Friday, August 24, 2007

Berjuang: hak atau kewajiban?

Beberapa hari ke depan, aku akan punya agenda baru yang cukup penting, yaitu membersihkan kamarku sekarang dan mengembalikannya ke kondisi waktu aku pertama kali datang, trus memilah2 barang2ku lalu memindahkan yang perlu ke kamarku yang baru. Setelah aku pikir2, masa2 seperti ini mengajakku berpikir tentang hal2 yang jarang kupikirkan, tapi ternyata penting dalam hidup. Jadi, mungkin blogku beberapa hari ini juga akan berhubungan tentang agendaku sekarang.

Aku baru aja pulang dari rumah seorang teman yang telah menyelesaikan studinya di sini dan akan kembali ke negaranya minggu depan. Kebetulan aku perlu beberapa hal penting yang mau kuambil dari tempatnya dan kebetulan dia warisin. Yang menarik dari temanku ini adalah gimana dia kasih gratis semua yang mau dia warisin itu, padahal barang2nya masih bagus2 loh dan dia beli sendiri. Satu yang bikinku agak terkejut ya dia kasih gratis juga sepedanya yang bagus itu ke orang lain, padahal sepedanya itu dibelinya dengan harga cukup mahal. Udah lama sih temennya itu minta, tapi sebenernya, kalo aku agak cerdas dan sigap dikit aja, aku bisa aja minta duluan. Wah, kalo lihat sepedanya sih, beruntung banget lah temannya itu. Jujur aja, aku merasa sial juga malam ini. Soalnya, sebenernya aku pengen cari sepeda yang lebih baik dari sepedaku sekarang. Kalo mo dibandingin sih, sepedanya temanku ini ibarat tim papan atas premiership league (liga Inggris divisi utama). Lha, kalo sepedaku, ampun deh, masuk divisi dua liga Inggris aja mimpi kali ye hehehe....

Aku lalu bilang ke temenku ini, "yah, kalo yang kecil2 ga papa lah kau kasih gratis. tapi kalo sepeda kayak punyamu ini, kenapa ga kau jual aja yah setengah harga lah. kan lumayan..." Sebenernya sih, kalo aku yang dapet itu sepeda gratis dari dia, rasanya kecil kemungkinan aku akan bilang kalimat tadi hehe... Tapi, ya sekarang, karena aku ga dapat, jadi aku di posisi oposisi (wow, btw, istilahnya oke juga tuh, ... posisi oposisi... soalnya langsung aja kutulis ngalir kaya air...) Nah, yang bikin aku terdiam ya jawabannya itu loh. Dia bilang, "ah, kujual pun ga bikin kaya kok...." Aku bener2 terdiam, it was really a clash of minds for me. Kata2ku tadi ibarat rudal Scud Irak yang rontok seketika dihantam kata2nya yang kaya rudal Patriot-nya Sekutu.

Selama aku pulang tadi sambil menuntun sepeda bututku yang penuh barang2 dari kamarnya (yang bikinku mirip Sinterklas), jawabannya itu terus aja terngiang2 di kepalaku:"Ah, kujual pun ga bikin kaya kok..." Aku merasa seperti di antara persimpangan dua jalan nih. Jalan pertama, aku merasa kawanku ini terlalu naif. Jalan lainnya yang berseberangan dengan itu, aku merasa aku belajar dari kawanku ini. Yah, daripada bingung sih, akhirnya aku bikin aja jalan sendiri di tengah2 hehehe.... Jadi, jalan apa yang kubikin itu? Ya, jalan tipikal orang Indonesia: yang baik kita ambil, yang buruk kita tinggalin hehehe... Lha, ga salah toh ya kan?

Dari dia, aku belajar sesuatu yang kayanya makin langka di dunia yang makin materialistis ini. Banyak orang yang begitu terikat dengan yang namanya uang dan materi, sampe2 segala sesuatunya dihitung dengan uang. Jadi ingat aku sama temanku yang ikut bisnis MLM, melihat orang udah dengan mata hijau, seperti calon downliner baru. Kalo kaya gini mah udah keterlaluan sih. Saking terikatnya, orang jadi begitu hitung2an dengan segala sesuatu yang namanya memberi. Kalo orang gini, menerima mah ga usah usah ditanya, wong minta pasti cepat hehehe... I'm not perfect in this, aku juga masih terus belajar untuk tidak membiarkan diriku dijajah materi sama uang and it really takes time and efforts. Bagiku sih, ada saat dan kondisi dimana uang harus menjadi hamba, kita jadi tuan atas uang sekaligus hamba dari Tuan segala tuan. Masalahnya tinggal, apa kita peka kapan saat dan kondisi itu tiba, trus apa mo taat.

Tapi, ada 'tapi' nya loh. Bagiku yang beruntung biasa mengalami hidup sederhana dimana banyak hal harus diraih dengan berjuang, rasanya sih sering2 dapat sesuatu yang gratis itu ga bagus juga. Kerap kali perjuangan untuk membayar harga itu perlu biar kita punya rasa memiliki yang kuat sebab sesuatu itu menjadi berharga bagi kita karena tidak gratis, bahkan mahal. Kuatnya rasa memiliki berbanding lurus dengan usaha dan perjuangan. Lagipula, kalo segala sesuatu dikasih gratis, bukan hanya kita kehilangan HAK (kenapa BUKAN KEWAJIBAN?) untuk berjuang, kita juga punya hutang budi yang kadang2 bisa jadi beban atau bisa bener2 jadi bumerang di masa depan. Wah, nulis ini bikin aku jadi ingat waktu dulu aku mau naik ke SMA, ada keluargaku yang bilang ke aku langsung bahwa dia mo sekolahin aku ke SMA swasta Katolik paling top (dan pasti paling mahal) di Medan. Tentu dong, aku senang banget bisa masuk sekolah top, trus gratis lagi, sekalian bantu orang tua toh, jadi apa salahnya? Dengan mata berbinar2 aku pulang ke rumah dan kasih tahu kabar baik ini ke bapakku. Aku masih ingat jawaban bapakku sore itu, kira2 gini: "Amang, bapakmu ini masih sanggup biayai kau SMA sampai selesai, tapi harus di SMA Negeri. Tapi, meski pun harus ke swasta, bapak akan usahakan kau tetap sekolah. Jangan biasa hidup dengan hutang budi." Bukan membuatku lemah, kata2 itu justru mengobarkan semangatku untuk berjuang masuk SMA Negeri yang terbaik yang bisa kumasuki. Aku ingin bapakku bangga menikmati hak menyekolahkan darah dagingnya juga dengan hasil keringat dari dagingnya, sebab aku pun bangga jika bapakku bangga. Sampai detik ini dan kapan pun, aku takkan pernah menyesali pilihanku itu. The lesson: beware of any good news! They may be not.

Anyway, kadang2 sih ada aja kasus khusus dimana sesuatu itu berharga tapi diberi gratis. Kalo aku harus di posisi menjadi pemberi hal2 seperti itu (kaya temanku yang kasih sepedanya gratis), kayanya perlu ada kalimat kayak gini terucap saat hendak berpisah: "O ya, sebelum lupa, karena kau sudah terima gratis, lakukanlah yang sama ke orang lain ya... " Bagiku, inilah memberi gratis yang benar dan tepat, persis seperti anugerah kasih karunia terbesar yang telah kuterima dari Dia yang selalu akan membuatku punya hutang yang sampai kapan pun tak akan mampu kubayar...., di mana saja, kapan saja....

--

Enter through the narrow gate. For wide is the gate and broad is the road that leads to destruction, and many enter through it. But small is the gate and narrow the road that leads to life, and only a few find it.
- Jesus Christ (Matthew 7:13-14, NIV)

No comments: