih. Baru kali itu sih aku main dan menurutku it's a a real cool stuff! Kami bisa main tenis ganda, jadi berempat. Wuih, seru banget coy. Remote control di tangan kami jadi berfungsi seperti raket. Ya, kami tinggal berdiri menghadap tv trus bergerak seolah2 kami main tenis beneran. Mantap kali. Yang lucu lagi, sebelumnya kami menciptakan karakter kami sendiri sebagai pemain. Asik juga menciptkan karakter sendiri, apalagi kami bisa pilih2 hampir semuanya temasuk bentuk wajah, mata, hidung, mulut, kacamata, tinggi dan berat badan, trus warnanya, wah lengkap lah. Game-nya pun masih banyak lagi, cuman kami baru main tenis aja. This weekend is a Wii-kend hehehe...

Sebenernya, kalo dilihat game-nya sama desain GUI (Graphical User Interface) nya, Nintendo Wii itu dibikin terutama buat anak2 dan remaja. Tapi meski gitu, orang dewasa bisa enjoy banget tuh mainnya. Lha, dari kami berenam, satu orang PhD student, tiga udah master lulusan Belanda dan Jerman trus udah kerja lagi, satu lagi studi bachelor, satu lagi ya you know who lah heheh. Emang dasar manusia itu 'homo ludens', manusia itu makhluk yang suka bermain. Whoever we are, there's a small child in each of us who's waiting for the right time and place to go out and play. And that day was a right time for the children in us to play. Not a right place? Yeah,... coz we needed a much bigger one hahahaa...

-yang masih pegal2 nih di punggung abis main tenis virtual...

Monday, August 20, 2007

Aku ingin engkau tahu aku cinta padamu

Tuan Putriku, seharusnya aku tulis ini untukmu tiga hari yang lalu tepat waktu engkau berulang tahun. Maafkanlah aku. Aku berharap pada hari itu engkau berbahagia sebab bukankah begitu banyak perayaan yang dilakukan untukmu pada hari itu? Harapanku, engkau bisa tersenyum dan tertawa lepas setidaknya untuk satu hari saja dan untuk sesaat melupakan segala kesulitan yang membelitmu. Namun, jujur saja, aku sendiri sudah lama kehilangan minat dengan segala perayaan itu sebab bagiku sering kali semua itu hanya kepura-puraan dari mereka yang katanya mencintaimu, tapi ternyata tidak. Bagiku, yang penting aku telah menyatakan isi hatiku kepadamu sebab tujuanku hanya satu: seandainya engkau berkenan membaca tulisanku ini hingga tanda titik terakhir, aku ingin engkau tahu bahwa aku mencintaimu dan mengerti mengapa aku ingin terus mencintaimu, meski kadang sulit... Mari, Tuan Putriku, kutemani engkau membaca.

Dilahirkan, dibesarkan dan hidup di tanahmu sebagai seorang anak pegawai negeri yang jujur dan hidup dari gaji saja memang tidak mudah, Tuan Putri. Banyak hal yang aku ingin kecap dan nikmati dalam hidup ini tapi tak sanggup kugapai karena kesederhanaan hidup. Rasanya munafik kalau aku bilang aku tak pernah iri melihat mereka yang hidup jauh lebih baik dariku, meski itu mereka peroleh dengan menyakitimu. Meski begitu, aku belajar banyak dan aku bersyukur untuk itu semua. Dibesarkan dengan beras catu mungkin bukan pilihan jika bisa memilih, tapi mengapa aku harus mengutuki hidup dengan beras catu jika berjuta orang tak tahu besok harus makan apa?

Meski bisa bersyukur, keinginan untuk meraih hidup yang lebih baik itu tetap tertanam dalam hatiku, bahkan makin hari makin kuat. Ketika keluarga kami direndahkan karena kesederhanaan kami dan aku ingin berontak dan marah, orangtuaku menghiburku dan mengajarku bahwa apa yang ada dalam diriku jauh lebih berarti dan bernilai daripada rumah mewah, mobil mengkilap, baju mahal, emas permata. Karena itulah aku tetapkan diriku untuk belajar keras untuk dapat masuk ke perguruan tinggi terbaik di tanahmu dan akhirnya aku berhasil. Aku memang ingin buktikan bahwa keluarga kami adalah keluarga yang layak dihormati karena apa yang ada dalam diri kami meski kami tak punya banyak mas berlian.

Namun begitu, tetap saja satu semangat membara dalam hatiku menguatkanku untuk meninggalkan rumah dan berjuang di tanah yang jauh. Terus terang, jauh di dalam lubuk hatiku terdalam, aku ingin jadi orang kaya dan aku yakin perguruan yang berhasil kumasuki ini adalah gerbang dan jalan yang tepat menuju masa depan yang lebih baik. Tak perlu waktu lama untukku menyadari bahwa aku berada di jalan yang benar. Selama si sanalah aku berkenalan dengan berbagai perusahaan terkenal dengan tawaran kesempatan yang menjanjikan untuk memuaskan hasrat hatiku. Nama-nama mereka yang demikian mashyur sudah menjadi bagian dari kamusku dan teman-teman seperguruan. Sepertinya kami begitu yakin, inilah masa depan kami, putra-putri terbaik yang lahir di tanahmu. Sedangkan namamu, Tuan Putri, agak jarang terucap di bibir kami, kecuali waktu engkau berulang tahun, mungkin.

Jadi, apakah sekarang aku sudah mencapai keinginan hatiku itu? Waktu itu, aku memang punya banyak kesempatan, jika aku mau. Sekarang pun, jika aku mau, aku bisa memutuskan untuk meninggalkanmu dan memilih menikmati hidup di negeri yang jauh lebih aman, lebih makmur, lebih tentram daripada tanahmu, Tuan Putri. Sekali lagi, itu jika aku mau. Tapi, aku tak melakukannya hingga detik ini. Aku telah membuat pilihan-pilihan dalam hidup ini, dan tidak jarang aku dianggap bodoh dan tolol dengan segala jalan yang telah kutempuh. Aku tak akan menuliskan semuanya di sini sebab aku yakin Tuan Putri sudah tahu semuanya. Lagipula, apa yang telah kulakukan untukmu rasanya belum ada apa-apanya. Aku hanya ingin Tuan Putriku tahu, untukmu lah semua itu kulakukan. Aku tak tahu sampai kapan aku akan sanggup berkata dan bertindak 'bodoh' seperti ini. Tahun depan, lima, sepuluh, dua puluh, lima puluh tahun lagi? Aku tak tahu.

Sekarang aku ingin jujur padamu, Tuan Putriku. Sulit bagiku untuk bangga padamu sebab seluruh dunia juga tahu siapa dan bagaimana engkau dulu dan sekarang. Aku tak ingin menambah penderitaanmu lagi dengan menceritakan itu semua lagi di depanmu, toh engkau pasti juga tahu. Jika cintaku padamu ditentukan dari kebangganku padamu, sudah lama aku pergi meninggalkanmu atau aku telah mendapati diriku berada di barisan mereka yang menyakitimu terus, meski mulut mereka penuh kata-kata cinta untukmu. Aku mencintaimu karena aku yang tak tahu apa itu cinta pun belajar mencintai dari Sang Cinta itu sendiri yang telah mencintaiku sepenuhnya hingga menyerahkan diri-Nya untuk diriku yang tak layak menerima anugrah cinta yang demikian besar. Aku, sebutir debu fana ini, telah menikmati cinta-Nya yang tak layak kuterima. Lalu, jika demikian besarnya anugrah yang telah kuterima, siapakah aku ini jika aku tidak mencintaimu dan tetap belajar mencintaimu, Tuan Putriku? Sebab Dia tidak hanya mencintaiku. Dia pun sangat mencintaimu, Tuan Putriku.

Jadi sekarang Tuan Putri, semoga engkau tahu isi hatiku. Sudah saatnya aku mengakhiri tulisanku dan sebelum aku pergi, aku ingin menyanyikan sebuah lagu untukmu untuk ulang tahunmu. Sebuah lagu tentang Dia yang mencintaimu, yang begitu ingin dan mampu memulihkanmu, membalut dan menyembuhkan segala lukamu lebih dari siapapun. Oh, andaikan Tuan Putri mengenal-Nya dan menyambut cinta-Nya...

Kar'na Kasih-Nya

Mengapa Yesus turun dari sorga,
masuk dunia g'lap penuh cela,
berdoa dan bergumul dalam taman,
cawan pahit pun dit'rimanya?
Mengapa Yesus menderita, didera,
dan mahkota duri pun dipakai-Nya?
Mengapa Yesus mati bagi saya?
Kasih-Nya, ya kar'na kasih-Nya.

Mengapa Yesus mau pegang tanganku.
bila 'ku di jalan tersesat?
Mengapa Yesus b'ri 'ku kekuatan,
bila jiwaku mulai penat?
Mengapa Yesus mau menanggung dosaku,
b'ri 'ku damai serta sukacita-Nya?
Mengapa Dia mau melindungiku?
Kasih-Nya, ya kar'na kasih-Nya.

Thursday, August 16, 2007

Blank...



































































Blank... gelap... ga tau nulis apa... yup, itulah yang terjadi samaku sekarang di depan laptopku... Benci sih, tapi itulah yang kadang terjadi kalo udah mo nulis entah apa. Rasanya otak ni penuh sama apa ide yang mo ditulis, cuma kok nulisnya itu jadi susah ya? Jadinya ini lah, menulis tentang tidak menulis yang seharusnya perlu ditulis heheh.. Anda pernah ngalamin juga?

Okay, let's call it a day, though. Have a good sleep, everyone!

Wednesday, August 15, 2007

3/4 internship

Akhirnya selesai juga tugas ketiga internshipku hari ini padahal masih ada 33 hari lagi dari total 66. Lega banget rasanya, seneng. Pheww, jadi ingat waktu hari pertama aku mulai internship di Philips dan dijelasin tugasku apa aja, terus terang ada rasa kuatir juga dikit, apa aku mampu menyelesaikan keempat2nya dengan baik. Kesanku pertama sih, wah sulit nih kayanya. Emang bener sih, waktu kucoba ngerjain, sulit juga. Tapi toh akhirnya hari ini pun tiba dan 3/4 udah selesai hehe...

Sejauh ini, dari internshipku, aku belajar banyak. Aku bagiin deh sebagian yang kuingat hari ini. Ntar kalo ingat lagi yang lain, kutulis lagi lah.

Satu, aku belajar lagi kalimat mantap ini: DON'T REINVENT THE WHEEL. Di dunia ini rasanya sedikit sekali sesuatu yang bener2 baru. Kemungkinan besar udah ada orang lain di tempat dan waktu yang lain yang udah melakukan apa yang kita mo bikin. Nah, kalo kita bisa tahu gimana caranya mereka menyelesaikan satu masalah, ya ngapain harus kita mikirin ulang solusi yang mereka temukan. Jadi kalo mo mecahin satu persoalan, satu langkah pertama yang bijak ya coba cari dulu solusi yang udah ditemukan orang lain sebelumnya. Kalo memang ga ketemu juga, ya langkah berikutnya cari orang yang udah pernah atau sedang coba pecahin masalah yang sama, cuma belum ketemu jalan keluarnya. Who knows, dari diskusi bareng sesama pencari, siapa tau ide brilian muncul.

Dua, aku belajar bahwa EVERYTHING LOOKS BETTER IN THE MORNING. Sering banget aku kalo udah sore dan pikiran mumet, susah rasanya mikir. Waktu kita capek, persoalan sering kali jadi kelihatan lebih besar. Tapi, kebalikannya sering esok harinya, pagi2 waktu pikiran udah seger, eh ketemu aja tuh jalan keluar dan kerja juga cepet. Jadi, otak itu juga kaya orang. Kalo dia udah capek, ya memang produktifitas pun menurun. Kita paksa dia mikir, ya mana bisa. Jadi bener juga kata firman Tuhan, "kesusahan sehari cukuplah untuk sehari..."

Tiga, aku belajar ini nih: NEVER UNDERESTIMATE GOD. Satu tempat favoritku kalo udah sore2 di kantor adalah ruangan tangga darurat sepi di lantai 4 dimana aku bisa duduk santai sambil menyeruput kopi atau coklat panas (gratis bok!) dan menikmati pemandangan danau dan taman di tengah kompleks lewat jendela besar di depanku. Apa aja yang kulakukan di situ? Yah, kadang2 aku bicara2 sendiri sambil gerak2in jariku sambil mikir. Tapi yang paling sering, ya itu, berdoa dan ngomong ke Tuhan. Seringan sih ya ga pake tutup mata, cukup duduk atau jalan aja gitu bolak balik sambil ngomong, kaya ngobrol sama seseorang. Lucunya, aku ceritain aja ke Dia apa masalah yang aku lagi hadapi, cukup detil sambil pake istilah2 teknis. Hehehe, aku belajar bahwa Tuhan ngerti kok semua itu, meski istilahnya teknis dan sophisticated banget. Mau bicara bidang apa aja kek, Dia pasti ngerti lah. Jadi, jangan sungkan cerita yang detil ke Tuhan, seolah2 kita bilang ke Dia, "Tuhan, susah dan rumit kali ini, tak mungkin lah Kau ngerti Tuhan.... " Lucunya lagi, abis itu sometimes there is a soft tender voice within me yang bilang, "eh, kenapa kau mikirnya gitu? gini aja bikin... atau kenapa kau ga coba kaya gini... ato coba tes dulu ini... baca dulu ini...". Lha yang lucu apa? Suara itu juga pake istilah2 teknis tadi hahahaha....

Kayanya itu dulu lah buat hari ini. Lapar aku, mo makan... Blog sehari cukuplah buat sehari ;)

Tuesday, August 14, 2007

Terbaik karena cinta

Hari Minggu yang lalu, waktu ramah tamah abis ibadah gereja, aku bertemu dan kenalan sama kakak boru Sitorus dan keluarganya yang baru kali itu datang ke gerejaku. Kakak ini tinggal di Eindhoven juga dengan suaminya yang orang Belanda dan dua anaknya. Senang juga bisa kenalan trus bisa ngomong Batak lagi hehe. "Ayo, salam Tulang", gitu kata kakak itu sama anaknya yang salaman malu2 samaku. "Halo bere," gitu lah jawabku haha. Kapan ya terakhir aku dipanggil Tulang? Aku waktu itu bertiga dengan teman gerejaku, orang Batak juga. Jadi ngumpullah empat marga besar di situ: Sitorus, Panjaitan, Simanjuntak, Panggabean. Mungkin waktu itu tempat itulah kerapatan tertinggi jumlah orang Batak per meter persegi di Eindhoven hehe.

Ada yang lucu waktu kami ngobrol itu. Meski udah 15 tahun di Belanda, si kakak nanya juga ke kami pertanyaan standar ala ibu2 Batak kalo udah ketemu doli-doli: "Gimana, udah ada pacar kalian? kapan kawin?" Hahaha, sontak temanku Simanjuntak yang lebih senior dari aku itu berbisik ke aku, "yaa, inilah ga sukanya aku ketemu orang Batak, pasti itu aja pertanyaannya..." Ga nyangka soalnya kalo adat di sini, pertanyaan kaya gitu terlalu personal untuk ditanyakan sama orang yang baru kenal. Tapi dasar kalo udah ketemu sesama Batak, 15 tahun di Eropa kayanya ga ada bekasnya tuh heheh...

Ditanya pertanyaan standar kaya gitu sih, biasanya aku punya jawaban standar juga: "Gimanalah (Tulang, nantulang, Ompung, dll isi sendiri), belum ketemu sama yang beruntung itu..." Sering kali, abis itu orang yang nanya bakal bilang aku itu sombong kali. Biasanya cewe yang harusnya jawab kaya gitu, kata mereka. Aku sih ketawa2 aja, soalnya selalu abis itu mereka ga pernah nanya ke aku kenapa aku jawabnya kaya gitu atau mereka langsung aja pergi ato bicarain yang lain. Atau kadang2 ada aja ibu2 itu yang mo ngenalin sama putrinya. Haaaah, ga kuaat... Gubrak...

Bener sih, biasanya kan orang kita anggap harusnya co yang beruntung dapatin ce. Aku sih setuju. Cuma masalahnya kok kebalikannya jarang banget ya dibilang. Apa memang si ce juga ga perlu beruntung sama si co? Itulah yang kupikirin, dulu sih, udah lama banget. Akhirnya, aku sadar seharusnya ga seperti itu. Menurutku sih, sebagai Kristen, baik itu co ato ce seharusnya menjadikan dan mempersiapkan dirinya sebaik mungkin sampai tiba saatnya Tuhan pertemukan mereka supaya masing2 menjadikan pasangannya orang yang beruntung telah menemukan dirinya. Jadi, si co siapin diri baik2 biar dia menjadi yang terbaik buat si ce. Gitu juga si ce sama si co. Kenapa? Karena bagiku itulah semangat yang benar kalo memang cintanya bener: semangat MEMBERI yang TERBAIK, semangat MENJADI yang TERBAIK bagi pasangannya. Terbaik, terbaik karena cinta. Coba kalo dua2nya kaya gitu sikapnya, how beautiful God's work is! Coba kalo cuma si co nya yang beruntung dapetin si ce tapi co nya brengsek, apa ga egois banget tu co? Kan kasian ce nya... hiks, hiks... Gitu loooh

Udah lah ya, moga2 ngerti maksudku... harus stop nih, mo makan soalnya...

Dua belas purnama pertama

Minggu depan, aku berarti sudah satu tahun di Eindhoven ini. Mungkin saat yang tepat untuk refleksi sedikit, melihat ke belakang, melihat saat ini dan melihat jalan di depanku. Kalau aku bisa katakan satu kalimat, maka kalimat yang tepat untuk satu tahun yang telah kujalanin ini adalah PRAISE THE LORD! Saat ini hampir semua kuliahku udah lulus, internship pertamaku juga udah beres (kecuali laporannya) , trus aku sedang jalanin internship keduaku di Philips Research Europe Eindhoven (lokasi di High Tech Campus Eindhoven). Kalo mo menghitung berkat Tuhan satu2, wah rasanya banyak sekali kebaikan yang sudah Tuhan lakukan dalam hidupku setahun ini. Panjang banget kalo mo ditulis di satu blog. Uniknya, berkat-Nya bagiku ada tidak hanya dari jawaban YA, tapi sering kali dari jawaban TIDAK dan TUNGGU untuk doa dan keinginan2ku. Jadi, inilah sudah dua belas purnama pertama perjalananku yang full of surprises!

Kalo aku coba palingkan mataku ke jalan di depanku, terus terang aku ga lihat apa2 kecuali jalan satu langkah di depanku. Itulah hari ini. Ya, hari ini itu saja yang kulihat, bukan yang lain. Tapi itulah enaknya hidup ini, bahwa Tuhan sengaja tidak memberitahukan masa depan bagiku soalnya kalo Dia kasih tahu, trus untuk apa lagi aku hidup sebab hidup sudah menjadi membosankan. Ibarat mo nonton film, tapi kau sudah tahu seluruh jalan ceritanya sampai akhir. Tapi meski aku tak tahu apa saja yang akan kuhadapi di jalan gelap di depanku, aku tahu dua hal yang pasti: jalanku itu jelas tak mudah, akan penuh perjuangan. Minimal tesis sudah menunggu and it will be the crown of my study. Tapi kepastian yang kedua adalah, apapun yang akan terjadi itu, aku takkan pernah berjalan sendiri sebab Sang Perencana Masa Depanku turut berjalan bersamaku. Tak perlu ada rasa kuatir, tinggal apa aku mau mendengar apa kata-Nya, memegang tangan-Nya dan mengikutinya kemana pun Dia pergi, meski aku tak tahu dan kadang tak suka...

-yang sedang berjalan menuju pantai dimana kapal untuk pulang akan tiba dua belas purnama lagi... semoga

I'm back!

Setelah lama berdiam diri, akhirnya pagi ini kuputuskan untuk menulis blog lagi. Ada dua alasan sih kenapa aku kembali. Pertama, akhir2 ini di sebuah milis yang kuikuti cukup banyak tulisan tentang betapa besarnya pengaruh dari orang2 yang punya pena yang menuliskan pikiran2 mereka. Apalagi di jaman internet sekarang, ketika dunia sudah hampir tanpa batas, pengaruh itu bisa jadi begitu besar. Yah, sebenernya sih aku udah tahu ini dari dulu. Cuma, setelah kupikir2, kalo lewat tulisanku aku bisa manfaatkan internet buat memberi pengaruh baik bagi pembaca blog ku, lalu apa alasan yang bisa kuberi sehingga aku tak mau menyediakan sedikit waktu dan tenaga untuk menulis, setidaknya satu blog lah satu hari? Jadi, karena aku tak punya alasan kuat, yah aku menyerah.

Alasan kedua, yaitu karena satu orang temen, yang dulu banget ketemu dan rupanya belajar banyak dari blog yang kutulis selama ini, mengingatkanku kenapa tidak menulis lagi. Rasanya menakjubkan juga bisa dapat respons seperti itu, soalnya menurutku sih apa yang kutulis biasa2 aja. Aku hanya menulis apa yang ada di otakku, di hatiku, apa yang kulihat, kudengar, kurasakan, kulakukan. Tapi aku sangat hargai support temanku itu. Kalau bisa sih, lebih banyak lagi yang bisa menikmati apa yang kutulis dan mereka mendapat berkat darinya.

So ladies and gentlemen, panggabean is in the house!