Sunday, April 05, 2009

Kenapa capek-capek sampai doktor?

Di masa sudah hampir tiga bulan aku menjalani program PhD, saat aku sudah mulai merasakan tantangan-tantangannya, kembali muncul pertanyaan di atas, yang menjadi judul tulisanku ini. Jika ada orang yang bertanya kepadaku, kenapa sih mau capek2 studi lagi sampai minimal empat tahun untuk jadi doktor? Dalam tulisanku ini, aku akan jawab pertanyaan itu, juga untuk menenangkan segala riak kerisauan dalam hatiku sendiri.

Aku hendak menjawab pertanyaan tadi dengan satu prinsip yang kupegang hingga detik ini, yaitu mulailah segala sesuatu dari akhir. Akhir di sini yaitu tujuan, visi, atau mimpi yang hendak kucapai dan kuwujudkan. Bicara soal mimpi, dua hari yang lalu, aku menerima email dari seorang mahasiswa di kampus tempatku dulu mengajar. Email itu cukup mengejutkan tapi menggugahku juga, isinya masih tentang mimpi. I really appreciate that.

Aku ini memang seorang pemimpi. Menurutku, kemampuan bermimpi itu suatu pemberian Tuhan yang hanya dimiliki manusia yang dicipta menurut gambar-Nya. Anehnya, tidak banyak orang yang mau atau berani bermimpi, apalagi orang Indonesia. Aku tak tahu apa sebabnya dan tulisan kali ini tidak membahas itu. Kenapa aku sebut diriku seorang pemimpi? Sebab aku ingin hidupku bisa jadi berkat bagi banyak orang. Aku suka pelajari hidup orang2 hebat, yang jadi berkat bagi banyak orang, dan satu hal yang sering kali sama yang biasa kudapati dari mereka adalah, mereka berani punya mimpi, bahkan mimpi besar. Aku yakin, kalau mau menjadi orang yang 'hebat', cara logisnya adalah pelajari apa yang sama dari hidup orang2 seperti itu, lalu tirulah.

Satu lagi hal yang sama dari mereka, yaitu mereka bukan hanya berani bermimpi besar, tapi mereka juga mau membayar segala harga untuk mewujudkannya, dengan kerja keras dan kerja cerdas. Inilah yang membedakan seorang pemimpi sejati dan seorang besar. Seorang pemimpi sejati, seperti namanya, ya hanya bermimpi dan berhenti di sana. Sebaliknya, seorang besar terus bermimpi sepanjang nafas masih dikandung badan, dan tak pernah berhenti membuat mimpi baru tiap kali mimpinya dia capai dan wujudkan.

Aku capek2 studi doktor ini juga dimulai dari impian. Dulu aku masuk teknik elektro ITB juga karena sebuah impian. Lalu aku bisa lanjut studi master di Belanda dengan beasiswa juga karena impian. Dulu waktu aku mau ujian UMPTN tahun 1998, seorang kakak pembimbing rohaniku memberiku pertanyaan yang tak akan pernah kulupa, yaitu "dimanakah kau dek sepuluh tahun lagi?" Tahun 2008 yang lalu, sepuluh tahun kemudian, aku sempat ngobrol dengan kakakku itu dan kami bicara soal pertanyaan itu lagi. Tentu saja, aku bisa memberi jawaban, dan aku tak menyesal dengan jawabanku itu. Dan sekarang, aku ingin pakai pertanyaan yang sama ketika bicara soal impian, yaitu dimanakah aku ingin aku berada sepuluh tahun yang akan datang dari sekarang?

Jika Tuhan berkehendak dan berkenan, maka sepuluh tahun dari sekarang, aku ingin menjadi seorang dosen di sebuah universitas yang modern dan berpikiran maju di Indonesia. Aku ingin melihat diriku menjadi seorang ahli dan pakar dalam bidang digital multimedia signal processing (2D/3D image, video, juga speech dan audio), computer vision, networked multimedia systems, teknologi kamera dan display, serta hardware design dan instrumentasi. Aku ingin menjawab kegundahanku akan sangat kurangnya dosen yang benar2 berkualitas, kompeten dan berdedikasi di Indonesia dalam ketiga tridarma perguruan tinggi, yaitu pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Jadi, daripada hanya mengeluh dan bersungut-sungut, bagiku cara paling baik adalah menyerahkan dan mempersiapkan diri menjadi (bagian dari) solusi dari krisis tersebut.

Dalam darma pendidikan, aku ingin menjadi dosen yang benar2 berdedikasi dalam mengajar dan membimbing mahasiswa. Aku sudah belajar banyak dari teladan dosen2 ku di luar negeri soal dedikasi dalam mendidik dan mengajar. Aku ingin mahasiswa yang kuajar tidak hanya tahu, tapi terutama mengerti, dan lebih lagi mereka tertarik dengan ilmu yang kuajarkan. Aku ingin mengajar dengan passion, mengajar dengan cinta, menunjukkan kepada mahasiswa keindahan dari ilmu yang kuajarkan. Selain itu aku ingin mengajar dengan kreatif, menarik, dan menolong mahasiswa melihat bahwa ilmu yang mereka pelajari itu penting dan relevan dengan kehidupan mereka. Seperti biasa, aku juga akan sisipkan nilai2 berharga dalam hidup sebagai motivasi dalam kuliahku, karena kan namanya pendidikan yang artinya lebih luas daripada mengajar. Tentu saja, kuliahku itu menjadi sarana promosi untuk menarik mahasiswa2 yang berbakat dan passionate untuk melakukan penelitian lebih lanjut di bawah bimbinganku. Nah, soal ini, aku akan cerita lebih banyak nanti soal penelitian.

Dalam ruang kelas, aku akan dorong mahasiswa untuk kritis, untuk berani bertanya, berdiskusi, berargumentasi, kreatif, dan menciptakan kelas menjadi society of learning, komunitas pembelajar. Aku akan desain tiap tugas dan ujian memang untuk menolong dan memantau mahasiswa untuk mengerti, bukan untuk kejar nilai. Aku akan junjung tinggi fairness dan nilai2 kejujuran dalam mata kuliah yang kuasuh. Segala hak mahasiswa akan kuhormati dengan memandang diriku sebagai pelayan dan mereka sebagai klien (tapi bukan juga aku jadi diinjak2 seenak udel ya). Dengan antusias dan senang hati, aku akan berikan waktu mahasiswa untuk bertanya dan diskusi denganku melalui appointment atau office hour, empat mata sekalipun, termasuk diskusi di luar materi kuliah, misalnya kalau mereka ada masalah pribadi. Aku ingin, selesai mengikuti kuliah yang kusampaikan hingga akhir, mereka tidak hanya mengerti ilmunya, tapi mereka juga tertarik dan mampu melihat keindahan dan relevansinya, serta mereka dibangun secara mental melalui motivasi2 yang kusisipkan dalam pertemuan2 kuliah. Aku ingin mereka akan tetap ingat mata kuliah itu sampai mereka tua, sebab mereka mengalami betapa berbedanya kuliahku dengan kuliah2 lainnya yang mereka ikuti.

Sekarang, soal darma penelitian. Tentang ini, aku memang punya satu niat yang ingin kulakukan kalau aku selesai PhD dan bergabung sebagai staf pengajar di satu universitas modern dan berpikiran maju di Indonesia. Niatku itu adalah aku ingin memulai sebuah research group yang fokusnya dalam bidang2 yang sudah kesebutkan di atas. Di research group itu, maka aku tentu menjadi kepala dan pemimpinnya. Disana aku ingin memulai dan memimpin proyek-proyek penelitian yang berkualitas tinggi secara akademik, memiliki potensi secara komersial, tapi berbiaya terjangkau untuk konteks Indonesia. Dalam bidang2 yang kusebutkan di atas, berdasarkan pengamatanku selama ini di Eropa dan research group semacam itu universitas2 lainnya di dunia, kita di Indonesia mampu melakukan penelitian dengan tiga kriteria di atas dengan komputer, teknologi open source, scanner, proyektor, kamera, dan alat-alat lainnya yang jelas masih terjangkau untuk kantong Indonesia. Modal paling utama yaitu MATEMATIKA. Dengan ini, apalagi ditambah akses ke database publikasi internasional dan pergi ke konferensi2 ilmiah (yang pasti butuh biaya lumayan besar), maka posisi dan daya saing research group ku di Indonesia tak kalah dengan research group serupa di universitas2 yang lebih maju, minimal sebutlah di Asia Tenggara, seperti di Singapura dan Malaysia.

Setelah itu, aku ingin research group ku ini dimulai dengan semangat untuk mampu independen, tidak terlalu tergantung secara finansial dari kampus, dan mampu mencari dana untuk riset dan kegiatan operasional dengan usahanya sendiri. Untuk ini aku harus bisa menjadi manajer yang baik, membangun kerjasama saling menguntungkan dengan industri, institusi lainya dan pemerintah, dalam dan luar negeri. Paling ideal sih, mereka memberikan dana riset ke group, lalu kita bertanggung jawab memberikan hasil penelitian yang menyelesaikan masalah mereka, lalu hasilnya bisa dipublikasikan di konferensi atau jurnah ilmiah. Cara paling primitif untuk pendanaan yang terpikir saat ini mungkin adalah melalui melakukan pelatihan-pelatihan, dan ini bisa melibatkan mahasiswa, tentu dengan ada honor buat mereka.

Dengan skema penelitian semacam ini, aku akan post lowongan untuk proyek tugas akhir kepada mahasiswa di papan pengumuman lab, homepage atau lewat milis. Tentu saja, di mata kuliah yang terkait, aku akan promosikan ini juga. Apa aja benefit yang kutawarkan kepada mahasiswa jika mereka bergabung melakukan penelitian tugas akhir di lab ku? Ini beberapa di antaranya.
  • Topik proyek yang akan mereka kerjakan PASTI berkualitas tinggi dan menantang secara akademik, tentu disesuaikan dengan durasi dan tingkatnya (S1 atau S2 misalnya). Satu proyek cukup besar bisa dipecah menjadi beberapa topik tugas akhir untuk beberapa orang. Karena cukup menantang dan ada aspek orisinalnya, aku akan dorong dan fasilitasi mereka untuk membuat paper berdasarkan laporan tugas akhir yang akan di-submit ke konferensi ilmiah, minimal di level nasional. Aku akan pikirkan dan usahakan agar lab bisa memfasilitasi ini, terutama aspek finansialnya. Dengan makin banyak paper yang bagus, ini memperkuat porto folio lab ku di homepage lab. Publikasi ilmiah, konten dan kualitasnya, dan demo hasil2 penelitian secara visual (video) sangat penting ada di homepage sebuah research group.
  • Aku ingin dorong dan motivasi mereka untuk lanjut S2 begitu selesai sarjana, khususnya untuk mereka yang memiliki prestasi akademik di atas rata2. Aku akan berusaha untuk dorong mereka apply beasiswa ke luar negeri, membangkitkan kepercayaan diri untuk berani bersaing dan tak minder, dan menjelaskan banyaknya benefit kalau bisa studi lanjut di luar negeri, apalagi dengan beasiswa. Aku akan usahakan menggunakan segala jaringan yang ada dan beri rekomendasi sehingga mereka yang potensial bisa melanjutkan S2 mereka, terutama dengan meraih beasiswa. Untuk memperbesar kans mereka diterima, makanya aku dorong supaya dari studi S1 mereka bisa punya publikasi ilmiah, minimal satu buah, di konferensi level nasional. It will look very good on their CVs. Dengan begini, aku pastikan hasil penelitian mereka tidak akan mengendap hanya di lemari perpustakaan departemen, berdebu dan berabu, entah kapan akan dibaca orang... I definitely detest such waste practices very common to be found in many Indonesian universities!
  • Kalau proyek itu ada dana penelitiannya, misalnya dari perusahaan atau pemerintah, aku akan berikan insentif finansial kepada mahasiswa supaya mereka tambah semangat dan bersungguh2, selain karena kupikir itu perlu dan memang hak mereka, because they are who will fight with the devil in the details of the research. Dengan begini, aku bisa yakinkan mereka bahwa ini penelitian serius, real project, not dummy, dan bagus buat mereka, sebab kemungkinan besar akan dipakai, dan bisa berguna buat memperluas jaringan mereka. Because I hate dummy low-quality research.
  • Yang join lab ku akan punya akses ke fasilitas2 yang dimiliki lab, dan karena lab juga punya proyek2 profit untuk mendukung dana riset dan operasional lab, mereka tentu juga bisa dilibatkan di sana dengan honor lumayan buat biaya makan dan biaya mereka nraktir waktu pacaran malam Minggu hehe. Tentu saja penelitian mereka tidak boleh terganggu. Kusarankan sih, supaya bisa fokus, mereka sebaiknya kerja full-time di lab seperti orang ngantor, dan tiap orang punya satu meja kerja. Kalau mereka harus nginap dan tidur di lab karena kerja sampai malam, aku akan sediakan kasur, selimut dan bantal yang bersih di lab (soal mencuci sprei dan sarung, ya didelegasikan ke mahasiswa lah heheheh).
  • Aku sebagai pembimbing akan sediakan availability dan approachability dalam membimbing mereka untuk menjamin pembimbingan berkualitas. Minimal progress meeting sekali seminggu tiap orang atau tiap team project, lalu ada rutin meeting di lab sekali seminggu dimana mereka harus hadir. Trus aku ingin dalam meeting rutin itu ada satu presentasi ilmiah juga, mungkin dari mereka yang mau maju sidang sebagai latihan sidang, atau pembicara tamu dari luar lab, atau ya dari aku lah.
  • Bagaimana suasana keseharian di lab ku itu? Aku ingin suasanya informal, santai, tapi tetap serius. Mahasiswa boleh pakai kaos, celana pendek asal sopan, pokoknya yang nyaman buat mereka bisa kerja efektif dan produktif, tentu dengan saling menghormati. Aku ingin lab ku dan orang2 di dalamnya dikenal helpful, saling membantu teman, tidak egois, apalagi oportunis, mantap dalam teamwork, dikenal menguasai bidangnya secara teori dan praktis, kreatif, humoris, dan rada bocor halus seperti pembimbingnya juga hehe. Aku ingin secara berkala ada acara keakraban untuk seluruh anggota lab, termasuk aku, misalnya main futsal bareng, BBQ, jalan2, main bowling bareng, atau mewakili lab sama2 ikut kompetisi. So it's a lot fun too to be there. Tapi ada hal lainnya juga yang aku ingin menjadi citra dari anak2 yang ikut lab ku, yaitu mereka dikenal sebagai mahasiswa yang bekerja keras, banyak waktu di lab untuk riset, layaknya orang kerja. Jadi kalau seorang anak labku ditanya pembimbingnya siapa dan dia jawab Pak Mauritz Panggabean, orang akan tahu, "Wah, mantap kali kau bisa di lab itu ya..." Yep, I want them to have that pride joining my lab and work with me and their colleagues.
  • Oya, soal suasana, karena aku ingin dorong mereka untuk studi lanjut, maka bahasa nasional dan sehari2 di lab yaitu bahasa Inggris. Aku akan biasakan ngomong bahasa Inggris, juga kalau mereka mau bicara denganku dan sesama anak lainnya. Tentu semangatnya di sini untuk belajar bahasa Inggris dan meningkatkan kemampuan mereka. Jadi English campur2 ga masalah, asal jangan pure bahasa Indonesia tok. So in my lab people are allowed to make mistakes in speaking English and let other help them by giving kind corrections. Jadi, kalau orang tahu seorang mahasiswa itu bimbinganku, mereka pasti tahu ini anak pasti bisa dan mau belajar bahasa Inggris.
Jadi, itulah sebagian impianku tentang diriku sepuluh tahun dari sekarang, berarti waktu itu aku berumur 39. As crystal clear as that, terutama soal darma pendidikan dan penelitian. Lalu apa hubungannya dengan pertanyaan di judul tadi? Hubungannya sangat jelas dan sederhana: untuk mewujudkannya, menurutku, tidak ada cara lain, aku harus bersedia capek2 selesaikan doktor dengan baik di universitas berkualitas di luar negeri. Kenapa sebaiknya di luar negeri? Yah, selain karena kualitas secara umum di Eropa lebih baik daripada di Indonesia, studi di luar negeri itu benefitnya jauh lebih banyak daripada di dalam negeri, terutama soal life values dari negara2 maju yang berharga untuk ditiru dan dibawa pulang ke Indonesia supaya kita pun bisa maju seperti mereka, dan juga untuk memperluas jaringan. Sebenarnya bukan hanya itu impianku, tapi untuk kali ini cukuplah sampai di sana. Akhirnya aku berani tuliskan semua ini di blog ku kepada dunia, juga supaya memotivasi diriku sendiri agar aku tetap ingat dan tak lupa. Sekalian juga supaya diketahui dan menginspirasi pembaca. Jadi jika Anda terinspirasi dan ingin menconteknya, dengan senang hati saya katakan "silakan mencontek" :-)

Now back to work.

3 comments:

raeyans said...

sangat menyentuh pak :)

dari dulu emank saya sudah kagum liat prinsip" yang Bapak punya. membaca post dari Bapak, saya malah jadi pengen punya mimpi suatu saat nanti bisa melakukan Tugas Akhir di lab milik Bapak, ehhehehehe..

GBU

mauritz panggabean said...

Hi raeyans, thanks buat comment nya. Tolong doain ya, supaya Tuhan terus pimpin dan kuatkan kita melakukan kehendak-Nya ya. GBU too.

lisbethmariana said...

Sy pertama, takjub membacanya, sepertinya baru kali ini blog oranglain saya baca satu per satu kata.

Luar biasa, pertanyaan kenapa harus capek, jawabannya demi sesuatu di depan sana yang pasti lebih baik dan memberi manfaat ke oranglain juga.

Semoga, mereka yg pernah gagal utk tujuan yang baik tidak berhenti berusaha, karena perlu Capek-Capek dulu.
Yups. Spt di Firman pun mmg sdh digariskan kudu capek, tak cukup sekedar meminta, tapi perlu mencari, dan tak cukup juga, tambahkan dengan mengetok tok tok, sampai titik penghabisan. Titik penghabisannya, tak lain adalah Hasil dan tujuan tadi.
Wassalam

--
anna