Menurutku, dalam belajar bahasa, ada beberapa level skill, mulai dari paling mudah sampe paling susah. Level2 itu, dimulai dari paling mudah ke paling susah adalah membaca, mendengar dan berbicara, lalu menulis. Tingkat kesulitannya sebenernya juga ditentukan sama kategori konten dan bahasanya. Misalnya, membaca komik Jepang tentu jauh lebih mudah daripada membaca novel Harry Potter. Trus, membaca Harry Potter jauh lebih mudah daripada membaca textbook tentang fraktal dan aplikasinya ke image processing (hah, loe ngomong apa sih Ritz?!). Anak SD juga tau kalo membaca Harry Potter dalam bahasa Indonesia lebih mudah daripada membaca versi Inggrisnya. Oya ding, tingkat kesulitan membaca juga ditentuin sama tujuan kita membaca mau apa. Kalo buat bener2 ngerti memang ga gampang, tapi kalo membaca hanya untuk latihan membaca, ya ga susah lah. Gitu aja kok repot...
Lebih sulit dari membaca adalah mendengar dan berbicara. Dalam hal ini aku bandingin apple to apple ya. Membaca textbook teknik dibandingin sama ngasih presentasi ilmiah, yah menurutku sih lebih susah ngasih presentasi ya, apalagi kalo ada sesi tanya jawabnya. Membaca lebih mudah soalnya kita lah yang jadi tujuan, yaitu gimana kita mengerti, bukan orang lain. Oya, ini kalo membaca buat diri sendiri ya. Kalo membaca buat orang lain mah, lain cerita. Nah, kalo berbicara, tujuannya kan gimana supaya pendengar mengerti dan kalo bisa antusias sama apa yang kita bicarain. Lagi2 tingkat kesulitan berbicara ditentukan sama tujuannya. Kalo tujuan berbicara yang penting gimana apa yang ada di kepala kita disampaikan tanpa peduli orang ngerti, ini mah jelas gampang, mirip radio rusak atau banyak kuliah2 yang aku ikuti dulu waktu masih kuliah di kampus yang katanya paling top di sekitar kebun binatang Bandung. Tapi, kalo kita pengen orang ngerti dan antusias sama apa yang kita sampaikan, tantangannya adalah gimana kita menepatkan diri di posisi pendengar ketika berbicara. So actually while speaking, we're doing two things simulatenously: speaking so that people can easily understand and thinking what we'll listen if we're the audience. Hal yang sama berlaku juga waktu harus mendengar. Saat mendengar kita melakukan dua hal sekaligus: mendengar apa kata orang yang berbicara biar ngerti maksud sebenernya apa, lalu tentu aja memikirkan jawabannya.
Skill paling sulit menurutku yaitu menulis. Kalo berbicara, kita masih dibantu sama komunikasi non-verbal seperti bahasa tubuh dan berbagai alat bantu peraga lainnya. Apalagi berbicara kan biasanya live dan dua arah, jadi ada kesempatan saat itu juga buat klarifikasi kalo pendengar ga jelas sama apa yang kita bilang. Nah, kalo menulis yang biasanya ga langsung (bukan kaya chatting), tantangannya ya gimana pembaca mengerti apa yang kita maksud hanya dari apa yang kita tulis.
Aku sih masih terus belajar membaca, mendengar, berbicara dan menulis. Menurutku orang ga akan pernah tuntas jadi pembaca, pendengar, pembicara dan penulis yang baik karena selalu ada ruang untuk berbenah. Yang mau kutulis sekarang adalah satu level menulis yang menurutku paling susah bagiku saat ini, yaitu menulis tulisan ilmiah atau teknik yang baik dalam bahasa Inggris. Aku bener2 harus berjuang untuk bisa menguasai skill ini sebab jelas ga ada jalan lain selain ya melakukannya makin sering dan makin baik.
Tantangan untuk menghasilkan tulisan ilmiah / akademis yang baik itu memang ga sedikit. Pembaca harus bisa mengerti dengan mudah, jadi harus ada struktur yang baik, trus bahasa Inggrisnya juga harus gramatically, syntactically, and semantically correct. Udah gitu, kalo harus merujuk ke publikasi orang lain, harus sedemikian rupa sehingga ga termasuk plagiat. Selain itu, dari standar akademik, kita harus pastikan content-nya telah mencakup semua yang diperlukan secara ilmiah untuk mendukung apa yang mau kita sampaikan. Mending kalo nulisnya pake word processor, lebih ribet lagi kalo harus nulis pake LATEX, apalagi kalo ga biasa.
Tapi, ya itulah yang akan jadi bagian hidupku terutama di tahun keduaku ini. Aku akan banyak habiskan waktu berakrab ria dengan yang namanya laporan, tesis, review, revisi, comments, dan oret2an dengan pulpen merah. Tapi aku bersyukur buat itu semua, meski terus terang itu melelahkan bagiku, apalagi sebagai orang Indonesia yang rasanya ga punya budaya dan habit menulis yang kuat. Menurutku, orang Indonesia itu lebih punya budaya NONTON dan NGOMONG daripada budaya BACA apalagi NULIS. Makanya sekarang perhatiin aja udah berapa kita punya TV kan, trus berapa banyak pengamat segala macam lah, hanya karena mereka pinter ngomong, ga tahu entah mereka bener2 expert.
Tapi, meski capek dan ga mudah buatku, aku ingin melihat semua proses ini sebagai kesempatan belajar menulis yang baik, terutama menulis tulisan ilmiah yang baik. Apalagi kalo memang aku mau hidup di dunia akademik, rasanya ga ada pilihan lain selain terus belajar melakukannya lebih baik dan belajar menyukainya. Karena pilihan dalam hidup ini cuma ada tiga toh: DO WHAT YOU LIKE, or LIKE WHAT YOU DO, if you don't want to DO NOTHING, which means YOU HAVE TO DO WHAT YOU HATE TO DO (because you don't want to CHANGE to leave it and start doing what you like) or YOU WILL ALWAYS HATE WHAT YOU DO (because you can't avoid it but you don't want to CHANGE to start to like what you do and see the beauty of it). What a miserable life it is if the latter is what happens! Again, it's all about change, heh.
Ayo Ritz, main bola lagi,.. eh... anu, maksudnya lanjut nulis lagi...
- yang juga masih belajar gimana nulis blog yang oke. kalo ada saran, sekarang dah bisa kasih comment tuh :) or just drop me an email
Thursday, September 13, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment