Monday, December 04, 2006

IEEE Fellow dan Liga Champions

Setiap mahasiswa master di elektro TUE sekarang harus memilih salah satu dari dosen senior di fakultas teknik elektro sebagai coach. Coach ini perannya seperti dosen wali. Aku menghubungi seorang profesor dan dia adalah kepala sebuah research group di TUE yang terkenal secara internasional. Aku ingin sekali melakukan semua internship dan graduation project-ku di lab itu. Betapa senangnya aku saat beliau bersedia menjadi coach-ku selama aku kuliah di sini.

Beberapa hari setelah itu, aku melihat pesan di flat screen pengumuman di fakultas bahwa tahun ini ada tiga orang profesor elektro TUE yang menjadi IEEE Fellow (IEEE Fellow adalah rangking tertinggi dalam IEEE, asosiasi electrical engineers terbesar di dunia, yang artinya orang itu bener2 guru dalam bidang yang dia kuasai). Salah satunya adalah coach-ku itu. Aku bangga punya coach seorang IEEE Fellow. Seharusnya fakultas elektro dan TUE bangga dengan prestasi ini dan itu layak diumumkan ke seluruh dunia. Tapi ternyata ngga. Sampai sekarang aku cek website TUE, fakultas elektro dan homepage profesor-ku itu, tidak ada berita tentang prestasi itu. Homepage beliau masih menyebut bahwa beliau masih senior member IEEE dan ini sudah hari ke berapa sejak itu diumumkan! Luar biasa!

Mungkin bagi orang public relations dan marketing ini kebodohan. Menurutku juga seharusnya ini layak ditaruh di website besar2. Aku ga tahu kenapa mereka ga melakukannya, tapi aku mencoba berpikir, apakah ini bentuk kerendahan hati secara akademik? Biarlah orang lain yang cerita dan bukan kita yang menceritakan prestasi kita sendiri? Bagiku semua ini adalah pesan kerendahan hati. Barangkali kalo ada profesor TUE yang jadi peraih Nobel baru suasananya akan beda. Mungkin menjadi IEEE Fellow masih dianggap biasa kali di sini...

Sabtu malam kemarin, aku ngobrol dengan satu orang seniorku di ITB yang sekarang bekerja di TUE. Dia lulusan satu universitas bagus di Jerman. Dia dengan serius mengingatkanku supaya aku bener2 fokus dan belajar sungguh2 karena dia bilang kuliah di TUE itu berat, apalagi di elektro. Sudah ada beberapa orang Indonesia yang dipecat saat mereka studi PhD di sini termasuk di elektro karena dianggap ngga sanggup. Dia membuatku terkejut saat dia bilang universitasnya di Jerman tempat dia studi master ga ada apa2nya kalo dibandingkan dengan TUE. Mungkin tidak banyak orang yang tahu, tapi setelah dia banyak kenal orang akademis, mereka mengakui TUE itu universitas top dari prestasi akademiknya yang tidak banyak diketahui umum.

Ada rasa bangga juga setelah aku mendengarnya. Tapi selain rasa bangga, juga ada jantung yang berdegup makin kencang. Ketika seorang pemain bola menyadari bahwa dia sedang bermain di kompetisi Liga Champions, maka dia akan bermain dengan sikap yang berbeda dibandingkan kalau dia sedang bermain bersama tim kelurahan tempat dia tinggal buat perayaan 17 Agustus. Seperti itulah yang kurasakan. Aku sekarang ada di universitas terbaik di Belanda dan salah satu yang terbaik di Eropa. Aku sekarang ada di Liga Champions. Tak ada tempat buat pecundang di sini. Tapi kerendahan hati mutlak perlu ada di liga manapun kita bermain, kerendahan hati untuk tak patah semangat untuk terus belajar dan berjuang. To push the limit, to raise the bar of possibility and to question the impossible, all in the name of the Omnipotent and Omniscience, the Creator to whom the glory is due.

No comments: