5. EMPAT HAMBA DAN TUJUH PENASIHAT SETIA
Sejauh ini kita sudah belajar apa itu sistem dan bagaimana sebaiknya kita menggunakan sumber daya kita secara efisien untuk berpikir sistematis. Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah, bagaimana caranya kita dapat mengenal dan mempelajari elemen-elemen dan interaksi antarelemen di dalam sistem yang sedang kita kaji? Untuk menjawab pertanyaan itu, maka dalam bagian ini, saya memperkenalkan empat hamba dan tujuh penasihat setia yang akan menolong kita.
Keempat hamba yang dapat membantu kita untuk berpikir sistematis adalah fakta, data, informasi, dan asumsi. Dengan bahasa yang bersahaja, fakta dapat diartikan sebagai segala fenomena aktual yang terjadi atau nyata tentang sesuatu. Contoh sederhana, setiap orang tentu memiliki tanggal lahir yang benar dan itu adalah fakta. Data dapat dinyatakan sebagai deskripsi kuantitatif atau kualitatif tentang sesuatu yang diperoleh misalnya melalui observasi atau pengukuran. Fakta dapat menjadi data, tetapi data belum tentu merupakan fakta. Sebagai contoh, seseorang pada faktanya lahir pada 1 Januari 1970, tetapi ketika kita bertanya kepadanya tanggal berapa ia lahir, ia menjawab tanggal 1 Januari 1975. Bagi kita, 1 Januari 1975 adalah data yang kita miliki tentang orang itu, yang sayangnya merupakan data yang telah dimanipulasi sebab berbeda dengan fakta. Informasi adalah pengetahuan yang kita peroleh tentang sesuatu setelah memproses data yang kita miliki tentang sesuatu itu dan fenomena lainnya. Dari contoh terakhir, jika kita membandingkan orang tadi dengan seseorang yang lain yang faktanya lahir pada tanggal 1 Januari 1970, maka kita dapat mengatakan bahwa orang
pertama lebih muda lima tahun dari orang kedua. Karena data kita tentang orang pertama itu keliru, maka informasi yang kita tarik dari data keliru tersebut pun menjadi keliru pula. Pemrosesan data untuk mendapatkan informasi memiliki beragam bentuk, seperti membandingkan, memperhatikan tren atau kecenderungan data, dan mengkaji pola statistik dari data. Asumsi sendiri adalah anggapan tentang sesuatu yang seharusnya dikonstruksi
berdasarkan fakta atau data dari masa lalu tentang sesuatu itu dan berbagai fenomena lainnya. Dari contoh di atas, pada tahun 2008, maka orang pertama yang setahu kita lahir pada 1 Januari 1975 seharusnya berumur 33 tahun. Dengan memperhatikan fakta umum di masyarakat Indonesia, maka jika orang pertama itu adalah perempuan, maka mungkin ada orang yang mengasumsikan bahwa orang tersebut sangat mungkin telah menikah.
Lalu bagaimanakah keempat hamba ini dapat menolong kita dalam berpikir sistematis? Prinsip penting yang saya pegang sampai saat ini adalah bahwa kita harus berpikir dengan memaksimalkan fakta dan meminimalkan asumsi. Jika kita memperoleh data dari sumber sekunder, maka adalah sangat berbahaya jika kita langsung menerimanya bulat-bulat sebagai fakta. Akan sangat baik mendapatkan fakta langsung dari sumber primer atau dari lapangan, jika memungkinkan. Jika tidak, maka pastikanlah data yang kita peroleh tentang suatu sistem berasal dari sumber-sumber yang memiliki rekam jejak (track record) yang baik sebagai sumber-sumber dengan tingkat kepercayaan tinggi. Dengan demikian, kita dapat menjaga bahwa upaya berpikir kita tidak akan berujung sia-sia hanya dengan informasi sampah.
Pastikanlah bahwa kita paling berhati-hati dengan asumsi. Satu kondisi dimana asumsi diperlukan adalah jika kita tidak dapat memiliki atau mengakses fakta yang kita butuhkan pada saat ini. Demikian juga, asumsi sering kali dibutuhkan ketika kita harus memprediksi apa yang akan terjadi di masa depan. Dalam hal inilah validitas dan tingkat kepercayaan kita tentang asumsi yang dibuat harus setinggi mungkin. Contoh asumsi yang diberikan di atas bahwa orang tersebut sangat mungkin telah menikah adalah contoh pembuatan asumsi yang harus dihindarkan jauh-jauh. Mengapa? Sebab jika kita memang perlu tahu apakah orang tersebut telah menikah atau tidak, maka cara terbaik adalah dengan langsung bertanya kepada orang tersebut atau melihat statusnya di kartu identitas yang dikeluarkan oleh pihak ketiga yang independen dan berotoritas penuh seperti negara. Jadi, sekali lagi, dalam berpikir dan juga dalam hidup ini, waspadalah dengan semua yang termasuk asumsi sebab, pada realitanya, kerap kali banyak persoalan yang tidak perlu menjadi muncul karena asumsi. Mari kita ikuti apa yang Tuhan Yesus ajarkan: jika ya katakan ya, jika tidak katakan tidak. Karena itu, berhematlah
menggunakan kata mungkin dan teman-temannya, seperti barangkali, iya kali, dan lain-lain.
Ketika kita berpikir tentang suatu sistem, maka kita harus fokus kepada fakta dari elemen-elemen dan pola interaksi antarelemen di dalam sistem. Pertanyaannya, bagaimanakah kita mendapatkan fakta dan data yang kita butuhkan serta menyarikan informasi ketika berpikir sistematis? Di sinilah kita membutuhkan bantuan tujuh penasihat setia yang dimiliki oleh setiap orang. Enam penasihat pertama biasa dikenal dengan 5W1H yaitu what, where, when, who, why, dan how. Dengan aktif bertanya saat kita berpikir, kita akan menemukan jalan untuk mendapatkan apa yang kita cari. Namun, bagi saya, keenam itu belum cukup. Penasihat ketujuh yang menurut saya sangat menolong, khususnya untuk melatih kreatifitas, adalah what if atau why not. Umumnya keempat penasihat pertama, yaitu what, where, when, who, lebih banyak dipakai untuk memperoleh dan mengumpulkan data, sementara ketiga yang terakhir, yaitu why, how, dan what if atau why not lebih sering digunakan saat memproses data untuk memperoleh informasi. Semakin banyak fakta dan semakin sedikit asumsi yang kita miliki, semakin efektif pula proses berpikir sistematis kita.
Sebagai refleksi singkat kita dari bagian ini, mari Anda ambil waktu sejenak untuk mengingat-ingat apa saja asumsi-asumsi yang sampai saat ini masih Anda pegang sebagai prinsip dasar dalam hidup Anda. Apakah memang asumsi-asumsi itu valid dan layak Anda percayai? Lalu, apakah dampak dari prinsip hidup Anda yang berdasar pada asumsi tersebut pada hidup Anda sejauh ini?
Friday, January 16, 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment