Friday, January 16, 2009

Berpikir Sistematis Secara Kristen (3/7)

3. FENOMENA, SISTEM, ANALISIS DAN SINTESIS

Setelah kita mampu mendefinisikan titik awal dan titik akhir di atas, maka sudah saatnya kita mulai proses berpikir sistematis. Berpikir sistematis berintikan pada kata pikir dan sistem. Saat ini saya perlu memperkenalkan secara sederhana beberapa istilah yang sering digunakan dalam tulisan ini yaitu fenomena, sistem, analisis, dan sintesis *.

Fenomena adalah segala sesuatu yang dapat dibayangkan oleh manusia atau dengannya manusia dapat berinteraksi melalui inderanya. Jika kita perhatikan baik-baik, sangat sulit menemukan sebuah fenomena yang hanya terdiri dari fenomena itu sendiri sebagai entitas tunggal. Fenomena ini membawa kita kepada sistem yang secara sederhana dapat diartikan sebagai sebuah fenomena yang memiliki dua ciri dasar, yaitu (1) terdiri dari elemen-elemen yang membentuknya atau menentukan karakteristiknya dimana setiap atau sekelompok elemen memiliki fungsi masing-masing yang mengkonstruksi fungsi-fungsi seluruh sistem, dan (2) pola keterkaitan atau interaksi antarelemen yang membentuk hubungan sebab-akibat dan/atau transfer massa-informasi. Sebagai contoh, jam tangan yang mungkin sedang Anda pakai di lengan Anda dapat kita pandang sebagai satu fenomena semata atau sebagai sebuah sistem yang terdiri dari berbagai elemen yang memiliki pola interaksi tertentu sehingga jam tersebut dapat berfungsi dengan baik. Beberapa elemen jam tangan tersebut adalah mesin jam, badan jam yang memuat dan melindungi mesin, tali atau rantai jam dari kulit atau logam, serta konektor yang menghubungkan dan mengunci kedua ujung tali atau rantai jam sehingga jam itu bisa melingkar manis menghiasi lengan Anda dan melayani Anda dengan menunjukkan waktu setiap saat Anda perlukan.

Kerap kali elemen dari sebuah sistem sejatinya merupakan sebuah sistem tersendiri yang terdiri dari elemen-elemen yang lebih kecil. Elemen demikian dapat kita sebut sebagai sebuah subsistem. Sebagai contoh, mesin jam di atas merupakan sebuah subsistem dari sebuah sistem jam tangan dan ia terdiri dari komponen-komponen yang lebih elementer dengan pola interaksi yang kompleks, seperti sekian banyak roda gigi berukuran kecil, mur dan baut, dan sejumlah jarum jam yang menunjukkan jam, menit, dan detik. Semakin kompleks sebuah sistem, tentu semakin banyak pula tingkat subsistem yang membentuknya.

Berdasarkan konsep fenomena dan sistem di atas, kita dapat memberikan definisi lain untuk proses berpikir. Secara sederhana, saya dapat katakan bahwa seseorang disebut berpikir tentang sesuatu jika ia memandang sesuatu itu tidak lagi sebagai fenomena tetapi sebagai sistem dengan kompleksitasnya. Dua orang sedang memandang bulan purnama tetapi isi pikirannya bisa berbeda. Satu orang memandang bulan hanya sebagai fenomena yang artinya ia tahu bulan yang dilihatnya itu ada tetapi cukup sampai di sana. Orang kedua tidak hanya sadar sepenuhnya bahwa bulan purnama itu ada, tetapi lebih dari itu, ia memandang bulan purnama sebagai sebuah objek yang berbentuk bulat, berwarna putih, memancarkan cahaya, dan muncul secara periodik sekali dalam sebulan. Bagi saya, orang kedualah dan bukan orang pertama yang sedang berpikir tentang bulan purnama meski keduanya sedang memandangnya. Intinya, seseorang bisa saja sedang berinteraksi dengan sesuatu melalui inderanya tetapi orang itu tidak sedang berpikir tentang sesuatu itu. Masih ingatkah Anda kapankah terakhir kali Anda melihat seseorang sedang berada di depan Anda dan mendengar dia berbicara kepada Anda, tetapi Anda justru sedang sibuk memikirkan seseorang atau sesuatu yang lain nun jauh entah dimana?

Sekarang setelah kita mengetahui sistem, maka yang menjadi pertanyaan adalah, bagaimanakah berpikir sistematis itu? Dengan memandang berpikir sistematis yang berbasis sistem itu sendiri sebagai sebuah sistem berpikir, maka berpikir sistematis mencakup dua cara berpikir besar, yaitu berpikir analitik (analisis) dan berpikir sintetik (sintesis). Secara sederhana, analisis adalah proses berpikir yang berintikan penguraian sebuah sistem menjadi elemen-elemen dan pola interaksi antarelemen lalu mempelajarinya untuk kemudian menghasilkan kesimpulan guna menjawab kebutuhan yang menjadi titik akhir berpikir. Artinya, dalam analisis, sistem yang hendak diurai sudah ada sebelum proses berpikir dimulai, yaitu sistem sudah ada di titik awal. Dalam analisis, setelah menentukan titik akhir, maka kita umumnya bergerak dari titik awal ke titik akhir. Dalam bidang ilmu, sains pada umumnya merupakan proses analisis.

Berkebalikan dengan itu, sintesis merupakan proses berpikir yang, melalui proses desain dan pemodelan, lebih dulu menempatkan sebuah sistem imajinatif yang hendak dikonstruksi di titik akhir dan kemudian berusaha membangunnya menurut desain atau model tersebut berdasarkan hasil analisis sistem yang sudah ada atau, jika belum, hasil penciptaan dan inovasi. Tentu saja sistem imajinatif yang hendak diwujudkan ini seharusnya lebih baik daripada sistem-sistem sejenis yang sudah ada dan ia dikonstruksi untuk menjawab kebutuhan yang belum mampu dipenuhi oleh sistem-sistem yang sudah ada itu. Berbeda dengan sains yang pada intinya merupakan proses analisis, maka bidang teknik atau ilmu rekayasa (engineering) pada intinya merupakan sintesis. Memperhatikan hubungan analisis dan sintesis, maka kita seharusnya dapat melihat bagaimana science dan engineering bekerja sama dan saling melengkapi dalam mengatasi persoalan-persoalan yang manusia hadapi. Lalu, dimanakah matematika dalam hal ini? Bagi saya, matematika pada dasarnya dapat dipandang sebagai bahasa yang digunakan dalam sains dan ilmu rekayasa serta dalam komunikasi antara keduanya sehingga tercipta saling pengertian dan pemahaman yang benar dan konsisten.

Sebuah sistem dapat digambarkan secara baik dengan berbagai cara. Dibandingkan dengan cara-cara yang umum digunakan seperti tabulasi dan daftar, saya menekankan visualisasi sistem dengan menggunakan peta pikiran (mind map) yang dipelopori dan dipopulerkan oleh Tony Buzan yang telah banyak menulis buku tentang konsep dan aplikasi peta pikiran. Peta pikiran sangat cocok tidak hanya dengan cara kerja otak manusia saat berpikir, tetapi juga dengan natur sistem dengan segala elemen dan interaksinya yang kompleks. Kali ini, saya tidak akan menjelaskan dengan detil tentang peta pikiran dan karenanya saya sarankan pembaca untuk merujuk berbagai literatur yang sudah banyak tersedia mengenai peta pikiran.

Sebagai refleksi dari bagian ini, seperti pernah dikatakan oleh Socrates bahwa an unexamined life is not worth living, pernahkah Anda menganalisis hidup seperti apakah yang sudah Anda hidupi selama ini? Pernahkah Anda mencoba membayangkan seperti apakah hidup dan diri Anda yang paling baik yang dapat Anda wujudkan? Jika ya, bagaimanakah Anda sudah mencoba mensintesis diri Anda menuju ke arah diri dan hidup yang Anda inginkan itu? Lalu, pertanyaan paling penting, bagaimanakah Anda menempatkan Allah di dalam seluruh proses itu?

* Saya berterima kasih kepada seorang mentor saya, Prof. Saswinadi Sasmojo, profesor emeritus bidang teknik kimia di Institut Teknologi Bandung, yang telah mengajarkan saya dasar-dasar tentang semua ini.

Bersambung...

No comments: